IPO, NFT, dan “Semesta Lain” Bali United
Dalam lima tahun terakhir, Bali United tidak hanya menjelma sebagai kekuatan dominan baru di Liga 1 Indonesia. Mereka juga menjadi pionir klub sepak bola yang terjun secara optimal dalam industri olahraga.
Bali United ibarat sebuah oase dari kemaraunya perkembangan industri sepak bola Indonesia pada dekade kedua abad ke-21. Sejak hadir di Liga Indonesia musim 2015, tim berjuluk “Serdadu Tridatu” itu tak henti-hentinya menghadirkan inovasi yang mendekatkan mereka dengan wujud klub sepak bola profesional, seperti klub dari Benua Eropa.
Di luar mencetak sejarah baru sebagai tim pertama meraih gelar Liga Indonesia beruntun, tim yang bermarkas di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, itu menghadirkan cetak biru bagi perjalanan sebuah klub ideal di era industri olahraga modern.
Hanya dalam waktu kurang dari lima tahun hijrah markas dari Samarinda, Kalimantan Timur, dengan nama Putra Samarinda, ke “Pulau Dewata”, Bali United menghadirkan sejumlah gebrakan yang belum dijalankan oleh klub Indonesia lainnya yang lebih dulu telah mapan secara jenama dan basis suporter.
Baca juga : Gairah Sepak Bola Kembali di Bali
Setelah sempat menggunakan nama Bali United Pusam di musim debut tampil di Bali, Serdadu Tridatu resmi mendaftarkan nama baru menjadi Bali United pada kompetisi edisi 2016. Setahun dengan nama baru itu, Bali mendirikan dua anak perusahaan, yaitu PT Kreasi Karya Bangsa dan PT Bali Boga Sejahtera. Lalu, mereka mengakuisisi saham mayoritas PT Radio Swara Bukit Bali Indah.
Kehadiran tiga anak perusahaan itu adalah awal dari Bali membentuk “semesta lain” yang belum pernah dilakukan oleh klub-klub Indonesia lainnya. Misalnya, pada 2018, Bali meresmikan Bali United Café yang dikelola oleh PT Bali Boga Sejahtera.
Kafe yang berada di kawasan Stadion Wayan Dipta itu membuktikan bahwa klub Indonesia bisa membangun sebuah fasilitas yang memanjakan pendukung. Bali United Café bukan sekedar tempat makan, tetapi juga memberikan pengalaman baru untuk pendukung Bali United mengaitkan diri mereka dengan klub kesayangannya.
Tak hanya kafe, pengalaman di Wayan Dipta juga tidak bisa ditemukan di stadion lain di Indonesia berkat keberadaan Bali United Playland dan Bali United Megastore. Bali juga memiliki media khusus klub, yaitu Bali United TV dan Bali United FM.
Prestasi Bali ketika merengkuh titel Liga 1 perdana di musim 2019 juga dibarengi dengan gebrakan besar dengan melantai di Bursa Efek Indonesia. Nama emitan PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA) menjadi perusahaan di ranah industri olahraga pertama di Indonesia yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) per 17 Juni 2019.
Penjualan saham secara publik berjumlah 2,5 miliar lembar saham atau sekitar 42,44 persen dari total saham kepemilikan perseroan. Dari secara total 6 miliar lembar saham yang dimiliki BOLA, mayoritas saham sebesar 56,74 persen atau sekitar 3,4 miliar lembar dipegang oleh individu warga negara Indonesia.
Melantai di bursa saham menjadikan Bali United sebagai tim Asia Tenggara pertama yang membuka kesempatan publik memiliki saham kepemilikan. Untuk di Asia, Bali adalah tim kedua setelah raksasa Liga China, Guangzhou Evergrande. Memasuki tahun ketiga melantai di BEI, rata-rata harga saham BOLA per lembar ialah Rp 330,89.
Peluncuran Baliverse ini juga upaya edukasi kami terkait NFT kepada komunitas di Bali dan luar Bali. Kami berharap pengetahuan tentang manfaat investasi NFT dapat meningkatkan literasi finansial bagi seniman di Bali. (Dhika Himawan)
Direktur Utama PT Bali Bintang Sejahtera Yabes Tanuri mengungkapkan, sejumlah inovasi di bidang industri sepak bola itu telah menjadi nafas sejak Bali United hadir pada 2015. Tetapi, demi menghadirkan gebrakan demi gebrakan itu, kata Yabes, dirinya mempelajari dengan seksama kiprah klub-klub profesional di Eropa.
“Kami coba terapkan apa yang klub-klub itu lakukan dengan menyesuaikan apa yang bisa dilakukan di Indonesia. Tentu, tidak bisa semua kami jalankan di Bali. Jadi, satu per satu kami terapkan sembari terus belajar untuk meningkatkan seluruh aspek di Bali United,” kata Yabes kepada Kompas di Bali, Senin (27/6/2022).
Lebih lanjut, ia menyebutkan klub-klub yang menjadi panutan bagi pengelolaan Bali United, di antaranya, Manchester United dan Paris Saint-Germain. Dua klub itu dijadikan Yabes sebagai panutan dalam rangka peningkatan kesadaran jenama (brand awareness). Sebagai contoh, kedua klub itu menjadi patokan Bali dalam membangun kafe dan megastore yang menjadi pusat penjualan atribut klub.
“Baliverse”
Setelah menjadi juara Indonesia dan masuk dalam jajaran perseroan terbuka, Bali kembali mendirikan anak perusahaan yang diberi nama PT Ekonomi Baru Investasi Teknologi pada 2021 lalu. Anak perusahaan teranyar itu kemudian mengelola PT Pedagang Aset Kripto.
Kehadiran dua perusahaan itu menjadi modal awal Bali terjun ke dunia cryptocurrency. Serdadu Tridatu pun menghadirkan non-fungible token (NFT) yang diberi nama Baliverse pada Januari 2022 lalu. Untuk menghadirkan produk NFT itu, Bali menggandeng seniman asal Bali yang juga pendukung setia Serdadu Tridatu, Raka Jana. Dilansir Open Sea, Baliverse berisi 8.000 NFT milik Raka.
Baca juga : Pertaruhan Kualitas Liga 1
Chief Product Officer Bali United Dhika Himawan mengungkapkan, persiapan untuk meluncurkan produk NFT telah dilakukan sejak 2021. Dhika menuturkan, keterlibatan Bali United dalam ranah aset digital tidak sekedar untuk mencari profit.
“Peluncuran Baliverse ini juga upaya edukasi kami terkait NFT kepada komunitas di Bali dan luar Bali. Kami berharap pengetahuan tentang manfaat investasi NFT dapat meningkatkan literasi finansial bagi seniman di Bali,” kata Dhika.
Baliverse pun masih terus dikembangkan. Selain untuk penjualan aset karya seni digital, pemilik NFT Baliverse direncanakan pula untuk mendapat keuntungan untuk berinteraksi dengan klub Bali United.
Megaklub
Selain inovasi baru di lini bisnis, Bali United juga mengemas diri sebagai megaklub yang tidak hanya berkiprah di dunia sepak bola. Pada awal 2019, Bali United melihat peluang dengan baik di dunia e-sports. Untuk itu, Bali United membentuk tim e-sports bernama Island of Gods (IoG).
Tim itu memiliki empat divisi, yakni Mobile Legends, PUBG Mobiles, FIFA, dan Free Fire. IoG adalah respons Bali United untuk menangkap demam e-sports di generasi muda.
Kami harus berusaha membangun kesadaran tentang klub ini dari nol. Jadi, kami memastikan (sponsor) bahwa keberadaan kami di Bali untuk jangka panjang. (Yabes Tanuri)
Kemudian, pada 2021, Bali terjun pula ke Liga Basket Indonesia (IBL) dengan membentuk Bali United Basketball Club. Keputusan Bali United itu diikuti pula oleh Persita Tangerang yang membentuk Tangerang Hawks dan RANS Nusantara yang juga berkiprah di IBL dengan nama RANS PIK mulai musim 2022.
Dalam pembentukan dua klub di luar sepak bola tidak melulu ditargetkan untuk langsung menjadi juara dalam waktu singkat. Bagi Yabes, hal yang terpenting adalah kedua tim itu menunjukkan peningkatan prestasi di setiap tahunnya.
Kerja keras
Demi menjadi klub yang mapan secara bisnis dan prestasi, Yabes menuturkan, kerja keras dari seluruh pihak adalah hal penting yang membawa Serdadu Tridatu berada di titik saat ini. “Kami harus berusaha membangun kesadaran tentang klub ini dari nol. Jadi, kami memastikan (sponsor) bahwa keberadaan kami di Bali untuk jangka panjang,” kata Yabes.
Baca juga : Stefano ”Teco” Cugurra, Pemberi Garansi Trofi
Pertanda manajemen Bali United serius untuk membangkitkan geliat sepak bola di “Pulau Dewata” ditandai dengan kontrak sewa Stadion Wayan Dipta selama 16 tahun yang diawali kontrak hak guna selama lima tahun sejak Januari 2017.
Selain itu, kontrak sewa tanah dan bangunan yang dilakukan Bali juga jangka panjang dengan hak guna lebih dari 15 tahun. Tak bisa dipungkiri, seluruh aset hak guna itu menjadi penunjang bagi Bali United untuk mewujudkan inovasi baru.
Keberanian Bali United untuk secara paripurna memanfaatkan pangsa pasar industri olahraga yang tinggi di Indonesia patut diapresiasi. Mereka membuka kesempatan dan melecut tim sepak bola profesional lainnya di Indonesia untuk berpikir melebarkan pengaruh klub di luar lapangan hijau.
Sudah saatnya klub profesional di Tanah Air berani berekspansi ke “semesta lain”. Kalau tidak, kans mereka untuk menyaingi Serdadu Tridatu dari sisi prestasi dan finansial akan semakin tertutup. Lantas, iklim industri sepak bola Indonesia pun tidak akan maju.