Menang Adu Penalti, Senegal Akhiri Penantian Dua Generasi
Senegal mengakhiri penantian penuh derita selama 65 tahun di Piala Afrika 2021. Sadio Mane dan rekan-rekan memberikan sukacita yang sudah dinanti selama dua generasi oleh warga Senegal.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
OLEMBE, SENIN — Senegal akhirnya merengkuh trofi Piala Afrika untuk pertama kali setelah penantian selama 65 tahun pada keikutsertaan ke-16 kali. Penantian dua generasi ini diakhiri Sadio Mane dan rekan-rekan lewat kemenangan adu penalti atas Mesir dalam drama partai puncak di Stadion Paul Biya, kota Olembe, Kamerun, Senin (7/2/2022) dini hari WIB.
Mane, penendang kelima Senegal dalam adu tos-tosan, menebus tuntas dosanya setelah gagal mengeksekusi penalti pada awal babak pertama. Dengan penuh keyakinan, penyerang asal klub Liverpool ini menendang keras ke sudut kiri gawang. Dia memperdaya kiper Mesir, Mohamed Abougabal, untuk membawa timnya menang dalam adu penalti, 4-2.
Emosi skuad ”Singa Teranga”, julukan Senegal, pecah di lapangan. Anak asuh Pelatih Aliou Cisse ini bersujud sambil menangis bahagia. Mereka begitu emosional karena mampu menyudahi pertarungan penuh peluh tanpa gol selama 120 menit dengan manis. Lebih dari itu, mereka sukses mempersembahkan gelar juara Piala Afrika pertama untuk warga Senegal setelah penantian panjang dua generasi.
Senegal telah melewati segala kisah pahit sejak turnamen pertama digelar pada 1957. Mereka dua kali lolos ke final, tetapi selalu pulang dengan tangan hampa. Rasa sakit itu terasa amat nyata karena salah satu kegagalan di final terjadi pada edisi sebelumnya, Piala Afrika 2019. Derita berkepanjangan itu ditebus Mane dan kawan-kawan pada hari ini. Mereka menaklukkan sejarah dengan menang atas Mesir, tim tersukses peraih 7 gelar juara turnamen ini.
”Kami merasa bahagia. Kami tahu akan sangat sulit memenangkan Piala Afrika, tetapi kami berhasil melakukannya hari ini. Kami sudah menanti sekian lama. Tim ini luar biasa, pantas menjadi juara,” kata kapten Senegal, Kalidou Koulibaly, yang begitu tangguh menahan gempuran Mohamed Salah dan rekan-rekan sepanjang laga.
Bagi Senegal, kemenangan dalam drama adu penalti ini sesuatu yang di luar dugaan. Meskipun punya kualitas tim di atas Mesir, dengan banyak pemain dari klub Eropa, mereka baru pertama kali menghadapi adu tos-tosan pada Piala Afrika 2021.
Sebaliknya, ”Pasukan Firaun” sudah memakan asam garam di babak adu penalti. Mereka lolos ke final berbekal dua kemenangan lewat adu penalti. Abougabal, kiper mereka, bahkan menjadi pahlawan beruntun dalam kemenangan tersebut. Di atas kertas, Mesir bisa menang mudah.
Prediksi di atas kertas itu nyaris terbukti ketika Abougabal menggagalkan sepakan eksekutor ketiga Senegal, Bouna Sarr. Mesir yang sempat tertinggal bisa menyeimbangkan kedudukan 2-2.
Namun, kiper Senegal Edouard Mendy merebut panggung Ali. Penjaga gawang Chelsea ini menahan sepakan pemain lawan yang dimasukkan pada babak tambahan waktu, Mohanad Lasheen. Berkat kontribusi itu, Mane bisa menutup laga dramatis ini dengan raihan gelar juara.
”Para penendang kami dalam adu penalti melakukannya dengan sangat baik. Saya mencoba melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan satu tembakan dan berhasil. Saya sangat senang!” kata Mendy yang terpilih sebagai kiper terbaik sepanjang turnamen.
Kami merasa bahagia. Kami tahu akan sangat sulit memenangkan Piala Afrika, tetapi kami berhasil melakukannya hari ini. Kami sudah menanti sekian lama. Tim ini luar biasa, pantas menjadi juara.
Selain Mendy, penghargaan individu juga diterima oleh Mane. Dia meraih gelar pemain terbaik Piala Afrika berkat catatan impresif sepanjang turnamen, 3 gol dan 2 assist. Catatan itu semakin mentereng dengan tendangan penalti penentu gelar di final.
Mane tampak penuh sukacita dengan prestasi individu dan tim yang diraih. Namun, dia tetap membumi. Pemain 29 tahun ini langsung menghampiri rekannya di Liverpool, Salah, tidak lama setelah merayakan kemenangan. Mane menghibur Salah yang terpukul akibat kalah dan tidak bisa berkontribusi di babak penentu. Adapun Salah merupakan penendang kelima Mesir.
Mungkin tidak ada yang lebih bahagia di Stadion Paul Biya dibandingkan Pelatih Singa Teranga Cisse. Dia pernah gagal sebagai pelatih dan pemain di dua kesempatan final sebelumnya bersama Senegal. Bahkan, pada Piala Afrika 2002, Cisse gagal mengeksekusi penalti terakhir yang membuat timnya kalah. Dia tidak mengulangi kesalahan dalam final ketiganya dengan racikan sempurna selama 120 menit dan adu penalti.
Terlepas dari perlawanan spartan Mesir, Senegal memang lebih pantas menyandang gelar juara. Dengan formasi menyerang 4-3-3, mereka mendominasi permainan sejak menit pertama. Senegal sudah mendapat penalti pada menit ke-7 karena Mane dijatuhkan di kotak penalti. Sayangnya, eksekusi penalti Mane bisa ditahan oleh Abougabal.
Singa Teranga kurang beruntung karena harus berhadapan dengan Abougabal yang tampil impresif. Abougabal membuat delapan kali penyelamatan penting untuk menjaga skor tetap imbang tanpa gol. Mesir lebih banyak bertahan, sambil menunggu kesempatan untuk menyerang balik.
Aksi heroik Abougabal berujung antiklimaks. Meskipun terpilih sebagai pemain terbaik dalam laga ini, dia sama sekali tidak bahagia. ”Saya tidak bisa berkata apa-apa. Kami pantas untuk menjadi juara. Namun, itu tidak terjadi,” katanya dengan terbata-bata saat diwawancari seusai laga. (AFP/REUTERS)