Di tengah keterbatasan yang dimiliki, para atlet di Paralimpiade Tokyo 2020 menjadi sumber inspirasi tak terbatas dan kebanggaan bagi bangsa.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Sulit untuk tidak tergugah saat menyaksikan perjuangan para atlet yang kini tengah berlaga di Paralimpiade Tokyo 2020. Keterbatasan yang mereka miliki tidak menjadi penghalang untuk berjuang pantang menyerah dan tampil sebaik mungkin. Keterbatasan itu tidak membatasi, justru menjadi pendorong semangat untuk berprestasi.
Lihatlah perjuangan Ni Nengah Widiasih (28), lifter angkat berat putri, yang mengalami keterbatasan tubuh bagian bawah karena polio sejak kecil. Kemampuannya mengangkat beban bench press dari waktu ke waktu terus meningkat dan mampu mengubah medali perunggu di Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 menjadi medali perak di Tokyo 2020.
Lihat juga Sapto Yogo Purnomo (23), pelari cepat yang melewati perundungan di masa sekolah. Latihan tekun, kedisiplinan, dan sikap profesional sejak bergabung ke pelatnas paralimpiade empat tahun lalu membawanya menjadi sprinter elite dunia di nomor lari 100 meter putra klasifikasi T37, bagi atlet dengan keterbatasan gerak, termasuk akibat cerebral palsy. Medali perunggu Paralimpiade Tokyo 2020 dan catatan waktu 11,31 detik yang menjadi rekor Asia menjadi buktinya.
Penampilan petenis meja senior David Jacobs juga tak kalah memukau. Meski telah berusia 44 tahun, David masih mampu merebut medali perunggu nomor tunggal putra kelas TT10, mengulang pencapaiannya saat menjadi satu-satunya perebut medali bagi Indonesia di Paralimpiade London 2012.
Kesetaraan untuk warga disabilitas masih perlu diusahakan, dan penampilan membanggakan para atlet di Tokyo membuktikan, kesetaraan itu memang layak diperjuangkan.
Bersama 20 atlet Indonesia lainnya dari tujuh cabang olahraga serta lebih dari 4.500 atlet dari seluruh dunia yang tampil di Paralimpiade Tokyo, mereka menjadi sumber inspirasi yang tak habis ditimba. Para atlet menembus keterbatasan fisik, melewati banyak tantangan, dan menjadikannya motivasi untuk mencapai prestasi, termasuk di cabang yang selama ini didominasi atlet negara tertentu, seperti lari jarak pendek dan tenis meja.
Penampilan mereka juga membawa pesan keberagaman dan inklusivitas, seperti yang ditampilkan lewat rangkaian pesan sarat makna pada pembukaan Paralimpiade, 24 Agustus lalu. Kesetaraan untuk warga disabilitas masih perlu diusahakan, dan penampilan membanggakan para atlet di Tokyo membuktikan, kesetaraan itu memang layak diperjuangkan.
Dalam hal ini, peran pemerintah sangat penting. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah meletakkan dasar kesetaraan dan mendorong perhatian pemerintah pada olahraga disabilitas. Hal itu perlu terus dilakukan untuk menjaring atlet muda dan memberi mereka harapan untuk berprestasi lewat dunia olahraga.
Paralimpiade Tokyo baru separuh perjalanan, dan sejumlah atlet Indonesia lain masih akan berlaga, seperti dari bulu tangkis dan menembak. Di pundak mereka tersandang harapan untuk mengharumkan nama bangsa.