Sanksi "long lap" yang dijatuhkan kepada Fabio Quartararo menuai pro dan kontra. Namun, penalti itu tetap wajib dijalankan saat balapan MotoGP di Silverstone yang akan menandai babak baru ujian mental juara "El Diablo".
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·7 menit baca
ASSEN, MINGGU – Fabio Quartararo mendapat kado kurang menyenangkan menjelang liburan musim panas menyusul insiden di Assen, Belanda, Minggu (26/6/2022). Dia bukan hanya gagal meraih tambahan poin yang sangat krusial dalam persaingan juara, tetapi juga akan menjalani hukuman putaran panjang atau long lap penalty dalam balapan berikutnya di Silverstone, Inggris, 5-7 Agustus 2022. Jika Quartararo mampu memetik sisi positif dari situasi muram ini, dia akan menjadi pebalap yang jauh lebih kuat.
Quartararo sudah pernah mengalami masa-masa sulit, seperti pada 2020 di mana dia terbelenggu oleh kemarahan karena masalah keandalan motor YZR-M1 sehingga peluang dia juara pupus. Dia mengatasi masalah psikis itu dengan mengalihkan fokus pada apa yang bisa dia perbaiki, bukan mengeluh. Selain itu, dia juga mengelola kemarahan, sehingga setiap masukan yang dia sampaikan kepada mekaniknya bisa lebih jelas dan detail untuk perbaikan M1.
Buah dari transformasi mental Quartararo itu adalah gelar juara dunia MotoGP pada musim 2021. Pebalap andalan Monster Energy Yamaha itu menjadikan M1, yang kalah cepat dari Ducati Desmosedici GP, mampu kompetitif. Hal itu terjadi karena dia fokus pada kekuatan motornya, bukan kelemahan M1.
Di awal musim 2022, dia kembali mengalami masalah yang menjengkelkan karena permintaanya untuk mendapatkan kecepatan puncak lebih dari M1 tidak terpenuhi. Motor musim ini tidak berbeda jauh dari musim lalu. Dia pun mengalami kesulitan mengoptimalkan M1 dalam beberapa balapan awal musim ini. Akan tetapi, dia kemudian mengalihkan fokus pada keunggulan M1. Titik balik mentalitas Quartararo capai saat finis ketujuh di seri COTA, Amerika Serikat.
Dalam balapan seri keempat MotoGP 2022 itu, dia bisa bersaing ketat dengan Marc Marquez yang motornya jauh lebih unggul dalam top speed. Di COTA, kecepatan puncak M1 yang dipacu "El Diablo" juga kalah cepat 10-13 kilometer per jam dari Ducati Desmosedici GP yang dipacu pemenang balapan, Enea Bastianini dari Gresini Racing.
Namun, fakta bahwa M1 masih bisa dimaksimalkan saat balapan dengan pendekatan yang berbeda membuat Quartararo bangkit. Hal itu ditandai dengan kemenangan dalam seri berikutnya di Portimao, Portugal. Quartararo kemudian meraih empat podium lagi, yaitu dua kali finis di posisi kedua serta dua kemenangan di Barcelona dan Sachsenring.
Dua kemenangan itu membuat Quartararo sangat percaya diri karena feeling pada M1 sangat kuat. Feeling itulah yang membuat dia yakin bahwa pilihan ban belakang kompon medium akan mengantarnya ke puncak podium. Pilihan ban itu awalnya diragukan merupakan pilihan tepat, tetapi Quartararo meyakinkan timnya dan membuktikan diri sebagai "raja baru" Sachsenring.
Fokus Quartararo dalam beberapa balapan terakhir, khususnya saat menang di Barcelona dan Sachsenring, adalah berusaha secepat mungkin berada di posisi terdepan setelah start. Hal itu merupakan modal awal untuk meraih kemenangan karena M1 kalah cepat dari Ducati dan Aprilia, dua tim yang kini menjadi lawan terkuatnya. Jika terlalu lama berada di belakang pebalap lain, dia akan sulit menang, seperti di Jerez dan Le Mans, dua trek di mana Quartararo dan Yamaha optimistis bisa meraih podium tertinggi.
Dua kemenangan itulah yang kemudian membuat Quartararo menerapkan pola pendekatan yang sama saat balapan di Assen. Dia menyerang agresif sejak start untuk bisa secepat mungkin memimpin balapan, kemudian melesat sendirian. Namun, balapan di "Katedral Kecepatan". ketika dia menang musim lalu, tidak berjalan mulus.
Memaksakan diri
Jika diamati dari rekaman balapan, saat menusuk di sisi dalam tikungan 5 untuk mendahului Aleix Espargaro, Quartararo terlalu memaksakan diri. Dia masuk terlalu cepat, sehingga melebar dan bersenggolan dengan Espargaro sebelum terjatuh. Motornya, yang meluncur di aspal, mendorong Espargaro dan Aprilia RS-GP keluar hingga area kerikil run-off. Espargaro bisa menjaga motornya tidak terjatuh dan melanjutkan balapan di posisi ke-15 dan finis keempat.
Alasan mengapa Fabio melakukan langkahnya adalah karena feeling dia dengan motornya super tinggi saat ini. Kita melihat itu di tikungan pertama di Jerman dengan Pecco. (Aleix Espargaro)
Insiden itu merusak peluang Espargaro menenangi balapan sekaligus membuat Quartararo pulang dengan poin nol serta sanksi putaran panjang. Padahal, jika Quartararo sedikit lebih bersabar dalam usaha menggusur Espargaro dari posisi kedua itu, kisah liburan musim panasnya akan lebih indah karena selisih poinnya dengan para rival tidak terpangkas.
Quartararo memang mengakui, kecerobohannya itu merupakan kesalahan yang sangat bodoh. Tetapi dia tidak pernah berpikir dirinya akan dijatuhi sanksi penalti panjang untuk balapan berikutnya. "Balapan ini membuat saya sedikit marah. Saya tahu bisa bersaing meraih kemenangan, tetapi saya membuat kesalahan bodoh. Saya akan belajar dari itu," ujar Quartararo di mixed zone Assen kepada BT Sport.
Quartararo kemudian dipanggil oleh panel Steward FIM MotoGP dengan didampingi Direktur Tim Monster Energy Yamaha Massimo Meregalli. Dalam pertemuan itu, Quartararo terlihat memberikan argumen dengan gigih. Meregalli pun menyampaikan pembelaan pada pebalap andalannya itu. Setelah pertemuan selesai, mimik wajah Quartararo jelas menujukan dirinya tidak puas dengan keputusan Steward.
"Panel Stewards FIM MotoGP menilai Quartararo terlalu ambisius dalam usaha mendahului Espargaro. (Pebalap) #20 tidak dalam posisi untuk menyelesaikan langkah itu dengan sukses dan kemudian terjatuh, menyebabkan kontak dengan #41 dan memaksanya melebar," bunyi pernyataan institusi itu di laman MotoGP.
Sanksi ini menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi Quartararo dinilai layak menerima sanksi karena ceroboh. Sebagian pihak lainnya menilai insiden itu wajar terjadi dalam balapan, sehingga Quartararo tidak seharusnya dijatuhi sanksi. Dalam insiden sebelumnya, yaitu saat Takaaki Nakagami menyebabkan Alex Rins dan Francecso "Pecco" Bagnaia kelar balapan di Barcelona dan Pecco menyebabkan Jorge Martin keluar balapan di Qatar, sanksi tidak dijatuhkan. Steward pun dinilai tidak konsisten.
"Kami melihat kecelakaan pertama Fabio ini sebagai insiden balapan dan merasa keputusan pengarah balapan dengan memberikan sanksi untuk balapan berikutnya bukan hanya keras, mengingat dia tidak membuat siapa pun jatuh bersama dirinya dan Aleix tetap mencetak poin. Putusan itu juga tidak konsisten dengan insiden-insiden balapan yang pernah kami lihat di seri-seri awal yang tidak dijatuhi sanksi," ungkap Meregalli.
"Kami akan memanfaatkan jeda balapan ini untuk kembali siap bertarung di Silverstone, satu bulan ke depan," tegas Meregalli dikutip Crash.
Quartararo sebetulnya bukanlah pebalap yang ceroboh. Dia sangat jarang melakukan kesalahan. Selama ini, manuver mendahului dia lakukan dengan perhitungan yang matang dan jitu. Salah satu contoh terbaru adalah saat dia kembali mengambil posisi terdepan yang sempat direbut Pecco dalam balapan di Sachsenring.
Kepercayaan diri
Karakter "El Diablo" itu diakui oleh Aleix Espargaro. Pebalap Aprilia berusia 32 tahun itu menilai, Quartararo melakukan kesalahan karena kepercayaan pada motornya sedang sangat tinggi. "Alasan mengapa Fabio melakukan langkahnya adalah karena feeling dia dengan motornya super tinggi saat ini. Kita melihat itu di tikungan pertama di Jerman dengan Pecco. Dia bukan pebalap yang kotor, tetapi kepercayaan dirinya sangat tinggi bahwa dirinya bisa menutup banyak jalur balapan," ungkap Espargaro.
"Tetapi, hari ini, saya juga super cepat. Jadi, saya bisa menutup jalur balapan seperti dia dan kami bersenggolan. Dia mengatakan kepada saya, 'maaf, karena saya melakukan kesalahan besar ketika menilai langkah mendahului ini'," ujar Espargaro yang didatangi oleh Quartararo di garasinya.
Insiden di Assen itu membuat peta persaingan juara MotoGP semakin ketat. Quartararo tetap di puncak klasemen dengan 172 poin, tetapi selisihnya dengan Espargaro di posisi kedua terpangkas 13 poin. Mereka kini hanya terpaut 21 poin dengan sisa sembilan balapan di paruh kedua. Di posisi ketiga ada Johann Zarco yang terpaut 58 poin dari El Diablo.
Sedangkan lompatan besar diraih Pecco yang kini ada di posisi keempat dengan selisih 66 poin dari Quartararo, setelah menang di Assen. Sebelum balapan, Bagnaia di posisi keenam, tertinggal 91 poin dari Quartararo.
Persaingan di paruh kedua musim 2022 akan lebih ketat karena potensi para pebalap lain merapat ke Quartararo semakin besar dengan hukuman putaran panjang di Silverstone. Setelah itu, peluang para pebalap Ducati dan Aprilia memaksimalkan potensi motornya sangat terbuka di sejumlah trek seperti Red Bull Ring, Misano, dan Aragon.
Momen ini akan berat bagi semua pebalap, termasuk Quartararo yang berstatus juara bertahan MotoGP. Namun, peluang meraih gelar juara belum pupus bagi pebalap asal Perancis itu. Jika mampu mengambil pelajaran dari kejadian di Assen dan menemukan jalan baru untuk menjadi semakin kompetitif seperti pada musim 2021, maka gelar kedua juara dunia MotoGP tidak akan menjadi hal yang aneh bagi El Diablo di akhir musim ini.
Momen buruk sering kali menjadi awal transformasi memenangi kehidupan, seperti diungkapkan oleh Nelson Mandela. "Kemenangan terbesar dalam hidup bukan karena tidak pernah gagal, tetapi pada kemampuan untuk bangkit setiap kali kita gagal," ujarnya.