Bersama ”Maradona asal Georgia”, Napoli perlahan kembali ke masa jaya seperti saat Diego Maradona menjadi ikon klub itu pada era 1980-an. Mereka belum tersentuh di Liga Italia ataupun Eropa pada musim ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
NAPLES, JUMAT — Napoli berevolusi dari julukan ”I Partenopei” alias ”Keledai Kecil” menjadi raksasa menakutkan pada musim ini. Tidak satu tim pun bisa menyentuh mereka selama dua bulan terakhir sejak awal musim. Kebangkitan itu terjadi berkat bakat hebat barisan pemain baru yang bertemu dengan ide cemerlang Pelatih Luciano Spalletti.
Jelang menjamu Sassuolo di Stadion Diego Armando Maradona, Sabtu (29/10/2022) WIB, Napoli masih belum terkalahkan dalam semua kompetisi musim ini. Mereka menang 14 kali dari 16 laga. Napoli pun kokoh di puncak klasemen Liga Italia dan Grup A Liga Champions Eropa.
Istimewanya lagi, tim asuhan Spalletti itu bermain sangat eksplosif pada setiap laga. Mereka telah mencetak total 46 gol atau nyaris tiga gol setiap laga. Tidak ada klub yang lebih subur dari mereka di Liga Italia hingga Liga Champions sepanjang musim ini.
”Mereka sangat superior dan tidak tersentuh siapa pun. Sejauh ini, mereka tim terbaik di Italia dan mungkin di Eropa. Ini memang masih Oktober, tetapi saya percaya mereka akan dengan mudah menjuarai liga domestik dan punya peluang berbicara banyak di Liga Champions,” kata mantan gelandang tim nasional Italia, Giuseppe Dossena, kepadaRadio Crc.
Dominasi Napoli terasa tidak wajar jika berkaca dari musim lalu. Mereka masih dipimpin Spalletti, pelatih yang sudah tidak dipercaya para pendukung klub itu karena gagal meraih scudetto (gelar juara Liga Italia) pada akhir musim lalu. Mereka juga kehilangan pemain bintang, antara lain bek Kalidou Koulibaly dan gelandang Fabian Ruiz.
Namun, peruntungan itu berbalik berkat rencana transfer yang brilian pada musim panas. Uang dari penjualan kedua bintangnya itu digunakan untuk membeli pemain potensial, seperti penyerang sayap Kvicha Kvaratskhelia (21), gelandang Frank Anguissa (26), dan bek Kim Min-jae (25).
Ketiga pemain itu langsung bersinar pada musim pertama mereka di Napoli, khususnya Kvaratskhelia yang dijuluki sebagai ”Maradona asal Georgia”. Pemain yang dibeli dari klub Georgia, Dinamo Bantumi, itu memimpin daftar perolehan gol di tim itu dengan catatan tujuh gol berikut enam asis di semua kompetisi.
Kvaratskhelia membuat serangan Napoli lebih dinamis dari sisi kiri. Dia bisa menjadi eksekutor sekaligus kreator. Saat melakukan dribel, bola seakan menempel di kakinya. Maradona, legenda Napoli (1984-1991), bagai bereinkarnasi pada diri sosok yang lebih tinggi (1,83 meter) dan tidak berkaki kidal tersebut.
Memiliki pemain seperti Kvaratskhelia, ucap Spalletti, adalah sebuah anugerah. ”Saya beruntung karena memiliki pemain yang punya teknik luar biasa dan bisa memindahkan bola dengan cepat sehingga membuat permainan tim ini sangat indah,” ucapnya kepada Sky Sport Italia.
Spalletti pun bisa memeragakan permainan ofensif mengalir nan cepat dan efektif dalam formasi 4-3-3. Padahal, pelatih yang sudah malang-melintang di Italia sejak 1994 itu sebetulnya tidak punya rahasia atau sistem khusus di balik penampilan menawan timnya. Kunci kemenangan Napoli, ujarnya, hanyalah memanfaatkan ruang kosong yang ditinggalkan lawan.
Kami selalu ingin mencetak gol sebanyak mungkin. Para pemain diberikan kebebasaan untuk menjadi diri sendiri, terutama saat menyerang ke ruang kosong lawan.
Karena itu, sang pelatih ingin timnya bermain dengan tempo secepat mungkin ketika ada ruang kosong. Hal itu terlihat musim ini. Saat dalam penguasaan bola, pemain hanya mengontrol bola rata-rata kurang dari dua sentuhan. Para pemain bahkan sudah tidak dilatih untuk itu karena sudah terbiasa.
Serangan kilat
Serangan kilat itu menjadikan ”Si Keledai Kecil” tim dengan rerata tembakan terbanyak di Liga Italia (19,5 kali) dan di Liga Champions (19,2 kali). Tim raksasa Inggris, Liverpool, menjadi salah satu korban gaya eksplosif itu ketika ditaklukkan Napoli, 1-4, awal September lalu.
”Kami selalu ingin mencetak gol sebanyak mungkin. Para pemain diberikan kebebasaan untuk menjadi diri sendiri, terutama saat menyerang ke ruang kosong lawan. Jadi, kami, para penyerang, saling membantu untuk menciptakan ruang. Kebebasan dari pelatih itu sangat membantu kami,” ujar penyerang pinjaman Napoli, Giovanni Simeone.
Di sisi lain, Napoli juga tampil cukup konsisten karena didukung kedalaman skuad yang mumpuni. Spalletti bisa merotasi pemain tanpa khawatir performa timnya bakal menurun drastis. Padahal, mereka harus bermain nyaris tiga kali setiap minggu akibat efek Piala Dunia Qatar 2022 yang akan digelar pada November-Desember mendatang.
Terbukti, Napoli tetap mampu menang telak 3-0 atas Glasgow Rangers di Liga Champions, Kamis (27/10) dini hari WIB lalu. Padahal, ketika itu, Napoli tampil dengan enam pemain cadangan. Simeone, penyerang cadangan, mampu bersinar dengan mencetak sepasang gol pada laga itu.
Napoli memiliki sejumlah pemain cadangan berkualitas berkat rencana transfer yang tepat sasaran. Simeone, yang menjadi pahlawan kemenangan atas Rangers, didatangkan tanpa uang sepeser pun. Dia dipinjam dari Hellas Verona. Begitu pula dengan penyerang muda Giacomo Raspadori yang dipinjam dari Sassuolo.
Penyerang Napoli, Giovanni Simeone, merayakan golnya ke gawang Ajax Amsterdam pada laga penyisihan Grup A Liga Champions Eropa di Arena Johan Cruyff, Amsterdam, Belanda, Rabu (5/10/2022) dini hari WIB. Tim tamu, Napoli, menang 6-1 pada laga itu.
Adapun pemain yang sudah bersama Spalletti sejak musim lalu juga semakin matang. Mereka, antara lain, adalah penyerang Victor Osimhen dan gelandang Piotr Zielinski. Osimhen sudah menyumbang lima gol dan satu asis, sementara Zielinski mencatat empat gol dan enam asis.
Napoli punya segalanya yang dibutuhkan untuk kembali ke masa jayanya. Terakhir kali Napoli menjuarai Liga Italia adalah pada musim 1989-1990. Pada saat itu, almarhum Maradona menjadi ikon klub tersebut. (AFP/REUTERS)