Tim nasional putri Indonesia memetik pengalaman dan pelajaran berharga dari keikutsertaan di Piala Asia 2022. Skuad “Garuda Pertiwi” memerlukan kompetisi untuk mengejar ketimpangan kualitas di level internasional.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
PUNE, KAMIS – Capaian buruk tim nasional Indonesia di Piala Asia Putri 2022 menunjukkan pembenahan serius perlu dilakukan berbagai pihak untuk mengejar jurang kesenjangan kualitas di level Asia Tenggara serta Asia. Syarat utama sekaligus paling mendesak yang dibutuhkan oleh para pemain ialah hadirnya kembali kompetisi yang sempat bergulir pada 2019 lalu.
Hasil tiga kekalahandari tiga laga, yaitu melawan Australia, Thailand, dan Filipina, di Grup B Piala Asia Putri 2022 memang sudah diprediksi sejak awal. Pasalnya, pemain putri Indonesia tidak menjalani kompetisi dalam periode 2020 dan 2021.
Dalam daftar resmi pemain Piala Asia Putri 2022, hanya ada empat dari 23 pemain tim “Garuda Pertiwi” yang berstatus profesional alias telah terikat kontrak dengan klub. Sisanya, para pemain itu terdaftar melalui Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Hal itu tentu kontras dengan kondisi ketiga lawan di Grup B. Para pemain Australia, Thailand, dan Filipina, telah memiliki pengalaman mengikuti kompetisi, baik di dalam negeri, Eropa, hingga Amerika Serikat.
Tak heran, Indonesia mengakhiri petualangan di India 2022 tanpa catatan satu pun poin maupun gol ke gawang lawan. Selisih gol Indonesia ialah minus 28.
Pada laga melawan Filipina, Kamis (27/1/2022) malam WIB, di Stadion Kompleks Olahraga Shree Shiv Chhatrapati, Kota Pune, India, Indonesia juga tidak berdaya menghadapi skuad Filipina. Tim Garuda Pertiwi dilumat 0-6. Mayoritas pemain Filipina, yang pernah tampil di kompetisi level universitas di Amerika Serikat, menunjukkan keunggulan fisik, mental, dan eksekusi taktik yang lebih baik dibandingkan Shalika Aurelia Viandrisa dan kawan-kawan.
Blunder pemain
Pada laga itu, sejatinya Indonesia masih berpeluang lolos ke babak delapan besar apabila bisa memetik poin penuh dari Filipina. Tetapi, sejumlah blunder di lini belakang membuat Garuda Pertiwi harus pulang ke Tanah Air dan menutup mimpi lolos dari fase grup.
Pelatih Indonesia Rudy Eka Priyambada mengatakan, pengalaman tampil di Piala Asia Putri 2022 menjadi pelajaran yang berharga untuk seluruh pemainnya. Ia mengakui kualitas tiga tim di Grup B berada di atas skuad Garuda Pertiwi.
“Pengalaman di Piala Asia ini menjadi bekal kami untuk memahami kekurangan kami guna bisa bersaing di level internasional. Kami harus serius berbenah untuk mengejar ketertinggalan kualitas dari negara lain dan agar tampil lebih baik di ajang selanjutnya,” ujar Rudy seusai laga itu.
Catatan di Grup B itu menjadi capaian terburuk Indonesia di ajang Piala Asia Putri. Hasil itu lebih buruk dibandingkan catatan pada Piala Asia 1981 di Hong Kong.
Demi pembenahan itu, Rudy berharap, kompetisi putri bisa bergulir kembali pada tahun ini. Pemain timnas putri, lanjutnya, memerlukan kompetisi yang rutin dan berkesinambungan untuk meningkatkan level permainan.
Kala itu, skuad Garuda Pertiwi juga gagal menang dan tidak mencetak gol dari tiga laga babak penyisihan di Grup B. Indonesia secara akumulasi kemasukan 14 gol setelah menghadapi Taiwan, Thailand, dan Jepang.
Kemasukan 28 gol pada edisi 2022 ini menjadikan Indonesia sebagai tim dengan lini pertahanan terburuk kedua dalam sejarah Piala Asia Putri yang telah berjalan selama 20 edisi. Catatan itu hanya lebih baik dari Guam yang kebobolan 34 gol pada Piala Asia Putri 2001.
Usai tampil di Piala Asia, Garuda Pertiwi akan mempersiapkan diri untuk mengikuti SEA Games di Vietnam, Mei mendatang. Pada partisipasi di SEA Games Filipina 2019, Indonesia tersingkir di fase penyisihan grup karena kalah bersaing dari Thailand dan Vietnam.
Butuh kompetisi
Demi pembenahan itu, Rudy berharap, kompetisi putri bisa bergulir kembali pada tahun ini. Pemain timnas putri, lanjutnya, memerlukan kompetisi yang rutin dan berkesinambungan untuk meningkatkan level permainan.
“Pembentukan timnas juga amat dipengaruhi dengan jalannya kompetisi. Untuk Piala Asia ini, kami mengumpulkan bank data pemain dari Liga 1 Putri 2019 dan PON (Pekan Olahraga Nasional) Papua 2021,” ucap Rudy.
Terpuruk di Piala Asia 1981 sempat menjadi titik balik bagi kebangkitan sepak bola putri. Setahun berselang hadir Invitasi Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) dengan musim pembuka pada 1982.
Tidak hanya Galanita, Indonesia juga sempat memiliki Piala Kartini. Dua kompetisi itu berjalang beriringan sehingga menghadirkan geliat turnamen di level daerah yang dibutuhkan untuk mencari bibit pemain pada dekade 1980-an hingga awal 1990-an.
Era kompetisi sepak bola putri mulai terbenam ketika kepengurusan Liga Sepak Bola Wanita bubar pada 1993. Kompetisi terakhir sepak bola putri di era 1990-an ialah Piala Panglima ABRI 1996.
Setelah itu, PSSI baru menyelenggarakan kembali Liga 1 Putri 2019. Dalam kompetisi putri perdana di abad ke-21 itu, hanya 10 tim yang berpartisipasi. Persib Bandung Putri menjadi kampiun pada gelaran kompetisi itu.
Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi mengungkapkan, pihaknya akan kembali memulai kompetisi sepak bola putri di tahun ini. Terdapat dua kompetisi yang diinisiasi PSSI melalui Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia, yaitu Piala Pertiwi dan Liga 1 Putri.
“Piala Pertiwi akan diselenggarakan, Februari nanti. Setelah itu, kami akan siapkan liga,” ujar Yunus.
Sementara itu, pada laga lain di Grup B, Australia menumbangkan Thailand, 2-1, untuk menyapu bersih laga fase grup dengan raihan tiga poin. Dengan hasil itu, Australia lolos sebagai juara grup, lalu diikuti Filipina di posisi kedua. Adapun Thailand melaju ke babak delapan besar sebagai predikat peringkat ketiga terbaik.
Dengan berakhirnya fase grup, Piala Asia Putri 2022 akan berlanjut ke babak delapan besar, Minggu (30/1). Empat laga di babak delapan besar ialah China versus Vietnam, Jepang versus Thailand, Australia versus Korea Selatan, serta Taiwan versus Filipina.