Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan menolak mundur dari jabatannya karena tidak mau dicap pecundang. Ia membantah kengototannya tetap bertahan di PSSI karena didukung Presiden Joko Widodo.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan mengungkapkan alasannya menolak mengundurkan diri menyusul tragedi Kanjuruhan yang merenggut sedikitnya 135 nyawa, pada 1 Oktober lalu. Iriawan bersikeras upaya pembenahan tata kelola sepak bola nasional melalui gugus tugas menjadi bentuk tanggung jawab dirinya dan PSSI.
”Mundur, menurut kami, tidaklah menyelesaikan masalah. Kalau mundur, saya pengecut, pecundang. Saya mundur, tidur saja, pulang ke rumah. Namun, mosok saya meninggalkan yang terjadi sekarang?” ujar Iriawan dalam kunjungan ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Jumat (28/12/2022) petang.
Selain desakan mundur, publik sebelumnya juga menuntut jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI memfasilitasi kongres luar biasa (KLB) untuk membentuk pengurus baru. Desakan KLB itu bahkan muncul dari sejumlah pemilik klub, misalnya Persis Solo, Persebaya Surabaya, dan Madura United.
Usulan KLB itu, ungkap Iriawan, menjadi salah satu topik yang dibahas Exco PSSI dalam rapat kemarin. Menurut dia, PSSI tidak serta-merta menutup pintu untuk KLB. Jika hal itu perlu dilakukan dalam waktu dekat, ungkapnya, PSSI akan membahas tahapan-tahapan pencalonan ketua umum. Adapun masa bakti Iriawan di PSSI adalah hingga akhir 2023.
Ia lalu menjelaskan, sebagai bentuk tanggung jawab terkait tragedi Kanjuruhan, dirinya telah menghabiskan delapan hari di Malang, Jawa Timur, awal Oktober lalu, untuk menemui keluarga korban, baik yang meninggal maupun terluka. ”Saya memberanikan diri datang ke rumah korban dan merasakan duka mendalam. Tetapi, banyak yang tidak tahu (aktivitasnya) karena tidak terekspos (media),” ujarnya kemudian.
Menurut dia, PSSI telah memulai upaya pembenahan tata kelola sepak bola nasional dengan membentuk tim gugus tugas transformasi yang melibatkan perwakilan Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), kementerian terkait, dan Kepolisian Negara RI. Tim itu telah menggelar rapat perdana pada 21 Oktober lalu dan bakal mengeluarkan rumusan rencana aksi pada 14 November.
Saran saya, PSSI sebaiknya mau menjalankan rekomendasi TGIPF, seperti yang telah dijalankan pihak-pihak terkait lainnya, seperti Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, dan Polri.
Rencana aksi itu akan berisikan detail peran tiaap-tiap pihak yang terlibat dalam tata kelola sepak bola nasional, yaitu PSSI, FIFA, AFC, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, serta Polri.
”Tanggal 14 (November) ditargetkan laporan rencana aksi itu kami serahkan, entah nantinya ke FIFA ataupun Presiden (Joko Widodo). Kami berusaha hasilnya bisa bagus, sesuai ekspektasi publik,” ujar Iriawan.
Ketika ditanya tentang sasaran rencana aksi itu, ia mengungkapkan, salah satunya ialah berwujud peraturan kepolisian (perpol) tentang pengamanan pertandingan sepak bola. Peraturan itu akan memadukan regulasi Keselamatan dan Keamanan FIFA dengan peraturan yang berlaku di Polri. ”Yang pasti, laporan itu disiapkan untuk Presiden agar nanti memerintahkan kementerian atau lembaga terkait untuk menjalankan laporan itu,” ujarnya.
Akmal Marhali, anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, menilai, sikap Iriawan yang menolak mundur dari kursi orang nomor satu di PSSI adalah hak pribadinya. Namun, PSSI diharapkan bisa menghargai rekomendasi TGIPF yang dibentuk oleh Presiden. Tuntutan mundurnya Iriawan dan pengurus PSSI adalah salah satu isi rekomendasi tim itu.
Total ada 12 rekomendasi dari tim ad hoc pimpinan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD itu untuk PSSI. Mundur dari jabatannya di PSSI dinilai TGIPF sebagai bentuk tanggung jawab moral Iriawan dan jajarannya terkait tragedi Kanjuruhan.
”Saran saya, PSSI sebaiknya mau menjalankan rekomendasi TGIPF, seperti yang telah dijalankan pihak-pihak terkait lainnya, seperti Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, dan Polri,” kata Akmal.
Bantah mendukung
Secara terpisah, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengatakan, pemerintah tak pernah mengintervensi atau ikut campur urusan PSSI, termasuk soal kepemimpinan Iriawan. ”Jadi, klaim pemerintah berpihak dan mendukung seseorang untuk jadi Ketua PSSI atau melanjutkan jabatannya adalah tidak benar,” ujar Faldo.
Pernyataan itu disampaikannya sebagai klarifikasi terkait pemberitaan sebelumnya bahwa Presiden dikabarkan menginginkan Iriawan agar tetap memimpin PSSI. Kabar itu muncul setelah Iriawan menemui Mensesneg Pratikno, Rabu lalu. ”Kepemimpinan (di) federasi semuanya harus mengikuti Statuta FIFA dan mekanisme keorganisasian,” kata Faldo.
Ditanya soal pertemuan dengan Pratikno itu, Iriawan juga membantah dukungan Presiden atas posisinya di PSSI. ”Tak ada pembahasan soal itu (dukungan dari pemerintah). Saya dipanggil ke sana untuk melaporkan tim task force (gugus tugas transformasi). Kedua, kami juga memohon bantuan Pak Mensesneg agar liga bisa segera bergulir,” ucapnya, kemarin.
Sejak tragedi Kanjuruhan, liga-liga sepak bola di Indonesia berhenti bergulir. PSSI dan PT Liga Indonesia Baru, operator liga, telah menyiapkan sejumlah langkah darurat agar kompetisi sepak bola itu bisa segera berjalan kembali. Salah satu opsi yang disusun adalah pelaksanaan liga yang terpusat di satu provinsi dan tanpa dihadiri penonton. Sistem kompetisi itu telah dijalankan pada musim 2021-2022 seiring di tengah masa pandemi Covid-19. (CAS)