Ratusan peserta antusias menjalani hari pertama Festival Akuatik Indonesia/Kejuaraan Nasional Akuatik Indonesia 2022. Mereka seolah melepas dahaga kompetisi yang kering selama pandemi Covid-19.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ratusan peserta menunjukkan antusiasmenya dalam menjalani hari pertama Festival Akuatik Indonesia/Kejuaraan Nasional Akuatik Indonesia 2022 di Arena Akuatik Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Para peserta itu seolah melepas dahaga kompetisi yang kering selama pandemi Covid-19.
Pada hari pertama Festival Akuatik Indonesia (FAI) 2022 yang dijadwalkan selama 26-29 Juli, sejumlah perenang mampu menunjukkan performa optimal di nomor perlombaan masing-masing. Tak sedikit yang berhasil memecahkan rekor waktu terbaik pribadinya.
Salah satunya perenang asal Banten, Yostiawan Tirta Wijaya (18). Atlet kelahiran Serang, Banten, 20 Februari 2004, itu ikut empat nomor, yakni 100 meter gaya bebas, 50 meter gaya bebas, 50 meter gaya punggung, dan 50 meter gaya kupu-kupu.
Pada hari pertama FAI, Yostiawan hanya turun pada babak kualifikasi 100 meter gaya bebas kelompok usia A (16-18 tahun). Walau belum bisa lolos putaran final, dia mampu memperbaiki catatan waktu terbaiknya, yakni dari 57,49 detik dalam Indonesia Terbuka 2021 di Arena Akuatik Senayan akhir tahun lalu menjadi 57,15 detik dalam FAI ini. ”Saya puas dengan hasil itu meski belum bisa lolos ke final dan masih di bawah target saya 55-56 detik,” ujarnya.
Salah satu faktornya, lanjut Yostiawan, dia sangat bersemangat untuk kembali ikut kompetisi skala nasional setelah terakhir kali pada Indonesia Terbuka 2021. Apalagi FAI ini adalah FAI perdananya. Bahkan, dirinya mempersiapan latihan untuk berpartisipasi dalam FAI sejak dua bulan lalu.
”Atmosfer persaingan di sini seru, bagus, dan ketat. Pokoknya senang bisa bertemu dengan perenang-perenang dari daerah lain dan main lagi di kolam renang Senayan yang kualitasnya bagus banget, airnya adem, dan genangan lebih tenang. Semuanya membuat saya nyaman dan lebih terpacu tampil lebih optimal,” katanya.
Dampak pandemi
Menurut Yostiawan, dalam tiga tahun terakhir atau sejak pandemi di awal 2020, dia hanya ikut enam kompetisi, termasuk FAI ini. Intensitas perlombaan yang diikutinya jauh menurun dibandingkan dengan sebelum pandemi yang bisa empat kejuaraan per tahun.
Naluri kompetisi hanya dibina dengan mengadakan simulasi perlombaan di antara rekannya di klub Tirta Winaya, Serang. ”Namun, itu tidak sepenuhnya mengangkat mental bertanding karena berbeda rasanya lomba melawan rekan sendiri dan perenang dari daerah lain,” tutur Yostiawan.
Atmosfer persaingan di sini seru, bagus, dan ketat.
Performa serupa ditunjukkan oleh perenang putri Lampung, Altafunissa Ayu Syifa (14). Atlet kelahiran Metro, Lampung, 27 November 2007, itu ikut lima nomor, yakni 100 meter gaya bebas, 50 meter gaya bebas, 100 meter gaya kupu-kupu, 50 meter gaya kupu-kupu, dan 50 meter gaya punggung.
Pada kualifikasi nomor 100 meter gaya bebas putri kelompok usia B (14-15 tahun), Ayu menyamai catatan waktu terbaiknya 1 menit 5 detik yang dicetak dalam Piala Gubernur Lampung 2022 awal bulan ini. Ayu mengatakan, motivasinya tampil optimal timbul karena aura persaingan yang positif dalam FAI ini.
”Saya sudah dua kali ikut FAI, pada 2019 dan kali ini. Saya rasa FAI tahun ini jauh lebih semarak, ya. Mungkin karena lama tidak ada kompetisi, jadi semuanya lebih semangat untuk ikut FAI ini. Kami semua rindu lomba bareng di level nasional,” ungkap Ayu.
Sempat bosan
Ayu menuturkan, dirinya sempat bosan dengan tidak adanya kompetisi selama pandemi. Saat itu, dia dan rekan-rekannya hanya fokus berlatih tanpa tahu kepastian kapan bisa kembali berlomba. Namun, dia coba menyegarkan ingatan mengenai cita-citanya yang ingin menembus pemusatan latihan nasional (pelatnas) setidaknya pada usia 16 tahun.
Maka itu, Ayu tetap meneruskan program latihan. ”Ketika itu, saya pun diyakinkan para pelatih bahwa kompetisi akan ramai lagi sehabis pandemi. Jadi, saya harus tetap berlatih keras agar selalu siap kalau tiba-tiba lomba diadakan lagi. Untuk menjaga naluri perlombaan, saya rutin menonton rekaman lomba di Youtube. Dengan melihat aksi atlet-atlet idola di Youtube, motivasi saya untuk sehebat mereka terus terjaga,” terang Ayu.
Ayah perenang putri kelahiran Bali, Ni Putu Pande Lisa Primasari (15), I Putu Sudana (53) menyampaikan, sebelum pandemi, iklim kompetisi nasional sejatinya sudah minim. Rata-rata hanya empat-enam kejuaraan per tahun. Akan tetapi, mayoritas ajang itu diselenggarakan di Pulau Jawa. Untuk atlet dari luar Jawa, kalau tidak nekat berangkat ke Jawa, mereka tidak akan mendapatkan asupan jam terbang setara.
Oleh karena itu, sejak awal 2020, Sudana berinisiatif memindahkan Lisa ke dalam naungan klub renang JAQ Jakarta dan membela DKI Jakarta. Dengan begitu, Lisa yang memegang rekor nasional 100 meter gaya bebas putri kelompok usia B itu diharapkan bisa mendapatkan level latihan dan kesempatan ikut kompetisi kelas nasional ataupun internasional lebih tinggi.
”Kompetisi itu penting sekali untuk meningkatkan pengalaman atlet. Selama ini, lomba kebanyakan di Jawa. Di Bali saja, kurang. Untuk itu, saya pindahkan Lisa ke klub JAQ Jakarta dan membela Jakarta. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing Lisa. Di Jakarta, Lisa bisa bertemu rekan latihan yang sepadan, bahkan lebih baik. Dia juga mendapatkan peluang ikut lomba ke luar negeri,” ujar Sudana.
Perenang putri pelatnas yang meraih emas 100 meter gaya punggung SEA Games 2021 di Vietnam pada Mei lalu, Flairene Candrea Wonomiharjo, mengatakan, efek rendahnya intensitas kompetisi nasional tampak dalam FAI ini. Rekan seklubnya di Millennium Aquatic Jakarta, misalnya. Saat latihan, mereka memperlihatkan semangat luar biasa. Namun, ketika kompetisi, mereka justru melempem.
Aura semangat mereka tidak muncul dalam lomba. Hal itu tak lain karena mereka demam panggung karena kurang ikut perlombaan. Mental yang tidak teruji menyebabkan mereka gugup sehingga tak mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Karena itu pula, Flairene ragu muncul perenang baru yang bisa memperkuat tim Indonesia dalam waktu dekat, terutama untuk SEA Games 2023 di Kamboja. ”Fenomena itu turut disesalkan pelatih pelatnas Michael Piper (asal Australia). Kata Piper, di luar negeri, kompetisi ada setiap minggu dari skala kecil dan besar. Sedangkan di Indonesia, kompetisi jarang banget, hanya satu lomba untuk setiap tiga-empat bulan. Hal itu membuat mental bertanding perenang Indonesia tidak tumbuh. Padahal, ada potensi,” ucap Flairene.