Fabio Quartararo menilai sektor terakhir SIrkuit Aragon, yaitu berupa trek lurus yang diawali akselerasi dari gigi satu hingga enam, menjadi bagian tersulit. Namun, dia optimistis hasil balapan musim ini akan lebih baik.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
ALCANIZ, KAMIS – Motorland Aragon menjadi sirkuit paling sulit bagi Fabio Quartararo dari enam balapan tersisa di ajang MotoGP 2022. Kesulitan terbesar bagi juara MotoGP 2021 itu ada pada sektor terakhir dengan trek lurus sepanjang 968 meter yang harus diawali dari gigi satu hingga gigi enam menjelang tikungan terakhir. Karakter motor Yamaha YZR-M1, yang kalah akselerasi dan top speed, terutama dari Ducati, menuntut Quartararo dan timnya mencari solusi jitu seperti saat menggunakan girbok rasio rapat di Red Bull Ring, Austria.
"Ya, ini trek yang sulit. Kami selalu bisa sangat cepat setiap kali di sini dalam latihan dan kualifikasi, namun dalam balapan kami tidak pernah mencetak hasil yang bagus. Kami tahu di mana masalahnya, terutama dalam dua tahun terakhir. Kami berusaha supaya itu tidak terjadi tahun ini. Tetapi, yang pasti, sektor keempat akan menjadi salah satu yang sulit bagi kami. Namun, saya merasa percaya diri dan kita lihat saja bagaimana akhir pekan ini," ungkap Quartararo dalam konferensi pers di Aragon, Kamis (15/9/2022) malam WIB.
Dia mengaku khawatir dengan trek lurus panjang di Aragon. Dia selalu kesulitan bersaing di sana, termasuk tikungan terakhir. "Pada sektor terakhir kami sangat kesulitan, karena akselerasi dari gigi pertama hingga keenam. Tetapi tahun lalu, seperti yang saya katakan sebelumnya, kami sangat cepat. Kami perlu memahami bagaimana cara mengurangi masalah kami dalam balapan," ungkap Quartararo kemudian.
Aragon memang menjadi trek yang sangat sulit bagi para pebalap Yamaha sejak pertama kali menggelar MotoGP pada 2010. Dalam 13 balapan di Aragon–termasuk seri pada musim 2020–Yamaha baru tiga kali menang melalui Jorge Lorenzo (2014, 2015), dan Franco Morbidelli (Teruel 2020). Trek sepanjang 5,1 kilometer ini didominasi oleh para pebalap Honda dengan tujuh kemenangan. Mereka adalah Casey Stoner (2011), Dani Pedrosa (2012), dan Marc Marquez (2013, 2016-2019). Adapun Ducati baru dua kali menang di Aragon melalui Stoner (2010) serta Francesco Bagnaia (2021).
Kemenangan Bagnaia di Aragon musim lalu diraih melalui persaingan sengit dengan Marquez sejak awal balapan. Perebutan podium tertinggi itu menguak kekuatan Ducati Desmosedici GP dan Honda RC213V di Aragon yang memiliki trek lurus panjang serta tikungan-tikungan kecepatan tinggi. Karakter trek itu menjadi 'mimpi buruk' bagi para pebalap Yamaha yang kalah akselerasi dan kecepatan puncak dibandingkan motor-motor bermesin V4 seperti Ducati, Honda, dan Aprilia.
Kondisi itulah yang membuat Quartararo sangat kesulitan di Aragon sejak menjalani debutnya di MotoGP pada 2019. Dalam musim pertamanya itu, Quartararo finis di posisi kelima, pencapaian terbaiknya hingga saat ini. Pada musim 2021, dia hanya bisa finis kedelapan meskipun start dari posisi ketiga.
Mencari setelan motor
Akhir pekan ini, Quartararo berharap bisa memperbaiki hasil balapan. Dia dan timnya berjuang keras mencari setelan motor yang bisa membuat dirinya kompetitif, termasuk potensi menggunakan girbok rasio rapat untuk gigi satu, dua, dan tiga, supaya bisa mengimbangi akselerasi Ducati. Langkah itu sukses di Red Bull Ring. Quartararo finis di posisi kedua setelah mendahului pebalap Ducati Jack Miller di chicane baru.
Saat ini selisihnya masih 30 poin. Jadi, saya selalu berusaha melakukan yang terbaik seperti yang selalu saya lakukan dan menempatkan diri pada limit. (Fabio Quartararo)
Selain mencari setelan motor serta pilhan ban yang akan dipakai untuk balapan, Quartararo juga akan mencoba sasis baru yang dia uji di Misano pekan lalu. Dia menilai, sasis baru itu memiliki sejumlah sisi positif, tetapi juga masih ada kekurangan yang perlu dibenahi. Di Aragon, dia akan menguji apakah sasis itu bsa berfungsi dengan baik di trek yang karakternya berbeda. Sedangkan mesin Yamaha M1 2023, yang meningkat pesat dalam akselerasi dan kecepatan puncak, tidak bisa dipakai oleh Quartararo. Padahal, dia sangat ingin memakai mesin yang dia uji di Misano itu.
"Ya, saya berharap bisa menggunakan mesin 2023 pada tahun ini, tetapi itu tidak mungkin. Namun, kami akan memiliki sasis baru. Saya melihat ada sejumlah perbaikan di beberapa area. Kita lihat saja apakah kami akan menggunakan itu," ungkap Quartararo.
Terkait dengan persaingan juara musim ini, Quartararo mengaku dirinya akan fokus pada faktor yang bisa membuat dirinya menjadi lebih baik. Dia tidak terlalu memikirkan selisih poin dengan Bagnaia yang kini tinggal 30 poin, dari sebelumnya 91 poin sebelum seri Belanda.
"Pada akhirnya, tenang atau khawatir, situasinya sama. Saat ini selisihnya masih 30 poin. Jadi, saya selalu berusaha melakukan yang terbaik seperti yang selalu saya lakukan dan menempatkan diri pada limit. Kita lihat saja bagaimana balapan berikutnya," pungkas Quartararo.
Membalap dalam limit menjadi kunci utama peforma Quartararo musim ini untuk mengatasi defisit akselerasi dan kecepatan puncak M1. Gaya membalap seperti itu sangat beresiko karena dia menjalani setiap putaran seperti dalam kualifikasi.