Jiwa Ksatria Puspa Arum Menerangi Dunia Pencak Silat
Puspa Arum Sari memang tidak berhasil meraih emas. Akan tetapi, jiwa ksatrianya di dunia pencak silat telah membuat bangga Indonesia .
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Papan skor menunjukkan nilai 9.945 untuk pesilat Indonesia Puspa Arum Sari (29). Di sebelahnya, nilai 9.960 untuk wakil Filipina Mary Francine Padios (18). Setelah hasil final nomor seni individu putri SEA Games Vietnam 2021 keluar, Padios memberi salam hormat. Dia merendahkan pundak sambil merapatkan kedua tangan. Puspa tidak membalas gerakan itu, tetapi langsung menghampiri dan memeluk sang lawan.
Bagi Padios, salam itu bukan hanya formalitas semata seperti peraturan tidak tertulis yang harus dilakukan setelah bertanding. Lebih dari itu, dia menyiratkan ucapan rasa terima kasih mendalam. Mungkin, dia tidak akan menjadi peraih emas hari itu tanpa seorang Puspa.
“Puspa adalah idola saya. Sejak masih di level junior, saya sudah menjadikannya sebagai model untuk diikuti. Bisa bertarung dan berhadapan dengannya adalah sesuatu yang sangat menginspirasi, sangat luar biasa,” ucap Padios setelah meraih emas pertama SEA Games dalam kariernya di Bac Tu Liem Gymnasium, Hanoi, Rabu (11/5/2022).
Padios tidak akan pernah lupa momen pertemuan pertama dengan sang idola pada ASEAN School Games Semarang 2019. Ketika itu, dia menangis setelah kalah. Tiba-tiba Puspa yang sedang menonton ajang itu, menghampirinya. Puspa dengan jiwa ksatria menenangkan Padios yang masih berusia 16 tahun.
“Sejak itu, saya berpikir dalam diri. Wow! Sosok idola seperti inilah yang saya ingin ada di dalam diri ini ke depannya. Saya ingin menjadi seperti dia. Dia hebat, tetapi juga rendah hati. Kami bertemu lagi pada final SEA Games Kuala Lumpur 2019, dan dia menang saat itu,” kata Padios.
Selain Padios, pesilat ganda putri Indonesia Riska Hermawan/Ririn Rinasih juga terinspirasi dengan sikap ksatria Puspa. Setelah kalah di final, Puspa keluar secepat mungkin dari matras pertandingan. Dia ternyata mencari Riska/Ririn yang akan menjalani final juga setelah itu.
Bukannya menangisi kekalahan, Puspa yang merupakan senior di pemusatan latihan nasional justru langsung memotivasi rekannya. “Dia bilang ‘kalian sudah latihan setiap hari jadi kalian juga harus bisa menampilkan yang terbaik.’ Dukungan itu menghapus keraguan kami,” tutur Riska.
Riska/Ririn pun sukses membuat kejutan setelah itu. Mereka meraih emas dengan mengalahkan pesilat tuan rumah, Nguyen Thi Thu Ha/Nguyen Thi Huyen.
Mengalahkan wakil tuan rumah di nomor seni adalah hal sulit karena biasanya mereka diuntukan subyektivitas juri dan dukungan penonton.
Kisah itulah yang menjadikan Puspa sebagai pahlawan paling bersinar hari itu. Meskipun tidak menyumbang emas, dia telah menampilkan jiwa ksatria yang merupakan salah satu nilai utama dari cabang pencak silat. Dia dengan sikap heroik itu telah menginspirasi rekan dan lawan, sekaligus menjadi duta terbaik untuk pencak silat.
Seusai penyerahan medali, Puspa masih menjadi bintang. Dia didekati oleh beberapa pesilat negara lain, seperti salah satunya dari Thailand. Mereka berbincang sekitar 5 menit, lalu atlet Thailand itu mengajaknya berfoto.
Ada satu hal yang saya siapkan yang mungkin tidak dilakukan orang lain, yaitu menerima kegagalan. (Puspa Arum Sari)
Saat dihampiri untuk wawancara, tampak guratan ekspresi kecewa di wajah Puspa. Ekspresi itu ditutupi dengan senyumnya. Dia hanya berkata, sudah melakukan yang terbaik itu. Karena itu, dia lebih ikhlas dengan hasil ini. Adapun pelatih kepala pencak silat Indro Catur Haryono menilai anak asuhnya tampil lebih baik di final, ketimbang di semifinal saat membukukan nilai 9.965.
Puspa sadar tidak bisa memaksakan kehendak. Pada akhirnya, hasil pertandingan tidak lepas dari penilaian 10 juri, yang punya pandangan masing-masing. “Kemenangan itu bonus buat saya. Saya lebih ingin tampil terbaik. Toh semua orang menonton dan bisa melihat siapa juara sebenarnya. Ada satu hal yang saya siapkan yang mungkin tidak dilakukan orang lain, yaitu menerima kegagalan,” pungkasnya.