Masalah Pengalaman di Jantung Permainan Timnas Perancis
Lini tengah Perancis di Qatar terasa bagai bumi dan langit jika dibandingkan dengan ketika mereka juara dunia empat tahun lalu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Xabi Alonso, mantan gelandang peraih juara dunia, pernah berkata, lini tengah adalah jantung permainan. Tim yang bisa mengontrol area itu, lebih berpeluang menang. Ucapan itu akan relevan untuk setiap tim di Piala Dunia Qatar 2022, termasuk juara bertahan Perancis yang datang dengan barisan gelandang debutan.
Pelatih Perancis Didier Deschamps telah mengumumkan 25 nama pemain, meskipun bisa memilih 26 nama, yang akan dibawa ke Piala Dunia Qatar 2022. "Les Bleus" tampak solid di lini depan dan belakang dengan kombinasi pemain muda dan veteran.
Karim Benzema, penyerang peraih Ballon d’Or, akan kembali lagi setelah absen pada Piala Dunia Rusia 2018. Pemain 34 tahun itu melengkapi kehadiran striker yang mengantar Perancis juara dunia, antara lain Olivier Giroud (36) dan Kylian Mbappe (23).
Di lini belakang, bek veteran Raphael Varane (29) dan Benjamin Pavard (26) akan kembali memperkuat benteng Perancis seperti empat tahun silam. Deschamps juga memberikan kesempatan kepada debutan di Piala Dunia, seperti bek Arsenal William Saliba (21) dan bek Barcelona Jules Kounde (23).
Keraguan terbesar ada di lini tengah. Tanpa dua gelandang andalan Paul Pogba dan N’golo Kante yang akan absen akibat cedera, Perancis akan mengandalkan gelandang muda. Semua gelandang itu baru akan menjalani debut Piala Dunia di Qatar.
Deschamps memanggil duo gelandang Real Madrid, Eduardo Camavinga (19) dan Aurelien Tchouameni (22), serta duo gelandang Marseille, Matteo Guendouzi (23) dan Jordan Veretout (29). Dua pemain lain adalah Youssouf Fofana (AS Monaco/ 23) dan Adrien Rabiot (Juventus/ 27).
Veretout merupakan gelandang paling berumur di skuad Les Bleus. Namun, sama seperti pemain muda lain, dia adalah debutan di Qatar. Pemain yang sempat bermain di Liga Inggris dan Liga Italia itu hanya pernah membela Perancis di Piala Dunia U-20, pada 2013.
Sama seperti Rabiot. Dia sudah menjalani 29 penampilan bersama timnas, tetapi belum sekali pun ikut serta di Piala Dunia. Adapun Rabiot merupakan satu-satunya gelandang di skuad saat ini yang ikut tampil di Piala Eropa 2020.
Lubang kedewasaan itulah yang bisa menggagalkan misi tim asuhan Deschamps untuk mempertahankan gelar.
Sisanya adalah gelandang muda yang sedang naik daun di klub masing-masing. Tidak ada yang punya penampilan di timnas sebelum September 2020. Bahkan, Fofana baru menjalani debut untuk Perancis di pertandingan Liga Nasional Eropa, lawan Austria, akhir September 2022.
Total penampilan internasional seluruh gelandang Les Bleus hanya 60 kali. Jumlah itu bahkan masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan penampilan Pogba sendirian (91 kali). Ketimpangan pengalaman di lini tengah pun tampak nyata.
Berbeda dengan usia, pengalaman tidak berbohong. Minimnya pengalaman bermain di level tertinggi, termasuk level klub, turut menjadi kekhawatiran terhadap barisan gelandang Les Bleus saat ini. Contohnya, gelandang muda paling potensial, Tchouameni, yang bermain untuk Real Madrid.
Tchouameni memang mendapat kesempatan tampil reguler di Madrid. Namun, dia baru merasakan kompetisi level tertinggi itu sejak musim panas 2022, belum separuh musim. Sebelumnya, dia menghabiskan dua musim terakhir bersama klub Perancis AS Monaco. Adapun level kompetisi Perancis lebih rendah dan Monaco tidak bermain di Liga Champions.
Lini tengah saat ini tidak sematang di Rusia. Perancis diperkuat duo Pogba dan Kante ketika itu. Kante berstatus debutan, tetapi dia sudah dua kali mengantar timnya, Chelsea dan Leicester City, juara Liga Inggris. Sementara itu, Pogba sudah malang-melintang di dua klub raksasa, Juventus dan Manchester United.
Lubang kedewasaan itulah yang bisa menggagalkan misi tim asuhan Deschamps untuk mempertahankan gelar. Beban juara bertahan akan terlalu berat bagi para debutan. Adapun sejarah mencatat, para tim juara dunia nyaris selalu diperkuat gelandang berpengalaman dan sedang dalam performa terbaik.
Di Piala Dunia Brasil 2014, Jerman juara berkat ditopang gelandang veteran seperti Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, dan Mesut Oezil. Adapun ketiga pemain itu juga sudah menjadi andalan timnas empat tahun sebelumnya, di Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Deschamps sadar betul akan kebutuhan sosok berpengalaman itu. Sebab, kisah itu sudah dijalaninya sendiri pada Piala Dunia Perancis 1998. Kala itu, Les Bleus juara dunia dengan barisan gelandang veteran yang punya rata-rata usia 26,2 tahun. Salah satunya adalah Deschamps, 29 tahun, yang sudah membela timnas sejak Piala Eropa Swedia 1992.
Sang pelatih terpaksa berjudi karena tidak punya pilihan lain. Badai cedera membuatnya harus bertaruh dengan rencana darurat. Deschamps pun butuh sedikit keajaiban untuk mengantar Perancis juara dunia ketiga kalinya. “Kami adalah juara bertahan. Ketika Anda di puncak, akan sangat sulit untuk lebih baik lagi,” katanya seperti dikutip situs FIFA.