Beatrice ”Bebe” Vio, Medali Emas dari Tangan Robocop
Makuhari Messe Hall, Tokyo, Jepang, menjadi saksi kegigihan Beatrice ”Bebe” Vio dalam mempertahankan medali emas cabang anggar Paralimpiade di kategori individu foil putri B.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·6 menit baca
Jika hidup tidak pernah membuat kita tersandung, atau membawa kita ke jurang yang dalam, bagaimana mungkin tahu apa yang benar-benar mampu kita capai? Hal itu dialami oleh Beatrice ”Bebe” Vio. Kehilangan kedua kaki dan dua tangan tidak membuatnya berhenti, ia justru mampu menunjukkan keteguhan hingga memperoleh dua medali emas Paralimpiade.
Makuhari Messe Hall, Tokyo, Jepang, menjadi saksi kegigihan Bebe dalam mempertahankan medali emas cabang anggar Paralimpiade di kategori individu foil putri B. Atlet asal Italia itu mengalahkan Jingjing Zhou dari China, 15-9, di babak final untuk mempertahankan gelar anggar kursi roda Paralimpiade menghadapi lawan yang sama seperti di Rio 2016.
Kemenangan diraih atlet berusia 24 tahun itu setelah serangkaian situasi menantang selama persiapan. ”Saya muntah berkali-kali pagi ini sehingga saya sangat stres. Saya jatuh ke lantai setelah semifinal. Jadi, saya merasa tidak enak badan,” katanya kepada Olympics.com.
Sebagai pemain anggar dengan peringkat nomor satu dunia dan dengan sejarah emas di Rio 2016 membuat banyak orang yakin Bebe, panggilan Beatrice Vio, bisa mempertahankan gelar. Namun, orang-orang tidak tahu bahwa persiapannya menuju Tokyo 2020 diwarnai dengan cedera dan kurangnya kejuaraan kompetitif menjelang pesta olahraga dunia itu.
Situasi ini sempat membuat Bebe stres dan kurang percaya diri menjelang kejuaraan. Ketika ia sudah memakai helm dan memegang belati di kejuaraan, semua perasaan negatif luruh. Hal yang tersisa hanyalah rasa percaya diri dan penampilan yang mendominasi.
Dalam penampilan pertama, ia dengan mudah mengalahkan Irma Khetsuriani dari Georgia, yang menempati peringkat keenam dunia. Ia juga berhasil mengalahkan dua lawan berikutnya, yaitu ABE Chrisato dari Jepang dan Ludmila Vasilev dari Komite Paralimpik Rusia. Keduanya sama-sama takluk dari Beatrice dengan skor 0-5.
Bebe melaju ke babak sistem gugur tanpa terkalahkan. Dua kemenangan 5-1 atas Monica Santos dari Brasil dan Rong Xiao dari China diikuti oleh kemenangan 5-2 terakhir melawan Yuen Ping Chung dari Hong Kong. Semua kerja keras dan pengorbanannya mengantarnya sampai di podium tertinggi. Air mata mengalir saat lagu kebangsaan Italia dinyanyikan.
”Saya sangat bangga tidak hanya untuk keluarga saya, tetapi juga untuk tim saya. Terima kasih kepada orang Italia yang percaya kepada kami,” kata Bebe setelah meraih emas.
Infeksi
Seperti pencuri pada malam hari, infeksi meningitis langka dan sangat mematikan menyerang tubuh Bebe tanpa peringatan. Saat infeksi menyerang, Bebe merupakan bocah berusia 11 tahun yang bertubuh atletis dan mempunyai banyak bakat. Hanya dalam waktu tiga hari, infeksi melumpuhkan kaki dan tangan serta mengubah hidup perempuan asal Venesia itu.
Berdasarkan riset, hanya 4 persen dari mereka yang menderita jenis meningitis yang dialami Bebe bertahan dari penyakit mereka. Di rumah sakit, dokter bekerja keras untuk menyelamatkan Beatrice. Perempuan yang sudah mengenal olahraga anggar sejak usia 5 tahun ini berhasil melewatinya, tetapi dengan konsekuensi medis serius.
Dokter mengamputasi kedua kakinya di bawah lutut. Beatrice kecil menangis. Ia ingin kakinya kembali. Namun, tangisnya tidak bisa mengembalikan kakinya yang telah hilang. Beatrice justru harus kembali menjalani operasi amputasi kedua lengannya sebatas siku.
Bocah itu harus menginap di rumah sakit selama berbulan-bulan untuk rehabilitasi. Beberapa kali ia juga menjalani operasi transplantasi kulit untuk menutup luka di kaki dan lengannya. Entah bagaimana, ia berhasil melalui semua itu. Ia pun kembali ke sekolah dan teman-teman.
Semasa kecil, Bebe punya tiga passion yang disebutnya sebagai 3S, yaitu sekolah (dalam bahasa Italia disebut scuola), anggar (scherma), dan pramuka (scoutismo). Beruntunglah, sejak usia 5 tahun Bebe sudah mengenal anggar, salah satu olahraga kompetitif tertua di dunia, yang kelak turut menentukan arah hidupnya.
Anggar sangat populer di Yunani Kuno dan Kekaisaran Romawi. Pada Abad Pertengahan, adalah hal biasa untuk menantang orang lain untuk berduel dengan pedang karena dianggap menghina atau terkait dengan perselisihan lainnya. Seseorang yang menolak tantangan duel dianggap manusia tanpa kehormatan dan menghadapi tantangan sosial. Bagi Beatrice, meningitis menantang dirinya untuk duel berhadapan dengan dirinya sendiri.
Seorang grandmaster pernah mengatakan, seseorang yang ingin menggeluti olahraga anggar harus mempunyai hati dan keberanian seperti singa. Ia mengatakan, ”Berusaha keras mengejar integritas dan bersusah payah dalam praktik ksatria Anda. Tunjukkan keberanian jantan melawan siapa pun yang menyakiti Anda. Berdirilah teguh dan jangan berpaling”
Selama tahun berikutnya, Bebe belajar untuk hidup dengan kaki palsu dan melatih otot-ototnya. Dia belajar berjalan lagi, memegang benda-benda, dan akhirnya, memegang pedang, yang menjadi sumber kekuatannya. Keterbatasan yang dialami sejak kecil kemudian kalah dengan semangat dan rasa cintanya Beatrice pada anggar.
Ia mengikuti banyak kompetisi tingkat nasional dan internasional. Lengan dan kaki prostetiknya membantu ia melangkah dalam setiap perjalanan hidupnya. Perempuan itu kembali lagi untuk bermain anggar dan olahraga itu membawanya ke tingkat Paralimpiade.
Saat Beatrice Vio memulai debutnya di pentas dunia, para penonton terdiam. Mereka tidak heran pada upacara pembukaan atau cabang olahraga yang disaksikan, tetapi para penonton terpukau dengan kegigihan yang ditunjukkan oleh perempuan dengan tiga gelar juara dunia berturut-turut, pada 2015, 2017, dan 2019.
Pada 2012, Beatrice Vio memenangi emas dalam anggar foil di Kejuaraan Italia dan perak di Kejuaraan Dunia dalam kategori U-17. Dia lolos ke Paralimpiade Rio 2016 dan pulang dengan emas. Ia juga meraih perunggu dalam kategori beregu.
Dalam bukunya, Mi hanno regalato un sogno (I Was Given a Dream), Bebe menulis: ”Dear World! Saya seorang wanita yang beruntung! Saya baik-baik saja dengan empat pasang kaki saya, tangan Robocop saya, dan bekas luka di wajah saya. Saya tidak akan lagi mengenali diri saya sendiri tanpa mereka.”
Bersama orangtuanya, Beatrice mendirikan art4sport untuk mendukung anak-anak yang menjalani amputasi dan menggunakan olahraga sebagai terapi. ”Saya tahu dari pengalaman betapa olahraga membantu,” katanya, dikutip dari mercedes-benz.com. Kalimat itu disampaikan saat ia dinobatkan Sportsperson of the Year with a Disability dalam Laureus World Sports Awardspada 2017, sebuah penghargaan bergengsi di olahraga sekelas Oscar.
Keberanian Bebe untuk bangkit menjalani apa pun yang ditawarkan kehidupan menginspirasi banyak orang. Perjuangannya juga difilmkan dalam dokumenter Netflix berjudul Rising Phoenix. Ia mempunyai 1,1 juta pengikuti di Instagram dan wajahnya menghiasi sampul majalah Vanity Fair.
Meraih dua keping medali emas di Paralimpiade penting tidak hanya untuk dirinya dan keluarga, tetapi juga untuk masyarakat Italia dan semua orang yang terinspirasi dengan kisah hidupnya. ”Mimpi saya adalah mencoba membantu orang lain untuk memahami, bukan bagaimana menjadi bahagia, melainkan bagaimana Anda bisa bahagia.”
Beatrice ”Bebe” Vio
Lahir: Venice, 4 Maret 1997
Cabang: Anggar
Nomor lomba: Individu foil B
Prestasi:
- Paralimpiade Tokyo 2020 (1 emas)
- Paralimpiade Rio de Janeiro (1 emas, 1 perunggu)