Geliat ”Apparel” di Yogyakarta, dari Hati Turun ke Jersei...
Di tengah kemunculan produsen pakaian sepak bola besar berskala nasional, jersei karya UMKM kini bermekaran di DI Yogyakarta. Meskipun modal dan sumber dayanya terbatas, para pelakunya terus berkreasi tanpa batas.
Lima orang sibuk di depan mesin cetak kain di sebuah rumah di Dusun Soropaten, Kelurahan Ringinharjo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (2/8/2022) sore. Mereka tengah mempersiapkan kain hingga mencermati hasil cetak jersei sebuah klub sepak bola yang diproduksi oleh Papo Apparel, salah satu UMKM di bidang pakaian olahraga.
Rumah itu adalah tempat tinggal dari pemilik Papo, Addy Kurniawan. Sejak terjun di industri pakaian olahraga pada 2019 lalu, Addy secara perlahan menyulap rumahnya sebagai kantor, pusat produksi, sekaligus toko, dari Papo.
Di rumah produksi sederhana itu, ia memberdayakan 15 karyawan, mulai dari penjahit, desainer, pembuat konten, hingga tenaga pemasaran. Papo pun ikut meramaikan kebangkitan industri apparel di dalam negeri yang mulai menggeliat dalam lima tahun terakhir.
Nama Papo mulai dibicarakan ketika menjalin kerja sama sejak 2019 dengan PS Gunung Jati (PSGJ), klub Liga 3 Indonesia yang bermarkas di Cirebon, Jawa Barat. Dua jersei PSGJ berwarna kuning untuk laga kandang dan hitam untuk tandang menjadi awal kemunculan Papo di Liga 3.
Baca juga: Menjadi ”Tuan” di Kompetisi Sendiri
Papo konsisten hadir ketika
Liga 3 kembali bergulir tahun lalu, setelah sempat terhenti akibat pandemi Covid-19. Selain PSGJ, Papo memproduksi jersei Persip Kota Pekalongan yang tampil di Liga 3 Seri Jawa Tengah pada musim 2021.
Addy menuturkan, keputusannya memulai industri pakaian olahraga didasari kecintaannya terhadap sepak bola. Ia adalah salah satu pendukung setia salah satu klub yang berbasis di Yogyakarta. Kegemaran Addy menyaksikan laga sepak bola lokal di stadion menjadi dorongannya memulai kemitraan dengan PSGJ melalui suporter mereka, Pasoegati, Juli 2019 lalu. Oleh karena itu, masukan suporter amat dipertimbangkan Papo dalam merancang jersei.
”Ketika ke Cirebon dan Pekalongan, saya minta ke manajemen klub untuk bertemu juga dengan suporter. Saya menempatkan suporter sebagai pemilik klub. Kami wajib memuaskan mereka karena mereka juga yang akan membeli jersei asli klub kebanggaannya,” kata Addy.
Tidak hanya desain, Papo juga melibatkan suporter untuk penjualan. Misalnya, Kalong Mania, kelompok suporter Persip, digandeng untuk menerima pra-pemesanan jersei pramusim klub itu pada musim 2022. Addy mengatakan, suporter bukan sekadar membantu penjualan. Mereka juga mendapatkan bagi hasil dari penjualan jersei itu. Sebagai contoh, jika harga jersei dibanderol Rp 150.000, suporter akan mendapatkan bagi hasil Rp 10.000, adapun klub Rp 30.000 per jersei.
Untuk memperkuat ikatan dengan suporter, Papo meluncurkan jersei terbaru Persip dengan tema ”Hangrungkebi”. Kata dari bahasa Jawa itu artinya menjaga, membela, dan mempertahankan. Harapannya, suporter bisa lebih cinta dan tulus mendukung tim berjuluk ”Kalong Jawa” itu mengarungi kompetisi pada tahun ini.
Mahakarya
Rasa cinta yang besar juga menjadi landasan Dwi Mei Sulistya menggeluti bisnis apparel sepak bola sejak 2012 lalu. Berawal dari ketulusannya mendukung Persiba Bantul, Dwi memutuskan mendesain hingga memproduksi sendiri jersei ”Laskar Sultan Agung” untuk kompetisi 2013 dengan jenama Reds Wearmerch (Reds!).
Kala itu, Dwi membantu Persiba di tengah krisis finansial, yaitu tidak memiliki dana untuk mengarungi Liga Primer Indonesia (LPI) 2013. Persiba lantas menjadi pionir tim profesional Indonesia yang menggunakan jersei buatan jenama dalam negeri.
Slogan ”from Jogja with love” terbukti hadir pula di industri pakaian sepak bola.
Dalam membuat jersei Persiba, Dwi tidak main-main. Ia punya banyak referensi desain karena hobi mengoleksi jersei klub luar maupun dalam negeri. Tak heran, setiap musim, Reds! hampir selalu menghadirkan mahakarya desain jersei yang dibicarakan banyak orang.
Jersei Persiba buatan mereka pada musim 2013, misalnya, mendobrak tren jersei sepak bola berwarna polos di era itu. Reds! memberikan motif batik di bagian tengah jersei untuk seragam kandang klub itu yang berwarna merah.
Setelah itu, jersei Persiba kembali menjadi buah bibir. Jersei tandang untuk Liga 3 2018 itu berdesain denim. Lalu, yang terbaru, Reds!, yang mengusung slogan ”trustdisional”, mendapat apresiasi dari desain monumental untuk jersei tandang Persikup Kulon Progo untuk Liga 3 Regional DIY 2021. Jersei itu menyajikan pemandangan lanskap alam Kulon Progo berupa sawah, jalan, dan pegunungan, layaknya gambar dasar pemandangan kreasi anak-anak di sekolah dasar.
Apresiasi tidak hanya hadir dari dalam negeri. Komunitas pencinta jersei sepak bola asal Inggris, The Kitsman, mengunggah foto dan memuji jersei tandang Persikup itu di akun Twitter @The_Kitsman, 1 Desember 2021 lalu.
Baca juga: Seragam Baru “Garuda” Bangkitkan Memori Emas SEA Games 1987
”Bagi saya, menjadi pembuat jersei tim besar bukan sebuah capaian berada di industri ini. Konsistensi hal yang paling penting sehingga saya menganut prinsip minimal dalam satu tahun ada satu jersei buatan kami yang dibicarakan,” kata Dwi yang juga berperan sebagai pembuat desain hingga terkadang kasir untuk toko Reds! di wilayah Bantul.
Pasar Eropa
Meski hanya memiliki anggota inti empat orang dan memproduksi jersei secara rumahan, Reds! telah menembus pasar Eropa. Sejak 2017, jersei produksi jenama itu telah dijual secara daring di laman Classic Football Shirts (CFS), salah satu toko penjualan jersei terbesar di dunia asal Inggris.
Kemudian, CFS menjadikan Reds! sebagai salah satu ritel eksklusif mereka sejak 2021. Alhasil, penjualan jersei Reds! di Eropa hanya tersedia di CFS. Secara total, Reds! telah memproduksi jersei sembilan klub. Selain Persiba dan Persikup, ada pula PSCS Cilacap, Persig Gunungkidul, Perseta Tulungagung, Persikaba Blora, Naga Emas Asri Tulungagung, PSM Madiun, dan PPSM Magelang.
Sementara jenama Artland Sport, yang berasal dari Sleman, juga hadir didasari kecintaan terhadap futsal dan sepak bola. Denny Deka, Supervisor Artland Sport, mengungkapkan, Artland hadir di tengah meningkatnya kebutuhan pembuatan jersei olahraga pada 2016 lalu.
Kondisi itu yang mengawali Artland serius mengembangkan ide dan inovasi. Awalnya, Artland memproduksi seragam untuk kompetisi regional, salah satunya Liga Futsal di Semarang, Jawa Tengah. Kemudian, mulai 2019, Artland mulai menjajaki kerja sama dengan klub Liga 3 yang dimulai dengan Persena Nagekeo dan PSIP Pemalang. Kedua tim masing-masing berkompetisi di regional Nusa Tenggara Timur dan Jawa Tengah.
Klub di daerah memiliki suporter yang fanatik yang menjadi peluang bagi industri apparel itu. Setelah mulai berkembangnya kehadiran produsen UMKM itu. (Hasani Abdulgani)
Setelah itu, Artland juga memulai kemitraan dengan PSBS Biak mulai Liga 2 2019 hingga 2021. Kontrak dengan durasi serupa juga dilakukan bersama tim Liga 2 lainnya, PSCS Cilacap. Pada Liga 3 edisi 2021, Artland memproduksi jersei untuk PPSM Magelang dan Persik Kendal.
”Meski industri rumahan, kami utamakan kualitas dan selalu hadirkan filosofi klub di jersei yang dikenakan pemain dengan kualitas yang tidak kalah dengan jenama besar (lokal). Kami bisa meraup keuntungan karena antusiasme suporter sangat baik untuk mendukung klub dengan membeli jersei asli,” ucap Deka yang dibantu 11 orang di dalam timnya untuk memproduksi jersei.
Hasani Abdulgani, pakar industri olahraga, menilai, kembali berjalannya kompetisi menjadi roda penggerak UMKM di sektor olahraga, salah satunya produsen apparel. Lebih lanjut, menurut Hasani, para pelaku industri pakaian olahraga itu telah berada di jalur yang tepat dengan mendukung klub-klub yang menjadi bagian dari kompetisi.
”Klub di daerah memiliki suporter yang fanatik yang menjadi peluang bagi industri apparel itu. Setelah mulai berkembangnya kehadiran produsen UMKM itu, tujuan selanjutnya adalah menjadikan produsen itu sebagai identitas dan kebanggaan daerah, bahkan nasional. Untuk itu, mereka harus stabil dan kontinu dalam berkarya. Kualitas produk juga harus berkembang,” kata Hasani.
Slogan ”from Jogja with love” terbukti hadir pula di industri pakaian sepak bola. Mereka hadir berkat kecintaan kepada sepak bola, lalu memberikan dampak bagi masyarakat sekitar, membantu klub, dan membawa nama Indonesia mengglobal....