Tim bulu tangkis putri Indonesia memperlihatkan masa depan cerah, meskipun dikalahkan Thailand di final nomor beregu. Mereka punya skuad muda yang tidak kenal rasa takut.
Oleh
KELVIN HIANUSA, YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
BAC GIANG, KOMPAS — Raihan perak tim bulu tangkis putri Indonesia di nomor beregu SEA Games Vietnam 2021 menyiratkan dua makna. Apriyani Rahayu dan rekan-rekan masih tertinggal kualitas dan pengalaman dari Thailand.
Di sisi lain, tim muda ini punya potensi besar bagai berlian mentah. Jika diasah dengan tepat, mereka punya peluang menandingi Thailand pada SEA Games berikutnya.
Indonesia kalah dari Thailand 0-3 pada final beregu di Bac Giang Gymnasium, pada Rabu (18/5/2022). Tim putri ”Merah Putih” memperpanjang paceklik emas beregu setelah terakhir kali diraih 15 tahun lalu, sedangkan Thailand kembali mempertahankan emas yang selalu digapai sejak 2011.
Prestasi yang timpang itu turut tecermin dalam kondisi skuad kedua tim di final. Tanpa tunggal utama Gregoria Mariska Tunjung yang tidak turun dengan alasan strategi, Indonesia tampil dengan dua tunggal berusia 19 tahun, Putri Kusuma Wardani dan Stephanie Widjaja.
Putri, peringkat ke-51 dunia, berhadapan dengan Pornpawee Chochuwong yang merupakan pemain top 10 dunia. Stephanie yang menempati peringkat ke-217 tidak kalah berat. Dia menantang pemain peringkat ke-26, Supanida Katethong. Sementara itu, Apriyai yang baru dipasangkan dengan Siti Fadia Silva Ramadhanti yang baru dipasangkan pada SEA Games ini, bertemu ganda peringkat ke-8 Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai.
”Secara pengalaman, teknik, ranking, usia yang masih muda, pemain kita memang kalah semuanya. Harus diakui kita kalah dari Thailand. Tetapi, mereka (pemain) sudah berjuang habis-habisan,” ucap Herli Djaenudin, pelatih tunggal putri tim Indonesia.
Namun, jarak di atas kertas itu berhasil dipangkas dengan kerja keras tim. Seperti di tunggal pertama, Putri nyaris saja membuat kejutan saat kalah dari Chochuwong, 16-21, 20-22. Dia sempat unggul pada gim pertama, 12-8, 15-11, sebelum tertahan pada angka 16. Pada gim kedua, Putri unggul jauh 17-9, lalu meraih game point lebih dulu, 20-19. Namun, pengalaman dan jam terbang lawan akhirnya berbicara banyak.
Padahal, Putri baru saja ”diajari” bermain bulu tangkis oleh Chochuwong saat takluk 12-21, 11-21 pada babak 16 besar Kejuaraan Asia 2022, akhir April. Semua berubah drastis di Vietnam. Mereka bertarung sengit seperti rival. Menariknya, Putri tidak tahu akan menjadi tunggal pertama. Dia masih mempelajari tunggal kedua Thailand sehari sebelumnya.
Wajar saja jika Putri menangis di depan ruang atlet seusai berlaga. Dia yang tidak dibebankan target menang, tahu kemenangan sudah di depan mata. ”Memang ini buat pembuktian. Aku kalah di Kejuaraan Asia, jadi ingin perbaiki kekalahan itu. Sayang belum bisa kasih poin karena aku ingin cepat-cepat, dan pengalaman dia lebih bagus,” kata Putri.
Perlawanan juga diperlihatkan Apriyani/Fadia, yang kalah dari Kititharakul/Prajongjai 16-21, 12-21. Di gim pertama, mereka sempat saling susul. Namun, ikatan antarpemain memang tidak bisa dibohongi. Pasangan Thailand yang sudah bersama selama tujuh tahun, bermain tanpa berpikir lagi, sedangkan Apriyani/Fadia masih beradaptasi.
Secara pengalaman, teknik, peringkat, usia yang masih muda, pemain kita memang kalah semuanya. Harus diakui kita kalah dari Thailand. Tetapi, mereka sudah berjuang habis-habisan.
Terlepas dari hasil, pasangan baru ini punya potensi besar. Keduanya punya tenaga pukulan besar yang bisa digunakan memecah pertahanan lawan. Mereka perlu memperbaiki komunikasi, juga cara mengoptimalkan satu sama lain. Seperti kata Fadia, dia belum bisa memancing lawan memberikan bola yang diinginkan Apriyani.
Lebih banyak turnamen
Herli berkata, sulit mengembangkan pemain muda seperti Putri dan Stephanie di masa pandemi Covid-19. Banyak turnamen level menengah yang bisa digunakan mencari poin peringkat, tidak diselenggarakan akibat pandemi. Saat bersamaan, mereka juga belum bisa masuk ke turnamen besar karena terhalang peringkat.
”Kami akan fokus ke pemain muda karena tunggal senior tersisa satu, Gregoria. Kami akan kirim mereka bertanding sesering mungkin untuk menaikkan periungkat, agar bisa dapat peringkat dan jam terbang masuk ke turnamen elite,” kata Herli.
Putri, tunggal kedua Indonesia setelah Gregoria, belum bisa tampil di turnamen seperti All England karena peringkat. Dia juga belum pasti turun di Indonesia Masters, Juni. Dengan peringkat saat ini, dia masuk dalam daftar cadangan. Dia baru bisa mengikuti kualifikasi jika ada pemain batal datang.
Perak dari tim putri memperlihatkan potensi besar pada masa depan. Namun, potensi serupa juga pernah terlihat pada SEA Games terdahulu. Potensi itu akan jadi percuma tanpa program tepat untuk mengubah itu jadi prestasi.
”Kita harus tahu level kita di mana, kekuatan di mana. Kita punya talenta banyak. Tinggal cara membangunnya bagaimana. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan,” kata Apriyani, yang menjadi kapten tim putri.