Bundesliga Jerman memasuki babak baru dalam menyebarkan pesan keberagaman ketika mengizinkan pemain berbuka puasa Ramadhan di tengah laga. Langkah itu menjadi pemutus stigma yang kerap menimpa pemain Muslim.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Wasit Matthias Jollenbeck menghadirkan sejarah baru dalam semangat menghormati diversitas di Bundesliga, kasta tertinggi kompetisi di Jerman. Ia menjadi pengadil lapangan pertama di Jerman yang menghentikan laga sejenak demi mempersilakan bek FSV Mainz 05, Moussa Niakhate, berbuka puasa.
Momen itu terjadi pada menit ke-65 ketika Mainz tengah tertinggal 1-2 dari tim tuan rumah, Augsburg, Rabu, 6 April lalu. Saat itu situasi bola tengah dikuasai kiper Mainz 05, Robin Zentner, untuk melakukan tendangan gawang.
Ketika Zentner dan Niakhate memberi kode kepada Jollenbeck untuk mengambil botol dan sejenak minum untuk mengakhiri puasa yang tengah dilakukan Niakhate, Jollenbeck meniup peluit untuk menghentikan pertandingan. Jeda pertandingan itu pun berlangsung sekitar 2 menit.
Pada laga itu, Niakhate bermain penuh selama 90 menit, tetapi gagal membantu timnya terhindar dari kekalahan 1-2. Itu pun menjadi puasa pertama pada hari pertandingan yang dilakukan pemain belakang asal Perancis pada bulan Ramadhan tahun ini.
Alhasil, Niakhate pun berterima kasih kepada Jollenbeck. Ia menyalami wasit itu setelah menyelesaikan minum untuk berbuka puasa.
Peristiwa itu pun disambut positif oleh sejumlah media terkemuka di Jerman. Bild, misalnya, menyebut, kejadian itu sebagai ”momen bersejarah di Bundesliga”.
Tak hanya pada laga melawan Augsburg, Niakhate, yang bergabung dengan Mainz pada 2018, juga menjalankan salah satu rukun Islam itu pada laga pekan ke-29 Bundesliga melawan FC Koln, Sabtu (9/4) lalu, di Stadion RheinEnergie. Kapten Mainz itu bahkan menjalani pertandingan dalam keadaan berpuasa karena laga berlangsung pada sore hari dan berakhir sebelum waktu berbuka sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
Sementara itu, peristiwa yang melibatkan Niakhate itu telah menjadi preseden bagi pertandingan Bundesliga lainnya. Pada laga RB Leipzig kontra Hoffenheim, Senin kemarin, wasit Bastian Dankert juga menghentikan pertandingan pada menit ke-30 untuk memberikan kesempatan bek Leizpig, Mohamed Simakan, untuk minum guna berbuka puasa.
Sikap Dankert itu pun disambut tepuk tangan apresiasi oleh puluhan ribu pendukung Leipzig di Red Bull Arena. Pada laga itu, Simakan, yang juga berasal dari Perancis, bermain selama 63 menit dan membantu Leipzig melibas Hoffenheim, 3-0.
Terima kasih kepada wasit dan pemain lainnya yang memberikan saya beberapa menit untuk mengakhiri puasa saya.
”Terima kasih kepada wasit dan pemain lainnya yang memberikan saya beberapa menit untuk mengakhiri puasa saya,” cuit Simakan, yang dibeli Leizpig dari Strasbourg pada musim panas 2021 lalu, di akun Twitter-nya seusai laga. Cuitan itu disukai 685 akun.
Direktur Komunikasi Komite Wasit Profesional Jerman Lutz Michael Frohlich mengatakan, pihaknya belum memiliki regulasi baku terkait dengan penghentian pertandingan sejenak untuk memberikan kesempatan pemain berbuka puasa Ramadhan. Meski begitu, ia mengapresiasi inisiatif yang dilakukan Jollenbeck yang telah memegang lisensi wasit profesional Jerman sejak 2015 lalu.
”Kami tentu mendukung wasit-wasit kami untuk mengizinkan pemain minum guna mengakhiri puasa pada bulan Ramadhan ini. Itu bisa dilakukan apabila ada permintaan dari pemain,” ujar Frohlich dalam keterangan resmi, Senin (11/4) kemarin.
Akhiri klausul
Mainz dan Leipzig menjadi tim yang mengakhiri pula kehadiran klausul kontrak yang melarang pemainnya berpuasa di hari pertandingan. Klausul tersebut menjadi perbincangan di Bundesliga pada musim 2009-2010 lalu.
Kala itu, tim Bundesliga 2, FSV Frankfurt, melarang tiga pemainnya untuk menjalankan ibadah puasa pada hari pertandingan. Ancaman pemutusan kontrak pun menimpa tiga pemain itu karena larangan itu tertuang di dalam kontrak mereka.
Kebijakan sejumlah klub itu pun diperkuat oleh imbauan Dewan Pusat Muslim Jerman, Juli 2010, yang memperbolehkan pemain tidak menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan pada hari pertandingan.
”Menjaga tubuh tetap sehat juga penting dalam Islam. Pemain profesional Muslim bisa menjalankan puasa ketika tidak ada pertandingan,” ujar Sekretaris Umum Dewan Pusat Muslim Jerman Aiman Mazyek saat itu.
Kebijakan itu pun dikeluarkan setelah sejumlah klub profesional dan Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) berkoordinasi dengan Dewan Pusat Muslim Jerman untuk mengakhiri polemik larangan puasa itu.
Meskipun ada larangan di beberapa klub, sepak bola Jerman sejatinya sangat menghormati keberadaan para pemain beragama Islam. Pemain Muslim juga pernah menjadi pilar utama Jerman untuk merengkuh trofi Piala Dunia 2010, yaitu Mesut Oezil dan Sami Khedira.
Kini, ”Die Mannschaft”, sebutan timnas Jerman, tidak kehilangan talenta Muslim, di antaranya Ilkay Guendogan dan Emre Can.
Mayoritas klub Bundesliga musim 2021-2022 juga memiliki pemain Muslim di dalam skuad, di antaranya empat klub di peringkat teratas Bundesliga, yaitu Bayern Muenchen, Borussia Dortmund, Bayer Leverkusen, dan Leipzig.
Hadirkan kontroversi
Meski begitu, isu-isu berkaitan pemain Muslim juga masih acap kali menghadirkan kontroversi di Jerman. Oezil dan Guendogan merasakan serangan verbal bernuansa rasisme ketika keduanya mengunggah foto dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pertengahan 2018 lalu.
Buntut dari kontroversi itu, Oezil memutuskan pensiun membela Die Mannschaft, Juli 2018. Oezil pun mengungkapkan sikap diskriminatif pihak-pihak di dalam sepak bola Jerman yang kerap mengucilkan kaum minoritas.
”Pekerjaan saya adalah pemain sepak bola dan bukan seorang tokoh politik sehingga pertemuan (dengan Erdogan) itu bukan bentuk dukungan terhadap kebijakan apa pun. Perlakuan yang saya terima dari DFB dan banyak orang lainnya membuat saya tidak ingin lagi mengenakan seragam timnas Jerman,” ujar Oezil dalam pernyataan resmi yang diunggah di akun Twitter-nya, 23 Juli 2018.
Ia melanjutkan, ”Saya merasa tidak diinginkan dan berpikir (tindakan diskriminatif) yang saya alami sejak debut internasional pada 2009 tidak bisa dilupakan. Di mata (Presiden DFB) Reinhard Grindel dan pendukungnya, saya seorang Jerman ketika kami menang, tetapi saya dianggap imigran saat kami kalah,” tulis Oezil yang pernah membela dua klub Bundesliga, Schalke 04 dan Werder Bremen.
Sementara itu, Guendogan juga sempat menerima siulan dan cemoohan ketika membela Jerman pada laga persahabatan melawan Arab Saudi, 9 Juni 2018. Laga yang dimainkan di BayArena, markas Bayer Leverkusen itu, adalah bagian persiapan Jerman jelang Piala Dunia 2018.
Akhirnya, tindakan Jollenbeck dan Dankert, dua wasit itu, menjadi babak baru bagi pesan toleransi yang disiarkan Bundesliga ke seluruh Jerman dan dunia. Adapun bagi Niakhate dan Simakan, mereka membuktikan ibadah puasa tidak menghambat komitmen besar mereka untuk memberikan performa terbaik bagi lambang klub di dada. (REUTERS/AFP)