Yuki Tsunoda masuk radar Red Bull Racing sejak 2016 setelah menggemparkan Kejuaraan F4 Jepang dalam debutnya memacu mobil balap kursi tunggal. Tsunoda pun melesat. Lima tahun kemudian, ia sudah berada di Formula 1.
Oleh
agung setyahadi
·6 menit baca
Yuki Tsunoda menjalani ujian pertama memacu mobil kursi tunggal ketika tampil pada seri kelima F4 Jepang di Sirkuit Suzuka, 27-28 Agustus 2016. Ini merupakan kesempatan sekali tampil yang bisa berakhir suram jika performanya buruk. Namun, pebalap berusia 16 tahun yang sebelumnya berkompetisi di ajang gokar itu mampu membuat kejutan dengan finis di posisi kedua pada balapan pertama dan keempat pada balapan kedua. Hasil itu membuat para petinggi Honda Formula Dream Project tersenyum.
Tahun berikutnya, Tsunoda menjalani musim penuhnya di F4 Jepang, di mana dia finis ketiga di akhir musim. Pada musim keduanya, Tsunoda menjuarai F4 Jepang dengan memenangi lima dari enam balapan di awal musim 2018. Kemajuan pebalap muda itu dipantau terus oleh Managing Director Honda F1 Masashi Yamamoto, sosok kunci yang membuka jalan Tsunoda ke Formula 1.
Yamamoto-lah yang merekomendasikan Tsunoda untuk menjalani tes di Red Bull Racing ketika Helmut Marco, penasihat tim F1 asal Austria, itu meminta nama pebalap muda untuk diuji. Yamamoto memberi tiga nama, termasuk Tsunoda, yang kemudian dipantau dari jauh oleh Marco.
Hal itu diungkap oleh Lawrence Barretto di laman Formula 1. Salah satu pebalap yang menarik perhatian Marco saat itu, karena performanya cemerlang, adalah Tsunoda. Dia kemudian diundang untuk menjalani tes memacu mobil F3 di Sirkuit Hungaroring, Hongaria.
Hungaroring merupakan sirkuit favorit untuk menguji pebalap muda karena treknya sempit dan berkelok-kelok. Pebalap akan sangat sibuk dan tidak memiliki banyak ruang untuk jeda sejenak karena tidak ada trek lurus yang panjang. Karakter trek itu akan menguak potensi sesungguhnya dari pebalap yang diuji.
”Dia bisa langsung kompetitif, khususnya di tikungan cepat. Dia lebih baik dibandingkan para pebalap lainnya yang ada di sana. Saya kemudian memeriksa hasil balapan. Yuki terlihat bagus. Kami pun rapat. Dia tidak mengenal sirkuit-sirkuit Eropa. Jadi, kami menempatkan dia di kejuaraan Formula 3 dan Kejuaraan Terbuka Euro Formula (di tahun yang sama, 2019) untuk memberi dia sebanyak mungkin jam balapan di banyak sirkuit yang berbeda,” ungkap Marco di laman Formula 1.
Setelah itu, Red Bull memasukkan Yuki dalam tes di Hongaria. ”Saya ingat mereka menurunkan Dan Ticktum hari itu. Yuki ada di sana mewakili Honda. Saya sangat terkesan dengan betapa cepatnya dia. Jelas sekali bakatnya muncul sangat alamiah. Setelah tiga hari tes, dia mencetak waktu terbaik. Saat berbicara dengan Helmut, dia juga sangat terkesan. Kami berbincang dan sepakat bahwa F3 tempat terbaik bagi dia karena itu jalan tercepat menyiapkan dirinya ke F1,” ungkap Yamamoto.
Hasil tes di Hungaroring itu berujung pada dering telepon Andreas Jenzer, pemilik Jenzer Motorsport, tim yang berkiprah di GP3 yang kemudian dinamai Formula 3. Di ujung telepon, Marco menyatakan dirinya memiliki pebalap yang ingin dia tempatkan di Jenzer Motorsport pada musim 2019. ”Saya memiliki pebalap F4 Jepang untuk kamu. Dia juara Jepang. Dia akan didukung 50 persen oleh Honda, 50 persen oleh Red Bull. Kirimi saya kontrak,” ujar Marco.
”Kami menandatangani kontrak dengan Yuki dan dia pertama kali muncul di Yas Marina pada Senin setelah Grand Prix Abu Dhabi 2018. Kami sebenarnya mengundang dia untuk datang ke balapan F1 untuk menonton di akhir pekan bersama tim tetapi dia menolak. Saya bertanya mengapa, dia jawab, ’Ah, Jenzer, saya tidak terlalu tertarik menonton balapan. Saya lebih senang membalap,’” kenang Jenzer.
Tsunoda menjalani banyak balapan di Eropa pada 2019. Di ajang Formula 3, dia membalap 16 kali bersama Jenzer. Kemenangan pertamanya diraih pada putaran ke-14 yang membantu mengakhiri musim di posisi kesembilan. Pada tahun itu, dia juga tampil 14 kali di ajang Euro Formula di mana dia mengakhiri musim di posisi keempat.
Saya memaksa diri cukup keras dan balapan di banyak trek untuk pertama kali. Saya belajar dengan cepat. Saya belajar banyak setiap sesi dan setiap balapan akhir pekan. (Yuki Tsunoda)
Performa Tsunoda menarik perhatian banyak pihak, termasuk Franz Tost yang kelak menjadi bosnya di tim AlphaTauri F1.
”Saya terkesan dengan dia di F3. Dia sungguh menjalankan tugas dengan sangat baik karena datang dari Jepang ke Eropa. Ini sungguh budaya yang sangat berbeda. Dia tidak mengenal sirkuit-sirkuit balapan, dia tidak tahu mobil. Mengingat faktor-faktor tersebut, dia menjalankan tugasnya dengan fantastis. Sejak awal hingga seterusnya, dia sangat kompetitif dan dia juga memenangi balapan dalam tahun pertamanya. Ini sangat mengagumkan. Pace-nya dalam kondisi basah juga sangat cepat,” tegas Tost.
Tsunoda kemudian mendapat promosi ke F2, satu langkah dari F1, menyusul rekomendasi Marco. Dia bergabung dengan tim milik Trevor Carlin. Pada musim pertamanya di F2, Tsunoda menjalani adaptasi hingga pertengahan musim. Namun, setelah paruh kedua, dia menemukan konsistensi. Performanya pun meningkat tajam. Marco pun menargetkan dia mengakhiri musim 2020 di posisi tiga besar. Tsunoda pun menempati posisi ketiga.
”Kemudian, saya menyaksikan F3 dan saya bisa melihat dia sepertinya tampil di atas kemampuannya. Dia menjalani sejumlah balapan dengan luar biasa, pebalap yang sangat bersemangat,” ungkap Carlin.
Tsunoda menjalani debutnya di F1 dengan brilian di Bahrain pada awal musim ini. Selain mendahului Fernando Alonso, dia juga finis di posisi kesembilan dan menjadi pebalap pertama setelah Stoffle Vandoorne (2016) yang meraih poin dalam debutnya di F1. Dia juga menjadi pebalap Jepang pertama yang meraih poin di ajang F1 setelah Kamui Kobayashi pada 2012.
”Kami menempatkan dia di F2 karena saya yakin dia siap untuk itu. Dia tidak beruntung dengan sejumlah masalah teknis yang dialami Carlin. Sepanjang kejuaraan, semuanya membicarakan (Mick) Schumacher, tetapi Yuki pebalap yang lebih cepat. Sudah jelas kami harus menempatkan dia di F1. Di Bahrain, dalam debutnya bersama AlphaTauri, dia langsung bagus,” ujar Marco.
Namun, setelah seri pertama F1 2021 itu, Tsunoda mengalami sejumlah masalah teknis. Dia juga beberapa kali menggunakan kata-kata kasar ketika ada pebalap lain yang tampil ceroboh atau mengalami masalah dengan mobilnya. Tsunoda pun terus belajar mengendalikan emosinya yang meledak-ledak dan fokus pada diri sendiri. Menurut Jenzer, saat ini Tsunoda sudah lebih kalem dibandingkan saat masih di F3.
Dia terus meredam gejolak emosinya seiring dengan peningkatan performa di F1 yang jauh lebih ketat. Tsunoda, yang mendapat perpanjangan kontrak setahun ke depan, kembali menjadi perhatian dengan performa apiknya di Austin, Amerika Serikat, di mana dia finis kesembilan. Dia menunjukkan kemajuan bagus dan diharapkan bisa lebih kompetitif pada tahun depan.
”Di F3 dan F2, saya hanya memiliki satu tahun untuk balapan. Saya memaksa diri cukup keras dan balapan di banyak trek untuk pertama kali. Saya belajar dengan cepat. Saya melakukan hal yang sama di F1. Saya belajar banyak setiap sesi dan setiap balapan akhir pekan. Ketika trek baru bagi saya, saya harus selalu mengawali dari nol. Namun, saya merasa diri saya membaik dari lap ke lap, dari setiap detail,” ungkap Tsunoda.
Persiapan Tsunoda mengenal sirkuit-sirkuit baru dia tunjukkan dengan menjalani latihan di simulator. Dia bisa menjalani 100 putaran untuk memahami detail sirkuit. Bahkan, sebelum latihan, dia membalap di simulator beberapa putaran supaya bisa mencapai hasil lebih baik.
”Yuki menuju ke arah yang tepat. Gaya membalapnya sesuai dengan gaya membalap modern. Dia tidak terlalu suka mobil yang understeer. Tidak senang ketika mobil di ujung tikungan melebar. Dia tidak terlalu mempermasalahkan bagian belakang mobil. Semua yang dia tunjukan sejauh ini positif,” ungkap Tost, kepala tim AlphaTauri.
Tsunoda masih berusia 21 tahun dan dia sedang dalam proses pematangan di F1. Jika dia mampu menaikkan levelnya musim depan, mimpi besarnya menjadi juara F1 bukan hal mustahil. Namun, dia memiliki persaingan yang sangat ketat dengan para pebalap muda lainnya yang lebih matang, seperti George Russell, yang musim depan membela Mercedes, dan Charles Leclerc di Ferrari. Pebalap andalan Red Bull, Max Verstappen, juga sedang menuju masa keemasannya dan sebagai salah satu favorit juara ke depan.
”Mimpi saya adalah menjadi juara dunia Formula 1,” ujar Tsunoda.