Meskipun di Inggris Martinez hanyalah seorang pelatih papan tengah, untuk negara kecil seperti Belgia, sosoknya lebih dari sekadar pelatih level elite
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
Menangani tim nasional Belgia sejak 2016, Roberto Martinez menjelma menjadi sosok yang dicintai publik Belgia. Pelatih berkebangsaan Spanyol itu kini menjadi pelatih timnas Belgia terlama, sejak era pelatih legendaris Guy Thys (1976-1989), pelatih tersukses Belgia. Setelah era Thys, pelatih timnas Belgia maksimal hanya bertahan selama empat tahun.
Martinez, yang menjalani karier kepelatihan di Liga Inggris dengan memimpin Swansea City, Wigan Athletic, dan Everton, memulai tugasnya di timnas Belgia seusai negara tersebut meraih hasil buruk di Piala Eropa 2016. Saat itu, Belgia yang masih diasuh mantan pemain legendaris mereka, Marc Wilmots, tersingkir di babak perempat final dari Wales.
Di tangan Martinez, Belgia mencapai tonggak perjalanan terjauh selama keikutsertaan dalam Piala Dunia. Untuk pertama kali dalam sejarah, Belgia mampu merebut tempat ketiga di Piala Dunia Rusia 2018 saat diperkuat pemain-pemain yang dijuluki sebagai generasi emas. Capaian itu yang tidak mampu dilakukan Wilmots dengan materi tim yang hampir sama.
Capaian fenomenal di Rusia mempertebal keyakinan Federasi Sepak Bola Belgia (RBFA) untuk memberi kepercayaan lebih kepada Martinez. Sejak September 2018, selain mengarsiteki timnas, Martinez juga ditunjuk sebagai direktur teknik RBFA. Posisi ini memungkinkan Martinez untuk turut berperan dalam merumuskan perencanaan jangka panjang bagi pengembangan sepak bola Belgia.
”Sejak menjabat direktur teknik, Martinez telah melakukan banyak hal di belakang layar. Dia telah memberi penanda penting pada sepak bola Belgia,” kata Kristof Terreur, jurnalis yang juga pakar sepak bola Belgia, seperti dikutip Talksport.
Sebagai pelatih, Martinez tidak hanya menaruh perhatian kepada aspek di dalam lapangan dan pertandingan. Secara aktif dia juga mendorong pemain-pemain yang menjadi bagian dari generasi emas Belgia untuk mengikuti kursus kepelatihan.
Langkah itu adalah ditempuh Martinez untuk memastikan kiprah generasi emas Belgia tidak berhenti hanya di atas lapangan hijau. Saat mereka pensiun, setidaknya masih ada sumbangsih yang dapat mereka berikan terhadap sepak bola Belgia.
”Dia juga mendapat dukungan dari banyak pemain. Para pemain sangat senang bekerja dengannya karena dia memberi mereka banyak hari libur bersama keluarga. Hal itu mungkin sangat membekas di benak para pemain,” ujar Terreur.
Sejak menjabat direktur teknik, Martinez telah melakukan banyak hal di belakang layar. Dia telah memberi penanda penting pada sepak bola Belgia.
Begitu berharganya Martinez, membuat RBFA mati-matian mempertahankannya kala Everton berniat mengontraknya kembali di awal 2022. Martinez, dalam sebuah wawancara dengan FourFourTwo, mengaku betah dan nyaman menetap di Belgia.
Ada semacam keterikatan erat yang terjalin antara dirinya dan negara tersebut sehingga Martinez sanggup bekerja kerja setiap hari, membuat rencana-rencana baru, serta memberikan segalanya kepada timnas Belgia.
Alasan lainnya RFBA mempertahankan Martinez adalah ia merupakan pelatih kelas dunia yang mau dikontrak dengan nilai yang tak terlampau tinggi. Biaya pemutusan kontrak Martinez saat dipecat Everton pada Mei 2016 dipercaya jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai kontraknya selama lima tahun menangani Belgia.
Terreur mengatakan, RFBA hanya sanggup mengontrak seorang pelatih timnas dengan nilai Rp 18 miliar hingga Rp 36 miliar per tahun. ”Jika Anda hendak mengontrak manajer kelas dunia, kecil kemungkinan mereka akan menyanggupi nilai kontrak seperti Martinez,” ucap Terreur.
Meskipun di Inggris Martinez hanyalah seorang pelatih papan tengah, untuk negara kecil seperti Belgia, sosoknya lebih dari sekadar pelatih level elite.