Simson Abraham Situmorang percaya, lahir tanpa tangan dan kaki yang sempurna adalah kelebihan yang terselubung. Ia kemudian menjadikan renang sebagai jalan untuk membuka selubung itu.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Tepuk tangan mengiringi prosesi pengalungan medali perunggu bagi Simson Abraham Situmorang (28) di Kolam Renang Gelanggang Olahraga Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/8/2022). Hari itu, perenang kelas SB4 (berperawakan pendek dan gangguan pada alat gerak tubuh) menapaki sejarah baru dalam kariernya dengan meraih medali internasional pertama di ASEAN Para Games 2022.
Simson meraih perunggu di nomor 50 meter gaya dada. Dengan kondisi tubuh yang tidak memiliki tangan dan kaki, tidak ada yang menyangka dirinya akan berdiri di podium mewakili Indonesia. Padahal, belasan tahun sebelumnya, pandangan remeh, hinaan, dan cacian dari teman-temannya masih mengakrabi masa kecil Simson Abraham Situmorang.
Terlahir tanpa kedua tangan dan kaki yang sempurna, Simson kerap menjadi bahan olok-olok rekan sebayanya di sekolah dasar. Perenang difabel kelahiran Desa Cempedak, Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, itu ibarat si itik buruk rupa dalam dongeng karangan sastrawan Denmark, Hans Christian Andersen.
Ke manapun Simson melangkah, dunia seakan tiada pernah tersenyum kepadanya. Saat duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, Ia sempat dikeluarkan dari sekolah karena terlibat perkelahian dengan salah seorang temannya. “Saya tidak tahan selalu diejek tidak punya tangan dan kaki. Kami akhirnya bertengkar dan saya dikeluarkan dari sekolah,” kata Simson, Senin (1/8/2022).
Tidak ingin sakit hati kembali karena dihina, Simson memilih tidak melanjutkan sekolah dan beralih belajar di rumah. Sang ayah Mangasi Barnabas Situmorang dan ibunya Maryani Andong, untuk sementara menjadi guru yang mengajarkan Simson kecil berhitung, membaca, dan menulis. Lantaran memilih tidak menjalani pendidikan formal, hingga kini Simsons tak memiliki ijazah. Ia hanya mengantongi ijazah kejar paket.
Beranjak dewasa, Simson merasa sudah saatnya turut membantu keuangan keluarga dan berhenti menjadi beban. Selama di Desa Cempedak, tidak banyak aktivitas yang dia lakukan. Ia ingin hidup mandiri. Simson kemudian memutuskan merantau ke Pontianak untuk mencari pekerjaan.
Kendati merupakan penyandang disabilitas, Simson memiliki kemampuan desain grafis yang cukup mumpuni. Keterampilan itu ia peroleh dengan mengikuti sejumlah kursus. Berbekal keterampilan itu, Simson memberanikan diri merantau untuk mencari pekerjaan. Orangtua Simson dengan berat hati mengizinkannya merantau ke Pontianak.
Dengan bekal seadanya, Simson berangkat ke Pontianak dengan menumpang bus. Setibanya di Pontianak, Simson menumpang tinggal di rumah sepupunya. Perjuangan Simson mencari pekerjaan di Pontianak terasa sangat berat. Seorang diri dia berjalan menyusuri kota jengkal demi jengkal.
Membawa tas lusuh dan dokumen lamaran kerja, Simson memberanikan diri melamar pekerjaan untuk menjadi tenaga desain grafis. Ia masuk dari satu kantor ke kantor lain. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil. Empat kali Simson ditolak ketika mengajukan lamaran kerja.
“Waktu itu saya ditolak kerjaan karena pihak kantor bilang saya tidak punya ijazah,” ucap Simson.
Di tengah rasa putus asa akibat ditolak berkali-kali, saudara sepupu Simson mengajaknya berenang untuk menghibur diri. Simson mengiyakan ajakan itu. Sedari kecil, Simson memang sudah terbiasa berenang di sungai.
Saat berenang di kolam, seorang pelatih renang mengawasi Simson lekat-lekat. Ia menyadari bakat terpendam Simson, dan kemudian mengajaknya berlatih renang. Keesokan harinya, pelatih itu menjemput Simson dan mereka langsung berlatih renang. Simson yang tidak memiliki teknik dasar berenang yang baik sempat hampir menyerah saat dilatih pelatih tersebut.
“Sulit sekali belajar teknik renang di awal. Saya bisa renang tapi tidak tahu teknik yang benar. Dulu itu paling sulit saat belajar cara pernapasan dan gerakan badan. Renang di sungai sangat beda dengan di kolam,” katanya.
Sulit sekali belajar teknik renang di awal. Renang di sungai sangat beda dengan di kolam.
Enam bulan
Butuh waktu enam bulan bagi Simson untuk fasih menguasai teknik berenang. Agar Simson tetap berlatih, pelatih tersebut selalu memotivasi dan memberikannya semangat. Pelatih itu juga yang memperjuangkan Simson agar bisa masuk pemusatan latihan daerah Kalimantan Barat.
Semangat Simson untuk menekuni renang semakin berkobar saat meraih dua medali perak pada kejuaraan renang tingkat provinsi pada 2018. Dari prestasi itu karier renangnya terus menanjak hingga mewakili Kalbar di Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Papua 2021.
Saat Peparnas Papua, Simson meraih emas dari nomor 100 meter gaya dada kelas S5 dengan catatan waktu 2 menit 01,90 detik. Catatan waktu itu membuatnya memecahkan rekor nasional, mengungguli Munawar Haris yang mencatatkan waktu 2 menit 03,65 detik di Peparnas Jawa Barat 2016.
Prestasi di Peparnas inilah yang membuka jalan Simson untuk dipanggil ke pelatnas. Menjadi bagian dari pelatnas memberi kebanggaan bagi Simson dan keluarganya. Ia yang dulu dipandang sebelah mata kini mampu terbang tinggi, mengharumkan nama Desa Cempedak.
“ASEAN Para Games ini saya jadikan pijakan awal prestasi di level internasional. Semoga ke depan saya bisa menembus Asian Games, lalu Paralimpiade,” ujarnya.
Sebagaimana Simson, kehilangan anggota tubuh juga sempat membuat pebasket kursi roda Indonesia, I Komang Suparta, depresi. Mantan kuli angkut pasir di Karangasem, Bali, itu sempat tidak mau keluar rumah selama beberapa bulan setelah kaki kirinya diamputasi. Komang, yang kala itu bekerja menaikkan pasir ke truk, terjatuh dan kakinya terlindas ban truk.
“Sempat itu saya tidak mau keluar rumah saking malunya. Awalnya normal, tapi hanya punya satu kaki. Saya sampai depresi,” katanya.
Perlahan-lahan, Komang mulai membuka diri. Ia menerima ajakan dari rekannya yang seorang pebasket untuk bermain basket di Denpasar. Awalnya Komang tidak paham cara bermain basket. Namun, setelah mempelajarinya, lambat laun ia semakin terbiasa dan mencintai basket.
Komang yang awalnya terpuruk karena kehilangan satu kaki kini menjadi andalan tim basket kursi roda Indonesia. Perawakan dan jangkauan tangan yang tinggi menjadi andalannya dalam mencetak poin serta melewati lawan-lawannya. Ia turut mengantarkan tim basket kursi roda Indonesia meraih perunggu di nomor 3 X 3 di ASEAN Para Games 2022.
Simson dan Komang sempat mejalani kehidupan yang menempatkan mereka sebagai si itik buruk rupa. Dengan kemauan dan tekad pantang menyerah, keduanya menjadikan olahraga sebagai jalan untuk menunjukkan kelebihan terselubung mereka. Sebagaimana dikisahkan Andersen, pada akhirnya si itik buruk rupa kini telah berubah menjadi angsa yang indah.