Pesenam Rifda Irfanaluthfi menyongsong SEA Games Vietnam dengan semangat berlipat. Dia berkomitmen memberikan hasil terbaik untuk ”Merah Putih” meskipun terkendala sejumlah hal, antara lain, cedera.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah cedera dan kurangnya kompetisi mewarnai persiapan pesenam artistik putri nasional, Rifda Irfanaluthfi, menjelang SEA Games Vietnam 2021. Di tengah keterbatasan persiapan, semangat ekstra Rifda menjadi angin segar. Dia bertekad mencurahkan segala kemampuannya pada SEA Games terakhirnya.
Rifda sudah berprestasi di tiga edisi SEA Games terdahulu. Meski begitu, pesenam 22 tahun itu belum puas. Rifda mengatakan, semangat meraih prestasi saat ini lebih tinggi dibandingkan di Manila 2019 ketika ia menyabet 1 medali emas dan 3 perak.
”Aku excited banget. Rencananya, ini jadi SEA Games terakhir Rifda. Jadi, aku mau berusaha yang terbaik. Di Manila, dulu, dari fisik siap, tetapi mental kurang. Sekarang, mental sudah sangat siap. Sayang, ada gangguan cedera selama persiapan,” ucapnya, Jumat (8/4/2022), di Jakarta.
Peraih perak Asian Games Jakarta 2018 itu mengalami retak tulang kering kaki kiri. Cedera itu dideritanya setahun sebelum PON Papua 2021. Akan tetapi, cederanya baru diketahui pasti setelah PON, Oktober lalu. Dokter berkata, butuh tiga bulan untuk pemulihannya.
Namun, tulangnya belum pulih optimal hingga saat ini. Rifda pun harus menahan sakit, baik saat maupun setelah berlatih. Pelatih senam artistik putri, Eva Novalina Butar Butar, sampai menurunkan tingkat kesulitan gerakan Rifda di beberapa alat.
”Setelah enam bulan, tulangnya belum menyatu. Cedera di Asian Games (lutut) tidak seberapa sakit dibandingkan ini. Sekarang, latihan saja sakit sekali. Karena itu, sekarang, aku hanya berpikir tanggung jawab saja. Kan sudah dipercaya negara untuk tampil. Dijalankan saja yang terbaik,” tambahnya.
Menaklukkan sakit
Dengan motivasi berlipat, ia sejauh ini mampu menaklukkan rasa sakitnya. Atlet yang juga sedang menjalani ibadah puasa itu fokus berlatih di GOR Senam Radin Inten, Jakarta. Didampingi sang pelatih, dia menyempurnakan gerakan di atas alat balok keseimbangan.
Akibat minimnya kuota tampil, banyak pesenam putri muda yang gagal berangkat setelah menjalani pelatnas kurang lebih setahun. Mereka, antara lain, pesenam yang berlatih di Surabaya, Salsabila Hadi dan Mutia Nur Cahya.
Persiapan Rifda terbilang seadanya menjelang SEA Games tahun ini. Program Eva untuk uji coba dan pemusatan latihan sebulan di Jepang tidak bisa diwujudkan karena terbatasnya anggaran. Adapun kompetisi terakhir yang diikuti pesenam energik itu adalah PON Papua.
”Sepanjang saya melatih, belum pernah seperti ini. Kami harus tampil di SEA Games tanpa try out atau training camp di luar. Untuk atlet level Rifda, minimal harus ikut empat ajang level dunia dalam setahun,” tutur Eva yang juga merupakan pesenam nasional era 1980-an.
Eva mengatakan, berkompetisi di ajang internasional akan mengasah mental atlet. Jika lama tidak bertanding, pesenam bisa kehilangan rasa percaya diri saat menghadapi panggung besar. Adapun pemusatan latihan di negara lain bertujuan membuat atlet lebih fokus jelang tampil.
Dengan semua keterbatasan itu, Eva tidak berani menargetkan emas seperti didapatkan Rifda pada 2017 dan 2019. ”SEA Games ini kan katanya sasaran antara saja. Kalau saya lebih ingin fokus ke pra (kualifikasi) Olimpiade tahun depan. Tentunya, persiapan harus lebih baik,” ujarnya.
Ancaman besar
Di sisi lain, Rifda akan menghadapi ancaman besar dari pesenam Filipina, Aleah Finnegan (19). Dia merupakan atlet level atas dunia yang masuk tim nasional senam Amerika Serikat pada 2019–2021. Finnegan pernah berlatih bersama peraih emas all-around di Olimpiade Tokyo, Sunisa Lee, tetapi gagal masuk skuad Olimpiade.
Masuknya senam dalam cabang prioritas pada Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) ternyata tidak terlalu berdampak pada pembinaan prestasi cabang itu. Kementerian Pemuda dan Olahraga hanya memberikan jatah empat atlet dari senam, yaitu masing-masing dua putra dan putri.
Di nomor putri, Rifda didampingi pesenam debutan, Ameera Rahmajanni Hariadi (16). Akibat kuota terbatas, tim putri tidak bisa bersaing dalam nomor beregu. Adapun Malaysia memberangkatkan empat pesenam putri tanpa atlet veteran, Farahh Ann Abdul Hadi, guna mempercepat regenerasi.
Akibat minimnya kuota tampil, banyak pesenam putri muda yang gagal berangkat setelah menjalani pelatnas kurang lebih setahun. Mereka, antara lain, pesenam yang berlatih di Surabaya, Salsabila Hadi dan Mutia Nur Cahya. Kedua atlet itu sama-sama diproyeksikan untuk menjadi penerus Rifda.
Adapun Ameera dipilih mendampingi Rifda karena punya kemampuan merata di seluruh alat. Menurut Eva, Ameera masih punya potensi berkembang pesat, melebihi pesenam lain seusianya. ”Ada grogi pasti, tetapi saya harus manfaatkan kesempatan ini. Senang sekali karena bisa mewakili Indonesia bersama Kak Rifda, idola saya dari dulu,” ucap Ameera.