Final tunggal putra dan putri turnamen tenis di Cincinnati diwarnai hadirnya petenis yang bukan favorit juara. Final ini jadi yang pertama dalam ajang besar bagi Borna Coric dan Caroline Garcia dalam 4-5 tahun terakhir.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
CINCINNATI, SABTU — Ada kesamaan antara Borna Coric dan Caroline Garcia yang akan tampil pada final tunggal putra dan putri turnamen tenis ATP Masters/WTA 1000 Cincinnati. Keduanya harus menanti hingga 4-5 tahun untuk kembali ke final turnamen besar.
Coric, petenis Kroasia yang pernah menempati peringkat ke-12 dunia, akan berebut gelar juara Cincinnati Masters dengan Stefanos Tsitsipas dalam final yang berlangsung pada Minggu (21/8/2022) malam waktu setempat atau Senin dinihari waktu Indonesia. Di semifinal, Sabtu, Coric mengalahkan petenis Inggris, Cameron Norrie, 6-3, 6-4, sedangkan Tsitsipas menang atas petenis nomor satu dunia, Daniil Medvedev, 7-6 (8/6), 3-6, 6-3.
Pada tunggal putriyang berlevel WTA 1000, Garcia menang atas Aryna Sabalenka, 6-2, 4-6, 6-1, dan akan berhadapan dengan Petra Kvitova. Petenis Ceko juara Grand I Slam Wimbledon 2011 dan 2014 ini melewati tantangan ketat yang diberikan petenis tuan rumah, Madison Keys, 6-7 (6/8), 6-4, 6-3, dalam semifinal.
Baik Coric maupun Garcia sama-sama bukan petenis yang difavoritkan melaju ke final. Coric langsung tampil di babak utama karena faktor keberuntungan, yaitu mendapat promosi dari fase kualifikasi. Jika tak ada petenis yang mengundurkan diri di babak utama, dia akan seperti Garcia yang harus bersaing sejak babak kualifikasi.
Namun, perjalanan menuju final tentu bukan didasari keberuntungan. Dia menyingkirkan empat unggulan sejak babak pertama hingga semifinal, yaitu Rafael Nadal (1), Roberto Bautista Agut (15), Felix Auger-Aliassime (7), dan Norrie (9). Adapun Tsitsipas, lawannya final, adalah unggulan keempat.
Coric dan Garcia pun punya kesamaan lain, yaitu pernah mencapai masa terbaik sekitar 4-5 tahun lalu. Dengan menjuarai WTA 1000 Wuhan dan Beijing, serta menjadi perempat finalis Perancis Terbuka 2017, Garcia pernah menempati peringkat keempat dunia pada 2018. Coric pun meraih hasil terbaik pada sekitar masaitu, yaitu mencapai semifinal Indian Wells dan final Shanghai Masters 2018. Peringkat tertingginya pun didapat pada 2018, yaitu posisi ke-12.
Saya rasa tak ada yang menduga saya bisa ke final. Ini adalah perjalanan panjang sejak kualifikasi.
Setelah itu, keduanya kesulitan bersaing dengan petenis top, juga petenis-petenis yang lebih muda. Pada 2021, Coric bahkan absen pada semua turnamen Masters 1000 karena operasi bahu kanan. Dia hanya bertanding hingga Maret dan kembali aktif pada tur ATP setahun kemudian.
Dengan peringkat ke-152 dunia, Coric menjadi petenis dengan berperingkat terendah kedua yang tampil di final turnamen profesional. Sebelumnya, sejak sistem peringkat komputerisasi diperkenalkan pada 1973, ada Andrei Pavel yang tampil pada final Perancis Terbuka 1993 dengan peringkat ke-191.
”Saya bermain dengan baik meski tidak pada awal-awal pertandingan. Setelah itu, saya bisa menemukan ritme permainan yang tepat dan servis dengan lebih baik,” ujar Coric, yang dikalahkan Novak Djokovic pada final Masters terakhirnya, di Shanghai Masters 2018.
Selain taktik yang tepat, Coric harus bersabar untuk menghadapi pertandingan melawan Corrie pada semifinal. Hujan yang menunda dua semifinal tunggal putri membuat Coric melawan Norrie baru berlangsung pada Sabtu pukul 19.30, padahal mereka telah tiba di stadion sejak pukul 15.00.
Meski berperingkat jauh di bawah Tsitsipas (peringkat ke-7), Coric pernah mengalahkan finalis Perancis Terbuka 2021 itu di ajang Grand Slam. Hal itu terjadi pada babak ketiga AS Terbuka 2020. Coric menang dalam laga lima set 6-7 (2/7), 6-4, 4-6, 7-6, 7-6 (7/4).
Tak menduga
Bagi Garcia, pertemuan kesembilan dengan Kvitova menjadi final pertama dalam WTA 1000 setelah Beijing 2017 saat dia mengalahkan Simona Halep. ”Saya rasa tak ada yang menduga saya bisa ke final. Ini adalah perjalanan panjang sejak kualifikasi,” katanya, dalam laman resmi WTA.
Hasil positif atas Sabalenka menjadi kemenangannya yang ke-25 setelah Perancis Terbuka, menjadikan Garcia petenis dengan kemenangan terbanyak sejak awal Juni. Dalam perjalanan menuju final di Cincinnati, petenis berperingkat ke-35 itu mengalahkan beberapa petenis peringkat 10 besar dunia. Selain Sabalenka (peringkat ke-7), dia juga menyingkirkan Maria Sakkari (4) dan Jessica Pegula (8).
Sempat absen dari turnamen WTA sepanjang April karena cedera kaki, Garcia kembali ke lapangan pada Grand Slam Perancis Terbuka, Mei. Meski penampilannya belum stabil saat kembali, dia telah meraih dua gelar juara sejak Juni, yaitu dari turnamen WTA 250 Bad Homburg di lapangan rumput dan WTA 250 Warsawa di lapangan tanah liat. Kini, final di panggung besar Cincinnati terjadi di lapangan keras, sekitar sepekan sebelum dia bersaing di arena Grand Slam AS Terbuka, 29 Agustus-11 September. (AFP/REUTERS)