Janji Persaingan Sengit di Era Baru F1
Perubahan besar regulasi aerodinamika yang akan diterapkan mulai 2022 akan mengawali era baru balap Formula 1. Revolusi itu diharapkan memicu persaingan sengit dengan lebih banyak manuver dan salip menyalip di lintasan.
Formula 1 musim 2021 menjadi tontonan yang sangat menghibur dengan persaingan ketat dan keras antara Max Verstappen dan Lewis Hamilton. Mereka seringkali saling mendahului dengan manuver-manuver brilian dan kadang berisiko besar. Namun, balapan keras semacam itulah yang membuat Formula 1 menjadi menarik dan dinantikan oleh para penggemarnya di setiap akhir pekan balapan.
Persaingan Verstappen dan Hamilton, dengan kemampuan mobil yang setara serta keterampilan mengemudi ”tingkat dewa”, mengembalikan memori F1 di era 1980-an, 1990-an, serta awal 2000. Pada masa-masa itu, persaingan juara sangatlah ketat. Balapan F1 lantas berkembang menjadi sangat membosankan seiring hadirnya era mesin V6 turbo hibrida sejak 2014 yang didominasi Mercedes.
Tim pabrikan asal Jerman itu meraih delapan juara konstruktor beruntun, yaitu 2004-2021. Mercedes juga meraih tujuh gelar juara dunia pebalap beruntun, yaitu pada 2014-2020. Satu gelar diraih Nico Rosberg pada 2016, adapun sisanya dimonopoli Lewis Hamilton.
Baca juga : Enigma Karier Balap Hamilton
Mercedes kehilangan keunggulan besar pada 2021 dengan perubahan lantai belakang mobil yang mengurangi downforce. Perubahan kecil regulasi itu dan pembekuan pengembangan mesin akibat tekanan ekonomi selama pandemi Covid-19 kemudian membuat Red Bull bisa mengimbangi Mercedes.
Balapan pun menjadi jauh lebih menarik. Verstappen, pebalap Red Bull, bisa bersaing meraih kemenangan di setiap balapan. Pada musim 2020, pebalap asal Belanda itu hanya menjadi langganan posisi ketiga di bawah duo Mercedes, Hamilton dan Valtteri Bottas.
Terlepas dari kontroversi balapan penentu juara di Abu Dhabi, Minggu (12/12/2021) lalu, Verstappen menunjukan kapasitasnya untuk menantang Hamilton. Jika dilihat dari selisih waktu, kesenjangan kedua pebalap itu dengan pebalap lain di posisi 10 besar sangat besar. Hal itu menegaskan kapasitas Verstappen dan Hamilton yang jauh di atas pebalap lainnya.
Sebanyak yang kami inginkan, ini (regulasi baru) menjadi titik balik bagi kami. Namun, ini berlaku bagi siapa pun yang (saat ini) belum bisa bersaing meraih kemenangan. (Ferrari)
Namun, kemampuan sejati pebalap akan benar-benar diuji pada musim 2022 dengan sejumlah regulasi baru yang bisa dikatakan sebagai ”soft reset". Perubahan aturan, khususnya pada aerodinamika, akan menempatkan tim-tim dalam level kemampuan yang relatif sama.
Masing-masing tim akan berada dalam posisi seragam, yaitu menginterpretasi aturan baru guna mendesain mobil yang bisa meraih performa terbaik. Interpretasi regulasi itu akan sangat menentukan karena mesin masih sama dengan 2021.
Sejumlah regulasi yang diterapkan pada 2022, pada intinya, bertujuan membuat balapan menjadi lebih menarik dengan banyak saling mendahului. Masalah terbesar balapan F1 selama ini adalah sulit mendahului karena performa mobil di belakang menjadi merosot saat berada dekat dengan mobil di depannya. Hal itu karena mobil di belakang berada di jalur gelombang angin buangan dari mobil di depannya. Fenomena itu sering disebut dirty air. Tim-tim menyebutnya bencana kehilangan downforce.
Riset yang dilakukan Formula 1 menunjukan, mobil saat ini akan kehilangan 35 persen downforce ketika berada dalam jarak tiga mobil di belakang mobil yang memimpin. Jarak itu sekitar 20 meter diukur dari hidung mobil di depan hingga hidung mobil di belakang. Potensi kehilangan downforce pun kian besar saat jarak hanya satu mobil, menjadi 45 persen. Kehilangan daya tekan ke bawah sebesar itu membuat manuver mendahului sangat sulit.
Aturan ”Ground Effect”
Masalah itu diatasi dengan mengembalikan ground effect setelah dilarang selama empat dekade. Teknologi aerodinamika yang memanfaatkan angin di bawah lantai mobil guna meningkatkan kemampuan downforce itu menurunkan hilangnya daya tekan ke bawah saat mobil membuntuti mobil lain. Simulasi menunjukan, pada jarak 20 meter, downforce menjadi 4 persen. Lalu, pada jarak 10 meter, jadi hanya 18 persen.
Perubahan lain yang krusial adalah desain sayap belakang yang melengkung seperti jamur. Bentuk sayap retro itu membuat jalur gelombang angin buangan menjadi lebih sempit dan mengarah ke atas. Hal Itu membuat mobil di belakang tidak lagi berada dalam dirty air.
Sayap depan juga berubah total untuk menaikkan downforce serta mengarahkan jalur gelombang angin buangan ke arah bawah di samping mobil. Bagian depan mobil juga menggunakan sayap kecil di atas roda serta tutup pelek. Dua peranti itu berfungsi mengendalikan gelombang angin buangan dan menambah downforce.
Mobil 2022 juga akan menggunakan ban berukuran 18 inci dengan profil ban lebih tipis. Ini menggantikan ban F1 berukuran 13 inci dengan profil ban tebal. Ban berdiameter besar ini bertujuan mengurangi fenomena ban menjadi terlalu panas. Profil ban tipis juga mengurangi risiko dinding samping ban melengkung seiring meningkatnya jumlah putaran ban.
Baca juga : Max Verstappen, Kelahiran Genetika Oranye F1
Regulasi lain yang diterapkan adalah penguatan sasis yang mampu menyerap energi benturan hingga 48 persen pada bagian depan dan 15 persen di bagian belakang. Formula 1 juga akan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan kandungan komponen biofuel 5,75 persen.
Perubahan regulasi itu diuji sejak 2017 oleh Formula 1 Motorsports. Regulasi itu lantas menghasilkan desain mobil yang dipamerkan pada balapan di Silverstone, Inggris, Juli lalu. Mobil baru itu menjalani 7.500 simulasi yang menghasilkan data sekitar 500 terabit. Jumlah data yang harus diproses itu setara dengan 10 juta lemari empat laci berisikan 250 juta kertas dokumen cetak standar. Jika data itu diolah komputer berprosesor Inter i9 quad core, pengolahannya baru akan selesai 471 tahun sejak 2021.
Tim-tim juga melakukan pengujian pada desain mobil masing-masing yang akan menghasilkan data sangat besar untuk dianalisa. Tim yang mampu menemukan solusi lebih cepat dan jitu akan bisa mengawali musim 2022 dalam posisi yang lebih maju. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi semua tim.
Tantangan dari Ferrari
Mercedes dan Red Bull kemungkinan besar akan mendapat tantangan kuat dari Ferrari yang sejak awal 2021 merombak organisasi tim untuk lebih fokus mengembangkan mobil 2022. Ferrari kehilangan daya saing pada 2020 yang diduga terkait dengan pengetatan regulasi terkait aliran bahan bakar.
”Sebanyak yang kami inginkan, ini (regulasi baru) menjadi titik balik bagi kami. Namun, ini berlaku bagi siapa pun yang (saat ini) belum bisa bersaing meraih kemenangan. Mereka akan berpikiran sama. Jadi, kami sadar akan sisi tantangan itu,” ujar Direktur Olahraga Ferrari Laurent Mekies.
Diakuinya, regulasi baru bisa mengubah peta persaingan tim. ”Itu mungkin saja terjadi. Saya tidak mengatakan (klasemen) akan berbalik. Akan tetapi, dari pengalaman di masa lalu, beberapa perubahan besar dalam regulasi telah mengubah siklus (persaingan),” ungkap Mekies.
Ferrari berjuang keras kembali menjadi penguasa F1. Tim tersukses itu terakhir kali meraih gelar juara pebalap pada 2007 bersama Kimi Raikkonen yang pensiun di akhir musim 2021. Musim ini, mereka mulai membaik dengan finis ketiga di klasemen konstruktor, meskipun belum bisa masuk ke jalur persaingan juara. Namun, musim depan, Ferrari memiliki potensi untuk kembali ke persaingan juara dengan perubahan besar-besaran regulasi.
”Sangat mungkin sekali tim-tim yang tidak bersaing meraih gelar juara tahun ini, apakah itu Ferrari, McLaren, Aston Martin, atau Alpine, bisa muncul dengan konsep cerdas berdasarkan lebih banyak simulasi dibandingkan tim lainnya, lalu melakukannya dengan tepat,” ujar Kepala Tim Mercedes Toto Wolff mengenai potensi perubahan persaingan.
Baca juga : Wolff Menilai Masi Merampok Hamilton
”Jadi, saya pikir kami bisa menduga akan terjadi persaingan yang lebih ketat dalam perebutan gelar juara dan di dalam balapan dibandingkan sebelumnya. Itu hal yang menyenangkan,” ungkap Wolff.
Mercedes, seperti sebelum-sebelumnya, selalu mengawali riset untuk pengembangan mobil dari jauh-jauh hari. Hal itu telah mereka lakukan seperti saat F1 akan memasuki era turbo hibrida, hampir satu dekade lalu. Berkat persiapan itu, mereka bisa mengawali era baru dengan mulus dan meraih tujuh gelar juara dunia pebalap dan delapan kali juara konstruktor atau tim.
Musim 2022 juga akan menjadi pembuktian siapa yang terbaik antara Hamilton dan Verstappen, jika Hamilton tetap melanjutkan karier balapnya. Namun, musim depan, mereka berpotensi mendapat lawan berat dari rekan setim Hamilton, George Russel, serta dua pebalap Ferrari, yaitu Charles Leclerc dan Carlos Sainz Junior. Pebalap McLaren, Lando Norris, juga memiliki potensi untuk meramaikan persaingan.
Saat F1 mengalami soft reset dengan mobil yang relatif setara, faktor kunci untuk memenangi balapan adalah terkait kemampuan pebalap memaksimalkan potensi mobilnya. Itulah mengapa era baru F1 pada 2022 akan menguak siapa pebalap yang benar-benar brilian.
Di tengah persaingan yang bakal jadi lebih terbuka, sorotan tetap akan tertuju ke Verstappen dan Hamilton. Musim 2022 bisa menjadi awal dinasti baru serta akhir sebuah dominasi.