Bermain di Piala Dunia akan menjadi lompatan bersejarah untuk tim nasional bola basket. Namun, jika belum bisa bersaing, kesempatan itu akan menjadi bumerang.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Rencana Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia melobi FIBA menghadirkan pro dan kontra di media sosial. Ada yang mendukung, banyak juga yang mengkritik. Selisih pendapat itu mengerucutkan tanda tanya, haruskah Indonesia tampil di Piala Dunia 2023?
Seperti disampaikan Ketua Umum PP Perbasi Danny Kosasih pada Kamis (21/7/2022), mereka akan berjuang untuk bisa meloloskan tuan rumah Indonesia ke Piala Dunia. Berbagai cara akan ditempuh, salah satunya berkomunikasi dengan FIBA.
Jalan tim nasional bola basket Indonesia ke Piala Dunia sudah tertutup. Mereka tidak mampu memenuhi syarat FIBA untuk lolos 8 besar Piala Asia 2022, yang ditujukan agar tidak terjadi ketimpangan antara level timnas dan dunia. Timnas juga sudah tersingkir di babak pertama kualifikasi Piala Dunia.
Ide untuk bernegosiasi dengan FIBA pun muncul. Pengurus PP Perbasi menilai, Indonesia sudah semestinya mendapat spot berlaga sebagai tuan rumah. Keinginan itu wajar mengingat tim tuan rumah selalu ikut serta dalam sejarah turnamen ini sejak 1950 di Argentina.
Menurut Danny, kehadiran gedung basket baru berkapasitas sekitar 16.000 penonton akan menjadi alat negosiasi. ”Kalau tuan rumah tidak main, pasti memengaruhi suporter. Kita juga tidak mau bangun gedung dan hanya 1.000 orang yang nonton. Jadi kami harap FIBA mempertimbangkan lagi,” ucapnya.
Bagi timnas, bisa mengikuti Piala Dunia untuk pertama kalinya adalah sebuah langkah bersejarah. Ajang itu bisa mendorong kemajuan bola basket Tanah Air. Hal yang akan paling terlihat berkembang adalah kualitas timitu sendiri.
Piala Asia adalah cermin paling nyata. Jika ajang itu tidak diadakan di Jakarta dan Indonesia tidak ikut serta, mungkin tidak akan ada juga berbagai program akselerasi timnas, seperti menghadirkan pemain naturalisasi level NBA, Marques Bolden, dan pelatih berpengalaman di Asia, Rajko Toroman.
Program yang dimulai sejak 2019 itu membuat timnas bergerak sangat jauh. Salah satu tolok ukurnya adalah raihan medali emas pertama di SEA Games Vietnam 2021, mengalahkan Filipina, juara bertahan dengan kultur bola basket yang kuat. Jika tidak bersiap untuk Piala Asia, mungkin memenangi SEA Games masih menjadi mimpi saat ini.
Kehadiran tuan rumah di Piala Dunia juga bisa menginspirasi generasi muda. Mereka akan percaya bahwa pebasket Indonesia juga mampu tampil di level tertinggi, bersama negara-negara terbaik dalam bola basket. Kultur bola basket akan tumbuh subur yang bisa berpengaruh terhadap industri.
Belum pantas
Namun, pertanyaan lainnya, apakah Indonesia sudah cukup untuk bersaing di level dunia? Jawaban itu terpampang nyata dalam laga terakhir Indonesia, ketika kalah 58-108 dari China di kualifikasi (playoff) perempat final. Mereka tertinggal 50 poin dari China, tim yang kemudian terhenti di babak delapan besar Piala Asia.
Kami memasang target sangat tinggi. Apakah realistis tampil di sana dengan persiapan beberapa tahun saja? Bisa bayangkan tim ini bertanding di level dunia?
Pelatih Kepala Indonesia Milos Pejic juga menyiratkan, belum waktunya timnas tampil di Piala Dunia. ”Kami memasang target sangat tinggi. Apakah realistis tampil di sana dengan persiapan beberapa tahun saja? Bisa bayangkan tim ini bertanding di level dunia?” tanyanya setelah lawan China.
Alasan ketidaksiapan itu yang membuat FIBA datang dengan syarat kepada Indonesia. Tidak seperti dua tuan rumah bersama lain, Jepang dan Filipina, yang langsung mendapat tiket langsung ke Piala Dunia. Sejak jauh hari, mereka ingin Indonesia membuktikan diri berada di 8 besar Piala Asia lebih dulu.
Persyaratan itu datang dengan berbagai konsekuensi. FIBA sadar apa yang akan terjadi jika tuan rumah tidak bermain. Namun, mereka juga mengetahui, risiko lebih besar seandainya tuan rumah tertinggal kualitas begitu jauh. Jika Indonesia tidak bisa bersaing, kultur bola basket yang sedang tumbuh bisa hancur begitu saja.
Antusiasme pendukung bola basket Tanah Air selalu mengikuti gelombang prestasi timnas. Seperti saat ini, antusiasme begitu besar karena Indonesia telah berkembang pesat, terutama setelah meraih emas di Vietnam.
Bayangkan jika Indonesia dikalahkan telak berkali-kali oleh tim level dunia. Momentum yang sedang dibangun itu bisa hancur begitu saja. Kepercayaan pendukung bisa berbalik menjadi bumerang, seperti saat rentetan kekalahan telak Indonesia di kualifikasi Piala Asia dan Piala Dunia.
Idealnya, momentum emas SEA Games dan 12 besar Piala Asia dijadikan pijakan untuk melangkah maju serta refleksi. PP Perbasi bisa melihat lagi, apa yang sudah bagus dan yang perlu dibenahi.
Untuk berada di level dunia, bola basket Indonesia perlu dibenahi dari hulu ke hilir. Mulai dari kualitas dan struktur kompetisi, pembinaan pemain muda, hingga kurikulum pelatih. Tentu sambil mempersiapkan timnas untuk menatap ajang terdekat tahun depan, SEA Games dan Asian Games.
Harapannya, Indonesia bisa punya modal lebih ketika bersaing di Piala Asia berikutnya, lalu bisa lolos ke Piala Dunia selanjutnya. Banyak cara untuk menimba ilmu dari tim-tim di Piala Dunia, tanpa harus bertanding dengan mereka.
Sekarang, pertanyaan mengarah ke PP Perbasi. Apakah Indonesia sudah pantas bermain di Piala Dunia? Sebab, pada awalnya, mereka juga yang menyetujui syarat FIBA untuk lolos terlebih dulu ke 8 besar Piala Asia sebelum bisa menjadi peserta di Piala Dunia.