Mimpi besar para atlet beradu keras di GOR Cendrawasih, lokasi laga bulu tangkis Peparnas Papua 2021. Beradunya mimpi itu menghasilkan pertarungan sengit yang bisa melecut prestasi nasional pada masa mendatang.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS – Pebulu tangkis paralimpiade, dari debutan hingga veteran, membawa mimpi besar masing-masing yang saling berbenturan dan bermuara di Peparnas Papua 2021. Pertarungan sengit pun tak terhindarkan dalam partai semifinal kelas elite di GOR Cendrawasih, Kota Jayapura, pada Jumat (12/11/2021).
Suryo Nugroho (26), pebulu tangkis nasional klasifikasi SU5 (disabilitas tubuh bagian atas), kembali ke Papua dengan sedikit rasa trauma. Terakhir kali datang ke “Bumi Cendrawasih”, pada 2006, dia mengalami kecelakaan yang berujung pada amputasi setengah lengan kiri.
Musibah itu sempat memupus mimpi masa kecilnya untuk menjadi pemain dunia. Kecelakaan tersebut terjadi tepat seusai dia menjuarai dua nomor salah satu turnamen di Papua. Namun, musibahnya ternyata menjadi berkah terbesar dalam hidup. Suryo meniti karier di bulu tangkis disabilitas sejak 2009, lalu meraih berbagai medali, dari Peparnas hingga Paralimpiade.
Setelah 15 tahun berlalu, Suryo datang kembali dengan status salah satu pebulu tangkis disabilitas terbaik Tanah Air. “Antusias ada, was-was juga ada. Ada trauma sedikit karena saya dulu berangkat sehat, pulang dengan kondisi seperti itu. Tetapi saya mencoba melupakan itu. Saya beruntung masih bisa melanjutkan yang dulu saya mulai, kembali ke dunia olahraga,” ucapnya.
Atlet kontingen Jateng ini pun mengikuti Peparnas ketiganya dengan mimpi bisa berprestasi di Tanah Papua. Dengan prestasi itu, dia bisa membalut kenangan buruk sebelumnya, sekaligus mengulangi prestasi saat remaja ketika juara di kompetisi nondisabiltias. “Mungkin keberuntungan saya ada di sini,” lanjutnya.
Suryo memperlihatkan tekad besar itu di semifinal kelas elite. Dengan permainan agresif lewat berkali-kali smash keras, dia mengalahkan debutan asal Jabar yang sedang naik daun, Aurel Rizq Pratama (20), 21-13, 21-11.
Laga memang terlihat muda untuk sang paralimpian jika dilihat dari skor. Namun, di lapangan, Suryo cukup kesulitan menghadapi Aurel yang punya tubuh lengkap, yang lebih seimbang. Adapun Aurel tidak mengalami amputasi. Dia mengalami disabilitas di tangan kanan yang tidak bisa diluruskan.
Pada gim pertama, Suryo sempat unggul jauh, 13-5, lalu ditipiskan dengan 5 poin beruntun lawan. Peraih tiga emas di Peparnas Riau 2012 ini kemudian bangkit. Dia kembali fokus dan mengurangi kesalahan sendiri.
Kata Suryo, dirinya sempat khawatir dengan Aurel. Mereka baru bertemu pertama kali dan tidak mengetahui permainan masing-masing. “Terakhir kali bertemu pemain potensial itu Dheva (Anrimusthi) di Peparnas Jabar 2016. Di sana saya kalah. Nah ini, Aurel seperti Dheva karena anggota tubuh mereka lengkap. Tentu khawatir karena ada wacana promosi degradasi di Peparnas ini,” tambah peraih perunggu Paralimpiade Tokyo 2020 itu.
Suryo pun lolos ke final untuk ketiga kali beruntun dalam nomor tunggal putra Peparnas. Dia akan menghadapi Dheva, lawan terberatnya yang juga rekan berlatih di pelatnas, Dheva.
Pendatang baru bisa mendapat jam terbang lebih banyak dengan adanya kelas nasional. Setelah itu, mereka yang sudah punya pengalaman di nasional, berkesempatan lagi di kelas elite untuk bertemu atlet-atlet top.
Kemenangan Suryo mengubur mimpi besar Aurel. Sang debutan memang sudah melampaui target dengan raihan perunggu. Namun, atlet yang baru terjun ke olahraga disabilitas pada 2018 itu menargetkan lolos ke final, termasuk mengalahkan atlet elite.
Jika bisa melakukan itu, Aurel akan lebih mudah menggapai mimpinya untuk lolos ke pelatnas. “Kalau dilihat dari bagan, sempat pasang target untuk bisa mengalahkan Suryo. Tetapi memang dia lebih tenang. Pengalamannya sudah banyak. Ya ini buat pembelajaran saja untuk saya,” kata atlet yang juga merupakan finalis tunggal putra kelas nasional Peparnas tersebut.
Pertarungan sengit yang membenturkan mimpi-mimpi para pebulu tangkis juga terjadi di semifinal nomor lain. Di klasifikasi SL3 (disabilitas tubuh bawah), debutan asal Jabar Bambang Usiyan Purwito semakin dekat dengan mimpinya masuk pelatnas. Setelah menjuarai kelas nasional dua hari lalu, Bambang mengalahkan atlet unggulan pertama, Dwiyoko, 21-18, 21-5, di semifinal kelas elite.
Pelatih bulu tangkis nasional, Jarot Hernowo, berkata, pertarungan sengit ini akan sangat bagus untuk perkembangan bulu tangkis ke depan. Wajah-wajah baru bermunculan, sementara atlet veteran terus berbenah. Regenerasi yang selama ini menjadi problem utama, mulai terlihat bentuknya.
Duel sengit dalam Peparnas Papua tidak lepas dari pertaruran untuk membuat dua kelas kompetisi, nasional dan elite. Atlet elite atau yang sudah pernah bertanding di tingkat internasional dilarang ikut kelas nasional. Sementara itu, di kelas elite, seluruh atlet wajib ikut. Adapun atlet elite hanya boleh mengikuti satu nomor pertandingan.
“Pendatang baru bisa mendapat jam terbang lebih banyak dengan adanya kelas nasional. Setelah itu, mereka yang sudah punya pengalaman di nasional, berkesempatan lagi di kelas elite untuk bertemu atlet-atlet top. Ini sangat bagus untuk perkembangan mereka, juga untuk regenerasi,” ucap Jarot.
Sejarah membuktikan, Peparnas selalu bisa menjadi kawah penghasil bibit terbaik pebulu tangkis Tanah Air. Sebut saja Leani Ratri Oktila di Riau 2012 dan Dheva di Jabar yang juara dengan status debutan.
Muara mimpi di GOR Cendrawasih memberikan harapan besar munculnya hujan prestasi dari bulu tangkis pada masa mendatang. Bulu tangkis adalah cabang andalan Indonesia di Paralimpiade Tokyo. Cabang yang baru pertama kali tampil di Tokyo ini pun akan kembali dipertandingkan saat Paralimpiade Paris 2024.