Para petenis remaja bersinar di New York. Petenis putri Kanada Leylah Fernandez menyingkirkan juara bertahan Naomi Osaka, dan peteni putra Spanyol Carloz Acaraz mengalahkan unggulan ketiga Stefanos Tsitsipas.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, Flushing Meadwos, New York menjadi panggung unjuk kemampuan petenis remaja pada Amerika Serikat Terbuka 2021. Kemampuan mereka mengalahkan bintang besar memunculkan harapan bahwa dunia tenis profesional tidak akan kehabisan bintang.
Petenis terdepan di antara para remaja itu adalah Cori “Coco” Gauff. Berusia 17 tahun, petenis Amerika Serikat ini telah menembus peringkat ke-23 dunia.
Namun, perjalanan Coco di Flushing Meadwos tahun ini lebih singkat dibandingkan dengan dua Grand Slam sebelumnya, yaitu babak keempat Wimbledon dan perempat final Perancis Terbuka. Kali ini, Coco terhenti pada babak kedua.
Tanpa Coco, remaja lain unjuk diri. Kejutan terbesar dibuat petenis Kanada, Leylah Fernandez. Dia menyingkirkan empat kali juara Grand Slam yang juga juara bertahan AS Terbuka, Naomi Osaka, pada babak ketiga.
Tampil untuk pertama kalinya di Stadion Arthur Ashe, stadion tenis terbesar di dunia, Fernandez (18) tak gentar. Keyakinan untuk menang bahkan telah dirasakan sejak awal pertandingan.
Keberanian itu didukung oleh kemampuan dalam melancarkan groundstroke keras serta kejelian dalam menempatkan bola ke tempat kosong, hingga Osaka pun terkecoh. Fernandez mendapat momen paling mengesankan sejak terjun ke arena profesional pada 2019 dengan kemenangan 5-7, 7-6 (7/2), 6-4.
Gelar itu memberi kepercayaan diri. Permainan saya berkembang hingga akhirnya bisa mengalahkan petenis-petenis bintang.
Kemampuan Fernandez akan diuji juara Grand Slam lainnya, Angelique Kerber, pada babak keempat. Petenis senior Jerman itu adalah juara Australia dan AS Terbuka 2016, serta Wimbledon 2018.
Sebelum bersaing di arena profesional, Fernandez mulai bersinar ketika menjadi finalis tunggal putri yunior Australia Terbuka 2019. Lima bulan kemudian, dia menjuarai Perancis Terbuka pada kategori yang sama.
Sejak saat itu, petenis yang memiliki ayah mantan pesepak bola profesional asal Ekuador dan ibu keturunan Filipina ini semakin memperlihat potensinya. Dalam turnamen WTA, dia mengalahkan petenis-petenis yang lebih berpengalaman, seperti juara AS Terbuka 2017, Sloane Stephens, di WTA Meksiko 2020.
Fernandez juga pernah mengalahkan peraih emas Olimpiade Tokyo 2020, Belinda Bencic, pada kualifikasi kejuaraan Piala Billie Jean King (dulu Piala Fed). Potensi itu ditegaskan dengan gelar pertama WTA yang didapat dari WTA 250 Monterrey, pada Maret.
“Gelar itu memberi kepercayaan diri. Permainan saya berkembang hingga akhirnya bisa mengalahkan petenis-petenis bintang,” komentar Fernandez.
Kemenangan atas Osaka memberinya kesan begitu dalam. Hal itu karena Fernandez mempelajari cara bermain petenis Jepang tersebut. “Dia menjadi contoh bagi petenis lain di tur dan anak-anak perempuan di dunia. Saya sangat senang mendapat kesempatan bertemu Naomi dan memperlihatkan pada banyak orang bahwa saya bisa bersaing dengan petenis besar,” lanjutnya.
Selain belajar dari sang idola, anak kedua dari tiga bersaudara ini selalu mengingat prinsip yang diajarkan ayah yang juga pelatihnya, Jorge Fernandez, yaitu berlatih dan bekerja keras, sabar, serta percaya diri. “Ayah mengatakan, semua faktor itu akan terlihat dalam pertandingan. Saya senang akhirnya bisa melakukannya,” kata penggemar pelatih sepak bola, Pep Guardiola itu.
Penerus Nadal
Sebelum disuguhi kemenangan Fernandez atas Osaka, penggemar tenis menyaksikan talenta remaja asal Spanyol yang juga berusia 18 tahun, Carlos Alcaraz. Petenis yang pernah disebut Toni Nadal sebagai petenis masa depan Spanyol ini menyingkirkan unggulan ketiga, Stefanos Tsitsipas, dalam laga lima set selama empat jam tujuh menit. Alcaraz menang 6-3, 4-6, 7-6 (7/2), 0-6, 7-6 (7/5).
Potensi Alcaraz untuk bersaing pada turnamen level tinggi bahkan membuat publik dan media Spanyol menjulukinya sebagai “The Next Rafa”. Mereka merujuk pada petenis terbaik Spanyol, Rafael Nadal, yang memperoleh 20 gelar Grand Slam.
Namun, berbeda dengan Nadal yang memiliki senjata heavy top spin dan menguasai lapangan tanah liat, permainan Alcaraz, seperti disebutkan pelatihnya, Juan Carlos Ferrero, lebih cocok di lapangan keras.
Saat melawan Tsitsipas, dia melancarkan forehand dan backhand keras dari baseline. Bola seringkali jatuh mendekati garis hingga sulit dikembalikan. Dia pun membuat Tsitsipas pontang-panting mengejar drop shot, lalu menyelesaikan perebutan poin dengan passing shot.
“Kecepatan bolanya luar biasa. Saya tak pernah melihat petenis yang memukul bola sekeras itu. Saya membutuhkan waktu beradaptasi untuk menghadapinya,” komentar Tsitsipas, finalis Perancis Terbuka 2021.
Meski tak ingin dinilai permainannya meniru siapapun, Alcaraz senang jika disebut karakter mainnya mirip dengan Roger Federer. Hal itu karena dia selalu mencoba bermain agresif sepanjang pertandingan.
Faktor lain yang membuat kemampuannya meningkat pesat adalah tim pendukung lengkap yang berada di sekitarnya. Disebutkan dalam laman resmi ATP, Alcaraz memiliki agen, Albert Molina, yang mempertemukannya dengan Ferrero. Dia juga memiliki dua pelatih fisik, dua fisioterapis, dan satu dokter. Tim itu mendampingi Alcaraz untuk mencapai perkembangan setiap hari.
“Kami mengingatkan setiap hari, perjalanannya bagai menyusun batu bata untuk membangun rumah. Dia harus menyusunnya sesempurna mungkin, tak boleh ada batu bata yang salah ditempatkan,” tutur pelatih fisik, Juanjo Moreno. (AFP)