Sebagai kejuaraan multicabang nasional, sepatutnya PON menjadi potret ideal pembinaan olahraga kita. Sudahkah itu tercapai, masih ada sejumlah tanda tanya.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Di tengah kekhawatiran penyelenggaraan ajang olahraga saat pandemi, PON Papua 2021, Jumat (15/10/2021) ini, ditutup. Protokol kesehatan belum optimal diterapkan sehingga muncul kluster penularan Covid-19. Hingga Kamis (14/10/2021), tercatat 92 atlet dan ofisial yang tertular Covid-19.
Sebagai antisipasi meluasnya penularan Covid-19, setiap kontingen harus memastikan kembalinya duta-duta olahraga mereka ke tiap provinsi tidak menjadi kluster penularan berikutnya.
Terlepas dari soal protokol kesehatan yang belum maksimal, ihwal prestasi tak kalah penting dibahas. Mengingat, ada sejumlah sinyal kemandekan regenerasi atlet, dan itu cukup mengkhawatirkan. Terlebih jika kita ingin memperkuat daya saing di level internasional dan berusaha untuk fokus di cabang-cabang Olimpiade.
Terlepas dari soal protokol kesehatan yang belum maksimal, ihwal prestasi tak kalah penting dibahas. Mengingat, ada sejumlah sinyal kemandekan regenerasi atlet, dan itu cukup mengkhawatirkan.
Salah satunya, masih bercokolnya atlet-atlet senior dalam beberapa nomor yang tergolong favorit di PON Papua 2021. Beberapa atlet senior itu masih mendominasi, terbukti dari medali emas yang mereka raih, bahkan lebih dari sekeping.
Di cabang renang, perenang senior I Gede Siman Sudartawa meraih dua medali emas, yakni di nomor 50 meter dan 100 meter gaya punggung putra. Seperti diketahui, Siman yang berlaga untuk DKI Jakarta sudah malang melintang di dunia renang nasional sejak sekitar 15 tahun lalu.
Agus Prayogo, pelari jarak jauh andalan Indonesia dan berlomba untuk Jawa Barat, juga terlalu kuat bagi lawan-lawannya. Agus, yang sekian lama bercokol di jajaran pelari elite nasional, meraih tiga medali emas, yakni di nomor 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton. Agus juga menuturkan betapa dia menunggu pelari muda yang bisa mengimbanginya.
Fenomena lain yang menjadi sinyal stagnasi kaderisasi atlet tak lain seputar bertahan lamanya beberapa rekor, bahkan hingga 30 tahun lebih.
Fenomena lain yang menjadi sinyal stagnasi kaderisasi atlet tak lain seputar bertahan lamanya beberapa rekor, bahkan hingga 30 tahun lebih. Layak disyukuri, beberapa rekor PON dan rekor nasional pecah di PON Papua 2021.
Sebut saja rekor nasional lari 400 meter putri, yang dipecahkan pelari Sumatera Selatan, Sri Mayasari. Sri membukukan catatan waktu 53,22 detik, sekaligus memecahkan rekornas milik Emma Tahapary, yang tercipta 1984, atau sudah bertahan 37 tahun.
Di kolam renang juga pecah rekor PON di nomor 200 meter gaya dada putri, oleh Ressa Kania Dewi (Jawa Timur). Catatan waktu Ressa dalam 2 menit 33,97 detik, lebih cepat dari rekor sebelumnya atas nama Rita Mariani (2 menit 36,13 detik), yang tercipta 1996 atau 25 tahun lalu.
Seharusnya, dengan perkembangan ilmu pengetahuan keolahragaan (sport science), peningkatan prestasi bisa direncanakan dengan lebih matang. Bahkan, bisa diterapkan target pencapaian prestasi-prestasi tertentu, terutama untuk cabang-cabang olahraga terukur, seperti atletik dan renang.
Kita bersyukur ada bintang-bintang muda yang muncul di PON Papua 2021, seperti Odekta Naibaho dan Sri Mayasari di atletik, Rio Aditya di renang, Nurul Akmal di angkat besi, dan atlet muda lain yang mengukir prestasi. Namun, tampilnya bintang-bintang muda di kancah olahraga itu bisa lebih terprogram, dengan program pembinaan berkesinambungan.