Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti kembali ke Perancis Terbuka 2021 dengan status sebagai juara turanmen yang sama pada 2019. Kali ini, keduanya berusaha untuk tampil lebih konsisten.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
PARIS, RABU — Dua tahun lalu, turnamen di Eropa menjadi tempat yang paling berkesan bagi Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dengan dua gelar juara beruntun. Kembali ke tempat yang sama, dua tahun kemudian, Praveen/Melati berjuang untuk kembali ke permainan terbaik mereka.
Setelah tersingkir di semifinal Denmark Terbuka, pekan lalu, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti berupaya memperbaiki penampilan dalam Perancis Terbuka di Stade Pierre de Coubertin, Paris, 26-31 Oktober. Ganda campuran peringkat kelima dunia itu berusaha mengulang sukses mereka dua tahun lalu.
”Kami harus lebih fokus dan semangat lagi, berusaha maksimal agar bisa lebih konsisten di setiap laga,” kata Melati, setelah melewati babak pertama, Rabu (27/10/2021). Praveen/Melati lolos ke babak kedua setelah mengalahkan Malaysia, Chen Tang Jie/Peck Yen Wei (Malaysia). Meski menang dua gim, skor 22-20, 21-19, menunjukkan ketatnya persaingan dalam perebutan setiap poin.
Setelah unggul 11-6 pada jeda gim pertama, Praveen/Melati berbalik tertinggal 12-14 hingga 18-20, sebelum meraih empat poin beruntun untuk mengakhirinya. Di gim kedua, mereka juga selalu tertinggal hingga skor 16-19. Pengalaman menjuarai ajang besar akhirnya membuat mereka memenangi pertandingan laga dengan meraih lima poin berturut-turut.
Praveen/Melati pun bertekad untuk lebih siap dalam menghadapi tantangan pada babak kedua, melawan pasangan India Satwiksairaj Rankireddy/Ashwini Ponnappa. Apalagi, Praveen/Melati kalah dalam satu-satunya duel sebelumnya di babak pertama China Terbuka 2019.
”Setelah jeda gim pertama, kami lengah hingga terbawa pola main lawan. Gim kedua pun seperti itu. Beruntung, saat poin kritis, mereka lebih banyak membuat kesalahan. Kami harus berusaha lebih konsisten lagi,” ujar Melati.
Akibat Perancis Terbuka yang tak digelar pada 2020 karena pandemi Covid-19, Praveen/Melati datang sebagai juara bertahan. Perancis Terbuka 2019, serta Denmark Terbuka sepekan sebelumnya, menjadi gebrakan pasangan itu menembus barisan ganda campuran elite dunia. Dua gelar beruntun didapat setelah selalu kalah dalam lima final sejak berpasangan pada 2018. Satu gelar lain juga didapat di Eropa, yaitu dari All England 2020.
Praveen/Melati menjadi satu-satunya ganda campuran Indonesia yang tersisa di babak kedua, setelah Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari kalah dari unggulan ketiga, Yuta Watanabe/Arisa Higashino, 12-21, 16-21.
Pada ganda putri, Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugiarto menyusul rekan mereka, Nita Violina Marwah/Putri Syaikah, ke babak kedua. Fadia/Ribka menang atas Kate Frost/Moya Ryan (Irlandia), 21-11, 21-13. Sehari sebelumnya, Nita/Putri mengungguli Amalie Magelund/Freja Ravn (Denmark), 21-16, 21-16.
Setelah jeda gim pertama, kami lengah hingga terbawa pola main lawan. Gim kedua pun seperti itu. Beruntung, saat poin kritis, mereka lebih banyak membuat kesalahan. Kami harus berusaha lebih konsisten lagi.
Bagi Nita/Putri, pasangan peringkat ke-39 dunia, penampilan di Denmark dan Perancis Terbuka menjadi debut pada turnamen BWF World Tour level tinggi. Denmark Terbuka adalah turnamen kategori Super 1000, sedangkan Perancis Terbuka di level Super 750.
Peringkat dunia mereka serta absennya beberapa pasangan top dunia membuat Nita/Putri mendapat peluang tampil pada turnamen level tinggi, tempat yang biasanya diisi senior mereka, Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 itu tak ikut bertanding di Perancis setelah tampil dalam Piala Sudirman, Piala Uber, dan Denmark Terbuka.
Seperti dikatakan Nita setelah memenangi babak pertama, dia merasa kehilangan sosok kakak dengan tidak tampilnya Greysia/Apriyani. ”Sejak Piala Uber, kami selalu bersama, ada senior yang selalu mengingatkan berbagai hal,” ujar Nita.
Hadirnya Fadia/Ribka dan Nita/Putri menjadi gambaran keterwakilan ganda putri Indonesia dalam turnamen level tinggi pada masa mendatang. Dengan makin dekatnya masa pensiun Greysia, pelatih ganda putri pelatnas, Eng Hian, telah menekankan untuk tidak selalu mengandalkan Greysia/Apriyani. Eng Hian pun mencoba menempa ganda putri nomor dua dan tiga Indonesia itu dalam persaingan yang lebih tinggi dari turnamen yang biasa mereka ikuti.