Setelah empat hari tertunda, Championship Tour WSL 2022 di Banyuwangi, Jawa Timur, bisa dilanjutkan, Kamis siang. Namun, ombak yang ada kurang ideal sehingga peselancar tidak bisa tampil optimal.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Setelah empat hari tertunda, babak eliminasi Seri Ke-6 Championship Tour Liga Selancar Dunia atau WSL di Pantai Plengkung atau G-Land, Banyuwangi, Jawa Timur, akhirnya dilaksanakan pada Kamis (2/6/2022). Hanya saja, karena baru dimulai tengah hari, panitia hanya menuntaskan babak eliminasi kategori putri.
Lomba kali ini pun cenderung agak dipaksakan. Sebab, ombak yang ada kurang ideal. Tinggi gelombang lumayan besar sekitar 2-3 meter, tetapi pecah berantakan atau tidak menghasilkan tabung ombak. Para peselancar tampak tidak bisa berbuat banyak sehingga hanya mengoptimalkan gerakan manuver di dinding ombak.
Kondisinya seperti badai. Tapi, saya belajar banyak dari sini, memiliki banyak hal yang bisa diambil dari sini.
”Kondisinya seperti badai. Tapi, saya belajar banyak dari sini, memiliki banyak hal yang bisa diambil dari sini,” ujar peselancar putri asal Amerika Serikat (AS), Courtney Conlogue, yang tersingkir dari kompetisi usai kalah dari peselancar putri Perancis, Johanne Defay, di heat 2.
Lomba semula dijadwalkan mulai pada pukul 07.15 tetap akhirnya diundur dan dimulai pukul 12.15. Heat 1 tadinya mempertemukan peselancar Australia sekaligus urutan ketiga klasemen sementara Championship Tour 2022, Tyler Wright, dan rekan senegarannya yang mendapatkan wildcard, Bronte Macaulay.
Namun, karena mengalami cedera bahu, Wright tidak ikut lomba sehingga Macaulay melaju ke perempat final. Macaulay akan berjumpa peselancar Kosta Rika sekaligus pemuncak klasemen sementara Brisa Hennessy.
Saat heat 2 dimulai, terlihat ombak tidak ideal. Ketinggiannya sekitar 2 meter dan tidak menghasilkan tabung ombak. Defay dan Conlogue tampak cukup kewalahan mencari ombak yang diharapkannya. Ketika dapat ombak, mereka tidak bisa meluncur di dalam tabung ombak sehingga cuma bisa melakukan snap atau gerakan mengubah arah papan selancar secara radikal dari bagian bawah ke atas dinding ombak sehingga menimbulkan efek cipratan air.
Selama 35 menit durasi waktu lomba per heat yang disediakan, Defay yang berada di peringkat kedelapan klasemen sementara itu hanya mendapatkan empat ombak dengan dua skor terbaik yang diambil, yakni 6,67 poin pada ombak pertama dan 7,30 poin pada ombak ketiga sehingga total skornya 13,97 poin. Itu sudah cukup untuk mengungguli Conlogue yang cuma mendapatkan tiga ombak dengan total skor 10,13 poin (3,00 poin di ombak kedua dan 7,13 poin di ombak ketiga).
Dengan hasil itu, Defay lolos ke perempat final dan bertemu peselancar Australia, Stephanie Gilmore. Adapun Conlogue yang berada di urutan kelima klasemen sementara harus angkat koper lebih cepat. ”Ini lomba yang cukup menegangkan. Ini perlu kerja keras karena sangat sulit berlomba di tengah situasi yang tidak bisa diprediksi,” ungkap Defay.
Memanfaatkan momentum
Kondisi ombak tidak berubah memasuki heat 3. Hal itu mungkin dipahami betul oleh peselancar Australia yang juga mendapatkan wildcard, Sally Fitzgibbons, saat berjumpa kompatriot senegaranya sekaligus peringkat keempat klasemen sementara, Isabella Nichols.
Fitzgibbons coba mengoptimalkan peluang di tengah situasi kurang ideal tersebut. Dia tidak menyia-nyiakan semua ombak di depan mata dan melakukan manuver semaksimalnya. Maka itu, dirinya bisa mendapatkan tujuh ombak dengan total skor 11,83 poin (5,83 poin di ombak kedua dan 6,00 poin di ombak ketujuh). Dirinya bakal bertemu peselancar Hawaii sekaligus nomor dua klasemen sementara, Carissa Moore, di perempat final. ”Sungguh ini hadiah yang sangat luar biasa di tengah kondisi yang tidak menentu,” katanya.
Nichols tak bisa mengimbangi upaya keras Fitzgibbons. Dia mesti puas hanya mendapatkan lima ombak dengan total skor 7,67 poin (4,00 poin di ombak pertama dan 3,67 poin di ombak kedua). ”Saya mengalami kebosanan karena menunggu beberapa hari. Itu sangat berpengaruh untuk saya. Saya berharap bisa lebih baik untuk seri selanjutnya,” kata Nichols.
Ombak sedikit membaik menjelang pukul 15.00 atau ketika heat 4 berlangsung. Gelombang lebih besar, yakni 2-3 meter, dan sesekali membentuk tabung ombak. Untuk itu, terjadi pesaingan lebih ketat dan menarik antara peselancar AS, Lakey Peterson, dan peselancar Hawaii, Gabriela Bryan, yang sama-sama berada di urutan keenam klasemen sementara.
Akan tetapi, Peterson menjadi lebih baik dengan total skor 12,43 poin dari tujuh ombak (6,83 poin di ombak keenam dan 5,60 poin di ombak ketujuh). Dia akan menghadapi peselancar Brasil sekaligus peringkat ke-10 klasemen sementara, Tatiana Weston-Webb.
”Saya agak mengalami kesulitan untuk mental beberapa minggu ini. Saya mencoba tetap semangat meskipun jalannya rumit. Jadi, saya sangat senang bisa melewati situasi tersebut. Ini kesempatan saya untuk lebih baik,” tuturnya.
Luke Egan, peselancar putra Australia yang pernah memenangi Quiksilver Pro Indonesia di G-Land pada 1997, menyampaikan, kondisi ombak agak kecil, tetapi masih bisa untuk perlombaan. Itu jauh lebih baik dibandingkan dengan empat hari sebelumnya. ”Kemarin, kita mengalami badai yang gila. Situasinya buruk, tetapi kembali normal hari ini. Mudah-mudahan, semuanya menjadi lebih baik mulai sore ini,” ujarnya.
SVP of Tours and Head of Competition WSL Jessi Milley-Dye menuturkan, dari pantauan cuaca pada Kamis sore, kondisinya mulai kembali normal dan itu tanda-tanda positif. Makanya, mereka cukup percaya diri lomba bisa berjalan sesuai harapan mulai Jumat (3/6). Adapun kompetisi itu masih menyisakan babak eliminasi, 16 besar, perempat final, semifinal, dan final di putra, serta perempat final, semifinal, dan final di putri.