Letupan Hasrat Pevoli di Koya Koso
Para pevoli berharap final PON menjadi batu loncatan mulainya kembali Proliga. Tanpa Proliga, mereka seperti kehilangan rumah.
Final bola voli putri PON Papua 2021 di GOR Koya Koso, Kota Jayapura, Selasa (12/10/2021), ibarat lantai dansa bagi pemain tim Jabar, Nurlaili Kusumah Diningrat (17). Pevoli berjuluk ”bocah ajaib” ini menari-nari dan bersorak sepanjang laga.
”Yeahhh!” teriaknya setiap pukulan Jabar tidak bisa ditahan tim lawan, Jateng. Dia berlari sambil menari, lalu memeluk rekan-rekannya. Sang bocah memperlihatkan gairah bermain dalam debutnya di PON Papua 2021.
Gairah bertanding itu bahkan terbawa hingga jeda. Saat timeout, sambil mendengarkan instruksi pelatih, dia kembali berjoget bersama rekannya, diiringi lagu ”Kanan-kiri” yang sedang populer.
Baca juga: Jabar Satukan Gelar Juara Putra dan Putri
Laili, sapaannya, selalu memberikan percikan semangat kepada rekan-rekannya setiap mendapat atau kehilangan poin. Meskipun pemain paling muda dalam tim, dia tidak tenggelam dalam tekanan sekitar 1.000 lebih penonton di GOR Koya Koso.
Dengan gairah besar itu, Laili yang bermain nyaris sepanjang laga final membawa Jabar juara PON. Tim yang berisi seluruh pemain Proliga ini menang atas Jateng tanpa perlawanan berarti, 3-0 (25-16, 25-14, 25-18).
Setelah laga, baru ketahuan ketenangan yang ditampilkan Laili hanyalah palsu belaka. ”Aku senang banget bisa main di final PON. Tetapi sebenarnya aku grogi tadi. Aku kan paling muda. Jadi aku teriak-teriak aja, menari juga, biar kelihatan enggak tegang. Padahal aslinya tegang,” ucapnya.
Spiker tim Proliga, Jakarta BNI Taplus, ini tidak memungkiri grogi karena berlaga di final disaksikan ribuan penonton. Dia belum pernah merasakan atmosfer serupa setelah Proliga terakhir digelar pada awal 2020.
Aku senang banget bisa main di final PON. Tetapi sebenarnya aku grogi tadi. Aku kan paling muda. Jadi aku teriak-teriak aja, menari juga, biar kelihatan enggak tegang. Padahal aslinya tegang.
Sejak itu, pebola voli yang memulai debut Proliga pada usia 14 tahun ini lebih sering berlatih daripada bertanding. Hal itu membuat mentalitas bertandingnya menciut. Dia bahagia karena bisa bertanding di level tertinggi lagi, tetapi juga tegang bukan main saat bersamaan.
”Pastinya ketemu pertandingan deg-degan. Kan semenjak pandemi juga sudah jarang tanding. Uji coba juga jarang. Hampir tak ada pertandingan malah,” ucapnya.
Laili, dengan usia yang sangat muda, mau bertanding sebanyak mungkin ke depannya. Dia ingin berkembang lebih cepat karena merasa masih banyak kekurangan dalam dirinya. Spiker setinggi 1,70 meter, berharap Proliga dimulai secepatnya.
Kerinduan serupa dirasakan kapten tim putra Jabar, Gunawan Saputra (26). Seusai membawa timnya juara untuk pertama kali sejak 1996, Gunawan ingin bisa segera merasakan kompetisi level tertinggi seperti Proliga.
Baca juga: Tim Putra Jabar Raih Medali Emas
Vakumnya kompetisi akibat pandemi berdampak besar terhadap perkembangan bola voli Tanah Air. ”Berpengaruh sekali untuk kami. Kami jadi kehilangan momen-momen (seperti ini). Pemain muda juga kehilangan jam terbang,” ucapnya.
Tarkam
Tanpa Proliga selama satu setengah tahun terakhir, banyak pevoli yang mencari aktivitas lain. Pemain tim putri Jateng, Shindy Sasgia Dwi Yuniar (23), mengikuti pertandingan antar kampung untuk tetap menjaga pemasukan dan kemampuan.
Shindy yang berparas rupawan juga terkadang mengambil pekerjaan sebagai model. Pemain yang terakhir membela Jakarta Pertamina Energi ini merasa tidak banyak berkembang sebagai pemain profesional.
”Paling cuma tarkam saja. Proliga kan terakhir awal 2020. Sudah hampir 2 tahun. Kangen banget. Kami seperti kehilangan rumah. Kompetisi nasional itu kan kaitannya dengan mental. Bagaimana mentalnya mau terbangun kalau kompetisi saja tidak ada. Mental itu yang harus digojlok lagi,” ucapnya.
Hasrat untuk bisa bertanding lagi tidak hanya dirasakan pemain, tetapi juga pelatih. Pelatih tim Jabar sekaligus BNI Taplus, Risco Herlambang, berkata vakumnya Proliga bisa ”merusak” anak asuhnya.
Kata Risco, dia sulit untuk menghalangi pemainnya tampil di kompetisi antar kampung. Padahal kompetisi tersebut bisa menghancurkan karier pemainnya, meskipun mereka bisa mendapatkan uang cukup banyak. Uang itu bisa menggantikan gaji dari kontrak klub semula.
”Tarkam bayaran memang besar, tetapi bisa merusak karena tidak aturan. Tiba-tiba bisa main di sini, besok main di sana. Tidak ada yang memikirkan kondisi badan pemain. Takutnya dia cedera. Tidak sedikit yang kasusnya seperti itu. Karena itu, kami berharap besar pada Proliga agar jalan lagi,” ucap Risco.
Dari PON Papua, animo tinggi para penonton terhadap pertandingan voli sangat jelas terlihat. Di final, penonton rela berjalan jauh dari tempat parkir dan mengantre demi bisa menyaksikan laga.
Ratusan orang di antaranya bahkan tetap menunggu di luar pintu GOR, meskipun petugas menyampaikan tribune sudah penuh. Animo dari ujung timur Indonesia ini bisa menjadi pertanda angin segar untuk menyambut Proliga.
Direktur Proliga Hanny S Surkatty berkata, kompetisi rencananya akan kembali digelar pada awal 2022. Mereka sedang mematangkan konsep protokol kesehatan. Sebab, Proliga nanti akan berlangsung dengan konsep “gelembung”, bukan seri di berbagai kota seperti biasanya. “Kami sudah merencanakan itu, sekarang sedang menyempurnakan untuk eksekusinya,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Pemuda Olahraga Zainudin Amali yang datang menyaksikan final di GOR Koya Koso, juga mendukung Proliga dimulai awal 2022. Dia ingin voli bisa mengikuti jejak kompetisi bola basket dan sepak bola yang dimulai lebih dulu. “Saya mendukung penuh dan akan membantu perizinannya,” tegasnya.
Nyaris dua tahun tanpa kompetisi telah menghambat potensi perkembangan pevoli nasional. Sekarang, mereka punya harapan besar dengan rencana dimulainya Proliga. Mereka bisa menumpahkan hasrat dan potensi besar masing-masing di tempat yang tepat.