Kemenangan atas Novak Djokovic pada Olimpiade Tokyo 2020 menjadi modal berharga bagi Alexander Zverev saat keduanya kembali bertemu di semifinal AS Terbuka. Namun, kali ini laga berformat ”best of five sets”.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Alexander Zverev menggagalkan ambisi Novak Djokovic untuk menciptakan ”Golden Slam” ketika menghentikan petenis nomor satu dunia itu pada semifinal Olimpiade Tokyo 2020. Zverev bisa menggagalkan ambisi lain Djokovic, tetapi kali ini dalam pertandingan dengan format best of five sets.
Kemenangan Zverev atas Djokovic pada pertemuan terakhir mereka terjadi sebulan lalu di Ariake Tennis Park, Tokyo, Jepang. Zverev menang, 1-6, 6-3, 6-1. Hasil itu membuat Djokovic gagal menyamai Steffi Graf, juara empat Grand Slam serta emas Olimpiade dalam satu tahun penyelenggaraan, pada 1988.
Djokovic menargetkan ”Golden Slam”, seperti Graf, setelah menjuarai Australia Terbuka, Perancis Terbuka, dan Wimbledon pada tahun ini. Setelah gagal di Tokyo, target tersisa adalah juara semua Grand Slam dalam satu tahun, seperti terakhir kali dilakukan Rod Laver pada tunggal putra, 52 tahun lalu.
Jika juara di Flushing Meadows, dia juga akan melampaui dua rivalnya, Rafael Nadal dan Roger Federer, meraih gelar Grand Slam tunggal putra terbanyak, dengan 21 gelar.
Selain di Tokyo, Zverev juga mengalahkan Djokovic dalam dua pertemuan lain dari total sembilan pertemuan, yaitu pada final ATP Masters 1000 Roma 2017 dan final Turnamen Final ATP 2018. Namun, akan ada yang berbeda pada semifinal di Flushing Meadows, New York, Jumat (10/9/2021) malam waktu setempat atau Sabtu pagi WIB itu. Kali ini, pertandingan berlangsung dalam format best of five sets.
Dalam format yang mengharuskan petenis memenangi tiga set itu, Zverev belum bisa mengungguli Djokovic, salah satunya dalam pertemuan tahun ini di perempat final Australia Terbuka. Zverev kalah, 7-6 (8/6), 2-6, 4-6, 6-7 (6/8).
Zverev dan petenis alumnus ”Next Gen” lainnya selalu kesulitan menaklukkan Djokovic dengan format laga yang hanya digunakan di Grand Slam itu.
Seperti dikatakan Christian LoCascio, pelatih fisik mantan petenis AS, Mardy Fish, untuk mengalahkan Djokovic, Nadal, dan Federer di arena Grand Slam, diperlukan kekuatan kaki seperti pemain rugbi dan daya tahan seperti pelari maraton. Ini belum termasuk faktor mental untuk mengatasi tekanan bermain pada persaingan level tertinggi.
Sejak program ”Next Gen” untuk memajukan prestasi petenis berusia 21 tahun ke bawah diperkenalkan ATP pada 2017, hanya ada satu petenis muda yang pernah mengalahkan Djokovic di Grand Slam, yaitu Chung Hyeon, pada babak keempat Australia Terbuka 2018. Saat itu, petenis Korea Selatan tersebut berusia 22 tahun dan menjadi juara Final ATP Next Gen 2017. Namun, saat ini, Hyeon hanya berperingkat ke-216 dunia.
Paling depan
Zverev adalah petenis era awal Next Gen yang ”berlari” paling depan. Saat rekan-rekan seusia tampil dalam Final ATP Next Gen yang pertama kali digelar pada 2017, Zverev bersaing pada level tinggi, yaitu Final ATP, yang dijuarainya setahun kemudian. Gelar itu melengkapi lima gelar juara ATP Masters 1000.
Akan tetapi, di arena Grand Slam, petenis Jerman berusia 24 tahun itu baru sekali mencapai final, pada AS Terbuka 2020. Dia berada di ambang juara saat merebut dua set awal ketika berhadapan dengan Dominic Thiem, tetapi akhirnya kalah 6-2, 6-4, 4-6, 3-6, 6-7 (6/8).
”Novak adalah petenis terbaik dunia. Sangat sulit mengalahkan dia. Namun, saya adalah petenis pertama yang mengalahkan dia di ajang besar tahun ini. Itu memberi saya kepercayaan diri,” kata Zverev.
Zverev mencapai semifinal AS Terbuka dengan 16 kemenangan beruntun sejak meraih emas Tokyo 2020 dan juara ATP Masters 1000 Cincinnati. Adapun Djokovic memiliki 26 kemenangan beruntun di arena Grand Slam sejak Australia Terbuka 2021.
”Melawan Novak, Anda harus benar-benar bermain dengan semua kemampuan terbaik. Anda harus bermain sempurna, jika tidak, Anda kalah. Banyak pemain tak tampil sempurna saat melawan dia hingga mereka kalah,” lanjut petenis keturunan Rusia itu.
Akan tetapi, Djokovic sedikit meninggalkan celah di Flushing Meadows kali ini. Dari lima kemenangan, hanya pada satu laga dia menang straight sets, yaitu melawan Tallon Griekspoor (Belanda) pada babak kedua.
Pada babak ketiga hingga perempat final, dia selalu kehilangan set pertama. Namun, pengalaman, motivasi, kekuatan mental, dan fisik selalu membuatnya bisa mencari jalan keluar dari setiap kesulitan, seperti ketika mengalahkan Matteo Berrettini, 5-7, 6-2, 6-2, 6-3, pada perempat final.
Djokovic pun mewaspadai Zverev yang dinilainya berada dalam penampilan terbaik dalam tiga bulan terakhir. ”Saya sangat termotivasi. Semakin besar tantangan, semakin besar kebanggaan saat memenanginya,” ujar Djokovic.
Tanpa kehadiran Nadal dan Federer, Djokovic memiliki kesempatan besar menyapu bersih gelar Grand Slam 2021. Namun, dia menolak menjawab tentang kemungkinan itu saat diwawancara Patrick McEnroe di hadapan penonton.
”Anda tak usah bertanya itu karena saya tak ingin memikirkannya. Saya tahu peluang itu ada, tetapi saya hanya ingin fokus pada pertandingan berikutnya. Saya hanya akan menjalaninya selangkah demi selangkah. Jika membahasnya, mental saya akan terbebani,” katanya.
Pemenang laga Zverev melawan Djokovic akan berhadapan dengan pemenang Daniil Medvedev (Rusia) melawan Felix Auger-Aliassime (Kanada) pada semifinal lain. Adapun semifinal tunggal putri, Jumat pagi waktu Indonesia, mempertemukan Leylah Fernandez (Kanada) dengan Aryna Sabalenka (Belarus), serta Emma Raducanu (Inggris) melawan Maria Sakkari (Yunani). (AFP/REUTERS)