Tak semua warga yang datang ke Alas Purwo bisa melihat langsung pergelaran lomba selancar kelas dunia. Sebagian dari mereka hanya bisa melihat dari layar dan tayangan ulang.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Penyelenggaraan seri ke-6 Championship Tour Liga Selancar Dunia (WSL) di Pantai Plengkung (G-Land), Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, mengundang antusiasme warga sekitar lokasi. Namun, antusiasme warga harus terbentur kekecewaan pada Minggu (29/5/2022).
Karena sejumlah alasan, panitia membatasi jumlah pengunjung kawasan lomba maksimal 200 orang. Oleh karena itu, banyak calon penonton tertahan di Pantai Pancur, 7-8 kilometer di utara G-Land.
Kekecewaan warga bertambah karena cuaca pada hari itu tidak bersahabat. Di G-Land, cuaca buruk mengakibatkan ombak pecah. Situasi tidak ideal untuk lomba. Wisatawan yang telanjur datang pun hanya bisa sampai kawasan Pantai Pancur dan menonton siaran ulang dari layar besar.
Anton (41), warga Tegaldlimo, kecamatan yang mencakup wilayah Alas Purwo seluas hampir 44.000 hektar, datang bersama lima anggota keluarganya ke Pantai Pancur. Selancar adalah olahraga yang digemari Anton dua dasawarsa terakhir karena lingkungan teman-teman penghobi selancar.
”Saya tahu ada WSL dari teman, tetapi baru bisa datang hari kedua ini,” kata Anton
Awalnya, Anton berniat meminta bantuan temannya yang menjadi panitia untuk akses masuk lokasi. Namun, temannya memberi tahu bahwa kuota dibatasi sekitar 200 orang. Saat Anton dan rombongan tiba di Pantai Pancur sekitar pukul 14.00, kuota itu sudah penuh.
Pengunjung telah mendaftar sejak pagi dengan membayar tiket Rp 10.000 per orang dan mengantre giliran masuk menggunakan mobil gardan ganda sewaan dengan tarif Rp 250.000 per unit. Mereka boleh berada di Pantai Plengkung selama tiga jam.
Situasi itu memaksa Anton dan keluarganya bertahan di Pantai Pancur. Dia mencoba mengobati kekecewaan dengan menonton lomba dari layar besar di Pantai Pancur. Akan tetapi, setelah diamati, ternyata lomba yang disiarkan adalah tayangan ulang lomba yang bergulir sehari sebelumnya.
”Sedikit kecewa karena saya tidak bisa menyaksikan secara langsung lomba di Pantai Plengkung dan lomba yang ditayangkan ternyata siaran ulang dari lomba kemarin. Padahal, saya penasaran sekali dengan aksi peselancar dunia di sini. Selancar itu olahraga yang sangat unik dari gerakan peselancar dan tempat lombanya,” ujar Anton.
Kekecewaan juga dirasakan Tati (40), warga Tegaldlimo lainnya. Bersama suami dan dua anaknya, dia tiba di Pantai Pancur sekitar pukul 15.00. Dia juga kecewa tidak mendapatkan jatah kuota masuk Pantai Plengkung. Selain kuota, hanya kendaraan berstiker khusus yang dibolehkan masuk G-Land.
Saya tahu ada WSL dari teman, tetapi baru bisa datang hari kedua ini.
Padahal, Tati penasaran ingin menonton lomba atau latihan selancar. Meski tinggal di kecamatan yang mencakup wilayah Plengkung, Tati belum pernah menginjak pantai berpasir putih yang menurut WSL merupakan satu dari sepuluh lokasi ombak selancar terbaik dunia itu.
”Saya ingin merasakan bagaimana keseruan menyaksikan lomba selancar secara langsung dan menikmati Plengkung yang katanya masih alami dan indah,” kata Tati.
Kendati demikian, ia mengambil hikmah positif dari gagal ke Pantai Plengkung. Setidaknya, dia bisa menjalin kebersamaan dengan menikmati kuliner yang dijual di sekitar Pantai Pancur dan menonton bersama dari layar besar yang disediakan.
”Selain itu, di sini, saya bisa bertemu teman-teman juga,” kata Tati sembari tertawa bersama teman-teman sekampung.
Tati mengatakan kagum dengan peselancar, terutama atlet asing. Mereka berani sekali bermain dengan ombak. Padahal, selancar berbahaya dan berisiko kematian. ”Orang kita pada umumnya menjauhi ombak, tidak berani. Para peselancar itu hebat,” katanya.
Hiburan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan panitia terpadu, termasuk Balai TN Alas Purwo, menyediakan lokasi menonton bersama di Pancur. Selain itu, ada lokasi menonton bersama di Pasar Wisata Jatian, Desa Kalipait, Tegaldlimo. Area itu berada 5-6 kilometer dari gerbang Alas Purwo.
Di Jatian didirikan pondok, warung, dan kedai makanan. Selain itu, panggung untuk pementasan wayang, shalawatan, dan tarian daerah. Pada hari pembukaan, Jumat, disediakan satu tempat untuk televisi guna menonton bersama.
”Tadi saya berencana ke Plengkung, tetapi melihat cuaca buruk, yakin kalau lomba ditunda. Lebih baik menonton di Jatian saja sambil jajan makanan-minuman,” kata Junaidi, warga Tegaldlimo. Pada Senin atau Selasa ini, jika lomba masih berlangsung, Junaidi dan keluarga akan datang ke Plengkung atau Pancur dengan bersepeda motor.
Menurut Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Choliqul Ridha, atraksi seni budaya di Jatian berlangsung pada 25-29 Mei 2022. Pekan seni budaya itu bertujuan memeriahkan WSL dan mengingatkan masyarakat akan kegiatan tersebut.
”Sebagian masyarakat melihat selancar, tetapi lainnya menikmati pekan seni budaya,” kata Choliqul.