Verawaty Fajrin Tersenyum Lagi
Setelah dibantu pemerintah, Verawaty Fadjrin mendapatkan perawatan medis yang terbaik. Verawaty bisa tersenyum lagi, tetapi ada sistem kesehatan mantan atlet yang perlu diperbaiki.
JAKARTA, KOMPAS - Setelah mendapatkan perhatian besar dari pemerintah pusat melalui Presiden Joko Widodo, Kementerian Pemuda dan Olahraga, hingga Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta Barat, legenda bulu tangkis Indonesia Verawaty Fajrin dan keluarga jauh lebih lega. Meskipun masih merasakan sejumlah keluhan, Verawaty lebih ceria dan kuat untuk menjalani pengobatan penyakit kanker yang dideritanya.
Perhatian dari pemerintah memang luar biasa, tetapi ini pun menjadi pelajaran. Sejatinya, pengurus cabang harus membangun sistem yang memastikan jaminan kesehatan memadai untuk atlet maupun mantan atletnya.
”Saat ini, ibu Verawaty dan keluarga jauh lebih tenang meskipun ibu Verawaty masih lemah dan merasakan sakit dada serta batuk yang belum berhenti. Setidaknya, kami tidak lagi kepikiran mengenai penanganan medis, semuanya sudah dijamin oleh pemerintah. Ini sangat berguna untuk meningkatkan imunitas ibu Verawaty agar tetap kuat menjalani pengobatan,” ujar suami Verawaty Fajrin, Fadjriansyah ketika dihubungi, Selasa (21/9/2021).
Verawaty mengalami kanker paru-paru sejak Maret 2020. Perempuan kelahiran Jakarta, 1 Oktober 1957 ini sempat menjalani lima kali kemoterapi di RS Persahabatan Rawamangun, Jakarta Timur. Dengan bantuan Kemenpora serta Kementerian Kesehatan, dia akhirnya menjalani perawatan di RS Dharmais pada 29 Juli 2021. Sempat membaik dan mejalani rawat jalan, pada 17 September lalu, dirinya kembali memburuk dan masuk lagi RS Dharmais.
Setelah mendapatkan perhatian pemerintah, Verawaty dipindahkan dari ruang perawatan transit ke ruang VIP RS Dharmais mulai Senin (20/9). Penanganan langsung menjadi lebih baik. Di ruang transit, Fadjriansyah menceritakan, istrinya nyaris tidak mendapatkan penanganan khusus dan hanya diberikan cairan infus biasa.
Baca juga : Verawaty Fajrin Dapat Perhatian dari Negara
Namun, sejak masuk ruang VIP, Verawaty langsung mendapatkan penanganan khusus dan diberikan infus yang mengandung obat. Selasa ini misalnya, Verawaty langsung menjalani dua tindakan, yakni MRI thorax dan pemeriksaan fisik abdomen. ”Ibu Verawaty juga sudah lebih aktif berkomunikasi. Kami berharap ibu Verawaty mendapatkan pengobatan terbaik sampai tuntas supaya ibu Verawaty bisa segera kembali sehat,” kata Fadjriansyah.
Berjuang berobat
Menurut Fadjriansyah, selama ini, Verawaty berobat dengan kartu BPJS kelas 2 yang iurannya dibayar mandiri. Tak sedikit obat-obatan yang harus dibeli sendiri karena tidak ditanggung oleh BPJS. Harga obat itu tidak murah.
Obat medis untuk meningkatkan daya tahan tubuh mencapai Rp 2 juta per kotak untuk 10 hari saja. Belum lagi, mereka juga mencoba pengobatan alternatif, seperti membeli obat herbal atau madu yang harganya bisa Rp 9 juta untuk kurang dari sebulan.
Besarnya biaya pengobatan membuat Fadjriansyah dan Verawaty kerepotan. Mereka sempat berhutang ke bank demi kesembuhan Verawaty. Bahkan, Fadjriansyah pernah berniat melelang raket dan pakaian bersejarah yang digunakan Verawaty tatkala menjuarai All England 1979.
Akan tetapi, dua benda itu sangat penting bagi Verawaty sehingga Fadjriansyah mengurungkan niatnya. ”Saya sempat ingin melelang raket ibu Verawaty pas juara All England 1979. Sebab, kami butuh uang untuk pengobatan ibu Verawaty. Namun, ibu Verawaty sayang sekali dengan raket itu. Akhirnya, saya batalin niat itu,” tutur Fadjriansyah.
Baca juga : Salam dan Doa dari Istana untuk Verawaty
Dengan perhatian besar dari pemerintah, Fadjriansyah dan Verawaty merasa sangat terbantu. ”Di momen ini, kami baru sadar bahwa ibu Verawaty ternyata orang besar. Terbukti banyak yang memberikan perhatian, dari masyarakat sampai Presiden. Jerih payahnya dahulu baru terasa sekarang,” ujar Fadjriansyah.
Komitmen pemerintah
Adapun pemerintah berkomitmen akan memberikan pengobatan terbaik dan menanggung semua biaya pengobatan Verawaty. Melalui Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono saat menjengkuk Verawaty, Senin sore, Presiden menyampaikan salam dan doa kesembuhan untuk Verawaty yang menjadi salah satu pembawa obor Asian Games Jakarta-Palembang 2018 serta menyerahkannya langsung ke Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Agustus 2018.
Heru pun membawa bantuan sebesar Rp 100 juta dari Presiden untuk Verawaty. Tak hanya itu, Presiden meminta Menpora dan Menkes memastikan jaminan perawatan serta layanan terbaik untuk Verawaty selama di rumah sakit.
Tak lama seusai Heru mengunjungi Verawaty, Menpora Zainudin Amali turut menjenguk untuk memastikan bahwa Verawaty mendapatkan penanganan medis terbaik. Dari pantauan Zainudin, semua penanganan yang diberikan berjalan baik.
Baca juga : Verawaty Fajrin Butuh Bantuan dengan Segera
Verawaty ditangani langsung oleh satu tim dokter spesialis dan dirawat di ruang VIP. ”Saya sampaikan kepada keluarga maupun Dirut RS Dharmais, silakan ibu Verawaty dirawat secara maksimal dan pemerintah menanggung semuanya. Jadi, tidak ada masalah karena kita tahu ibu Verawaty ini legenda bulu tangkis Indonesia, sehingga pemerintah memberikan perhatian dan apresiasi,” kata Zainudin.
Direktur Utama RS Dharmais dr R Soeko Werdi Nindito D., MARS menjelaskan, pihaknya siap memberikan perawatan terbaik untuk Verawaty. Sebab, Verawaty salah satu orang yang sangat berjasa untuk mengharumkan Indonesia di pentas dunia, lewat prestasi-prestasinya di bulu tangkis.
Saat ini, Verawaty ditangani tim dokter spesialis yang terdiri dari spesialis paru-paru, hematologi, gizi, dan lain-lain. Terakhir, telah dilakukan tindakan terapi kepada Verawaty. ”Mudah-mudahan, ibu Verawaty kuat dan tetap semangat sehingga tim bisa terus memberikan yang terbaik untuk kesembuhannya,” terang Soeko.
Bangun sistem
Sahabat sekaligus mantan pebulu tangkis nasional, Rosiana Tendean mengatakan, kondisi Verawaty yang sempat berjuang mandiri untuk pengobatannya cukup miris. Sudah sepatunya, mantan atlet berprestasi seperti Verawaty mendapatkan jaminan kesehatan yang ideal, minimum BPJS kelas 1.
Pemerintah perlu membangun sistem agar atlet mendapatkan jaminan kesehatan secara berkesinambungan sampai mereka pensiun. Sebab, kesempatan atlet untuk berprestasi terbatas usia. Sehabis pensiun, mereka tidak punya kesempatan itu lagi. Namun, mereka tetap harus diperhatikan karena pernah berkontribusi mengharumkan nama bangsa dan negara.
Verawaty contohnya, semasa aktif, dia memberikan banyak gelar prestisius untuk Indonesia. Bersama Imelda Wiguna, dirinya menjuarai ganda putri All England 1979. Imelda/Verawaty menjadi salah satu dari hanya dua ganda putri Indonesia yang bisa menjuarai All England, turnamen klasik dan bergengsi di arena bulu tangkis. Pasangan lainnya, yakni Minarni/Retno Koestijah yang juara All England pada 1968.
Gelar tertinggi lain yang pernah dicapai Verawaty adalah juara dunia tunggal putri pada 1980. Pada tahun yang sama, dia menembus final All England pada tunggal putri tetapi kalah dari pemain Denmark, Lene Koeppen.
Pada ganda putri, Verawaty yang berpasangan dengan Ivana Lie menjadi juara Indonesia Terbuka 1988. Bersama Rosiana, mereka merebut emas SEA Games Jakarta 1987. Dalam ajang yang sama, Verawaty mendapat emas ganda campuran bersama Eddy Hartono dan mengantarkan ”Merah Putih” meraih emas beregu putri.
”Dengan sistem itu, mantan atlet bisa langsung otomatis mendapatkan layanan kesehatan. Mereka tidak perlu lagi bersusah payah untuk berobat seperti yang dilakukan Verawaty. Sekarang yang terlihat mungkin cuma Verawaty, tidak menutup kemungkinan ada mantan atlet lain yang bernasib sama tetapi tidak terpantau,” tutur Rosiana yang mengoleksi tiga gelar juara ganda campuran Piala Dunia Bulu Tangkis.
Dengan sistem itu, mantan atlet bisa langsung otomatis mendapatkan layanan kesehatan. Mereka tidak perlu lagi bersusah payah untuk berobat seperti yang dilakukan Verawaty. (Rosiana Tendean)
Pahlawan kemenangan Indonesia saat merebut gelar pertama Piala Uber pada 1975, Tati Sumirah, turut berjuang untuk mendapatkan bantuan perawatan sakit gula darah tinggi dan paru-paru yang dideritanya sebelum tutup usia pada 13 Februari 2020. Pascapensiun, Tati yang wajahnya diabadikan di kartu uang elektronik ketika Asian Games 2018 ini pernah bekerja serabutan sebagai kasir apotek dan staf perpustakaan perusahaan oli di Jakarta.
”Tanggung jawab jaminan kesehatan untuk atlet ataupun mantan atlet tidak semuanya bisa dibebani kepada pemerintah. Semestinya, induk cabang olahraga lebih aktif mendata atlet dan mantan atletnya untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Mereka bisa bekerjasama dengan asosiasi atlet atau komunitas olahraga terkait untuk mendapatkan akses ke BPJS yang sudah memadai,” pungkas pengamat olahraga Fritz E Simanjuntak.