Tim Jepang tidak takut bersaing hanya karena kalah dalam postur di Piala Asia FIBA. Mereka punya jalan lain, yaitu mengoptimalkan kecepatan pemain, seperti ketika menghadapi Australia.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Jepang, meskipun kalah dari juara bertahan Australia, memberikan teladan bagaimana tim yang kalah postur seharusnya bermain. Sang ”Tim Kurcaci” menonjolkan kelebihan lain, yaitu kecepatan dan kemampuan menembak.
Jepang kalah dari Australia, 85-99, dalam laga perempat final Piala Asia FIBA 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (21/7/2022). Tanpa Yuta Watanabe, bintang NBA yang merupakan pemilik skor dan rebound terbanyak di tim itu, Jepang masih mampu mengimbangi permainan lawannya, tim peringkat ketiga dunia.
”Saya masih menenangkan diri setelah ketegangan di kuarter keempat tadi. Saya pikir tim Jepang menunjukkan sesuatu yang luar biasa. Mereka bisa memanfaatkan itu (kalah postur) dengan gaya main mereka. Hanya saja, tim saya memainkan serangan terbaik di turnamen ini,” kata Pelatih Australia Michael Kelly.
Tanpa Watanabe (2,06 meter), Jepang hanya memiliki satu pemain inti dengan tinggi di atas 2 meter, yaitu Luke Evans (2,03 meter). Pada laga itu, serangan Jepang dipimpin point guard Yuki Togashi yang tingginya bahkan hanya 1,67 meter. Sementara Australia dipimpin dua center, Thon Maker (2,16 meter) dan Samson Froling (2,12 meter).
Australia lantas memanfaatkan keunggulan postur tubuh itu. Mereka memenangi pertarungan rebound, 51-29, juga mencetak 36 poin di area berwarna (paint area). Namun, Jepang tak tinggal diam. Mereka menghujani lawan dengan tiga angka setelah membuka ruang dengan kecepatan dribel dan rotasi bola.
Adapun Watanabe hanya bisa mendukung rekan-rekannya dari bangku cadangan. Pebasket yang musim lalu bermain untuk klub NBA, Toronto Raptors, itu nyaris selalu berdiri pada kuarter terakhir. Ketika berjalan ke ruang ganti, dia berkata sangat ingin bermain, tetapi cedera engkel lantas menghalanginya.
Saya sangat bangga karena mereka tidak pernah menyerah. Saya sangat suka sikap itu. Ini gaya kami bermain basket. (Tom Hovasse)
Jepang, dipimpin penembak andal dari skuad cadangan, Keisei Tominaga (21), menciptakan 20 lemparan tiga angka dari 43 percobaan. Tominaga, yang mencetak 33 poin, memasukkan delapan kali tembakan tiga angka di antaranya. Togashi, pemain terpendek di lapangan, turut menyumbang empat lemparan.
Menjelma jadi Curry
Tominaga menjelma jadi Stephen Curry, bintang NBA idolanya yang bisa memasukkan bola dari mana saja. Pemain yang sudah setahun bermain di NCAA Divisi 1 itu bahkan sempat menciptakan tiga angka dari logo Piala Asia di tengah lapangan. ”Saya sangat terinspirasi darinya (Curry),” ucap Tominaga.
Tim berjuluk ”Akatsuki Five” itu pun sempat menipiskan jarak, yaitu menjadi 9 poin, pada empat menit terakhir laga itu. Padahal, mereka memulai kuarter keempat dengan ketinggalan 21 poin, 54-75. Tidak pelak, Pelatih Jepang Tom Hovasse bangga dengan upaya para pemainnya.
”Saya sangat bangga karena mereka tidak pernah menyerah. Saya sangat suka sikap itu. Ini gaya kami bermain basket. Cepat dan terus menekan hingga akhir. Sayangnya, Anda butuh bermain konsisten 40 menit untuk mengalahkan Australia,” ungkap Hovasse.
Sepanjang konferensi pers, Hovasse tidak sekali pun membahas kekalahan dalam hal postur. Dia sudah mengamini kekurangan itu sejak menerima tawaran menjadi pelatih tim putri Jepang, 2017 lalu. Menurut dia, selalu ada kelebihan yang bisa dimanfaatkan dalam setiap kekurangan.
Senjata utama
Hovasse, yang lantas memegang tim putra Jepang pada 2021, menjadikan kecepatan sebagai senjata utama tim. Togashi dan rekan-rekan sering kali sudah menembak, bahkan ketika waktu masih menyisakan belasan detik.
Karena sulit bersaing di area dalam, mereka menjadikan lemparan tiga angka sebagai senjata utama. Lemparan itu menjadi kemampuan wajib semua pemain. Jepang lantas memecahkan rekor lemparan tiga angka, yaitu 27 kali, saat melawan Suriah di babak penyisihan grup.
”Anda harus (bermain cepat). Itu disebut bola basket analitik. Bermain dengan data. Ketika Anda mulai menciptakan tiga angka, lawan akan menjaga di area luar. Setelah itu, Anda bisa masuk ke dalam dengan kecepatan dan mencetak angka lebih mudah. Itu semua tentang membuka ruang,” tutur Hovasse yang meraih perak Olimpiade Tokyo 2020 bersama tim putri Jepang.
Hovasse percaya, gaya bermain timnya itu bisa membawa Jepang terbang tinggi untuk bersaing di level dunia. ”Kami punya banyak pemain muda yang tampil baik di turnamen ini, seperti Tominaga. Dengan Yuta dan Rui Hachimura, masa depan bola basket Jepang akan menarik,” lanjutnya.
Di sisi lain, Australia menang berkat kontribusi tiga pemain, yaitu Maker (21 poin, 13 rebound), Rhys Vague (19 poin), dan Froling (15 poin). Ketiga pemain setinggi lebih dari 2 meter itu berbagi peran. Maker dan Froling di area dalam, sedangkan Vague dari area luar.
Australia akan ditantang tim satu benua, Selandia Baru, di semifinal. Selandia Baru memenangi pertarungan ketat atas Korea Selatan, 88-78. Guard Flynn Cameron (22) menjadi pahlawan kemenangan Selandia Baru lewat sumbangan 22 poin, 9 rebound, dan 8 asis.
Pada laga semifinal lainnya, dua tim Timur Tengah, Lebanon dan Jordania, akan saling jegal. Laga semifinal ini akan berlangsung di Istora, Sabtu sore.