Tim Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan Telusuri Kemungkinan Pelaku di Balik Layar
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta pimpinan Mahfud MD akan mulai bekerja Selasa (4/10/2022). Tim akan menelusuri fakta-fakta seputar tragedi Kanjuruhan, termasuk kemungkinan pelaku lain di luar lokasi kejadian.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD akan mengumpulkan data dan fakta tentang insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 125 orang. Selain mengeluarkan rekomendasi terkait kebijakan keolahragaan nasional, TGIPF juga akan menelusuri kemungkinan adanya tindak pidana oleh pelaku lain yang tidak berada di lokasi kejadian.
Menko Polhukam Mahfud MD dalam jumpa pers daring, Senin (3/10/2022), mengungkapkan, susunan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah terbentuk. TGIPF dipimpin oleh Mahfud dengan didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali sebagai Wakil Ketua dan Nur Rochmad sebagai Sekretaris. Adapun anggota TGIPF adalah Rhenald Kasali, Sumaryanto, Akmal Marhali, Anton Sanjoyo, Nugroho Setiawan, Doni Monardo, Suwarno, Sri Handayani, Laode M Syarif, serta Kurniawan Dwi Yulianto.
Pada Selasa (4/10/2022) TGIPF akan mulai bekerja menelusuri fakta-fakta di balik tragedi kerusuhan yang menewaskan 125 penonton bola seusai laga pekan ke-11 BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Mahfud menjelaskan, tim akan mengeluarkan laporan atau rekomendasi terkait manajemen sepak bola yang akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, tim juga tidak akan menutup mata jika menemukan adanya tindak pidana selain yang tengah ditangani Polri.
”Mungkin saja nanti sesudah diselidiki ditemukan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang lebih besar, bukan pelaku lapangan. Mungkin, ya, mungkin. Atau kesalahan yang sengaja dilakukan oleh orang yang ada di balik yang sekarang terlihat itu,” tuturnya.
Dalam rapat koordinasi sebelumnya, Polri telah diminta untuk segera menindak anggota kepolisian yang diduga melakukan kesalahan. Permintaan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemeriksaan 18 petugas kepolisian yang mengoperasikan gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
Mungkin saja nanti sesudah diselidiki ditemukan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang lebih besar, bukan pelaku lapangan. Mungkin, ya, mungkin. Atau kesalahan yang sengaja dilakukan oleh orang yang ada di balik yang sekarang terlihat itu.
Selain itu, kata Mahfud, Polri juga telah diminta untuk mengevaluasi semua pejabat struktural kepolisian di Provinsi Jatim. Senada dengan itu, Panglima TNI juga diminta untuk menjatuhkan sanksi dan memproses hukum anggota TNI yang bertindak berlebih di luar kewenangannya.
”Itu, kan, baru pelaku-pelaku di depan, yang terlihat di video dan sebagainya. Di balik ini, kan, kita tidak tahu. Tim (TGIPF) ini yang akan menggali dan akan menyampaikanke Presiden dan kalau ada pelanggaran hukumnya akan disampaikan kepenegak hukum lagi berikutnya,” tuturnya.
Setelah dibentuk, TGIPF akan segera menggelar pertemuan secara maraton sekaligus berbagi tugas di dalam tim. Selain itu, akan disusun pula jadwal permintaan keterangan kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui dan terlibat dalam tragedi Kanjuruhan.
Selain mengenai TGIPF, Mahfud menyampaikan bahwa Presiden sebagai Kepala Negara akan memberikan santunan kepada korban atau keluarga korban tragedi Kanjuruhan sebesar Rp 50 juta untuk setiap korban. Menurut Mahfud, santunan tersebut akan diberikan dalam dua hingga tiga hari ke depan.
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, berpandangan, proses hukum terhadap tragedi Kanjuruhan tidak akan mendapatkan kemajuan yang signifikan jika pucuk pimpinan aparat keamanan, yakni Kepala Kepolisian Resor Malang dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, tidak dinonaktifkan terlebih dahulu. Sebab, Kapolres merupakan penanggung jawab keamanan di lapangan dan Kapolda Jatim merupakan penanggung jawab keamanan dan ketertiban masyarakat di seluruh wilayah provinsi tersebut.
Sementara para petugas kepolisian yang mengoperasikan gas air mata, kata Bambang, hanyalah pelaksana. Sementara yang terpenting adalah penanggung jawab keamanan yang membuat rencana dan strategi pengamanan.
”Dalam pemeriksaan personel di lapangan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan ditersangkakan. Namun, itu akan membenarkan bahwa hanya personel di level bawahlah yang akan jadi kambing hitam dari peristiwa ini. Dengan tidak segera dicopotnya Kapolda Jatim dan Kapolres Malang, Kapolri seolah masih melindungi mereka,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Bambang, publik berharap besar terhadap TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam tersebut. Sebab, TGIPF dinilai memiliki otoritas dan legitimasi yang diberikan negara untuk mengungkap pihak yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya tragedi tersebut.