Bertahun-tahun, Atlet Dayung di Jambi Menanti Perahu
Meskipun punya banyak atlet potensial, olahraga dayung di Jambi kekurangan perahu. Bertahun-tahun kendala itu dialami atlet di tengah banyak prestasi telah terukir.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Keterbatasan alat mewarnai pelatihan terpusat atlet dayung di Jambi menjelang PON 2021. Demi menyiasati masalah itu, pelatih Roinadi menitipkan sejumlah atletnya berlatih di luar daerah. Sebagian lagi menjalani latihan terpusat di Jambi dengan mengantre perahu.
Meskipun memiliki banyak atlet potensial, olahraga dayung di Jambi mengalami kendala peralatan yang minim. Bertahun-tahun kendala itu dialami atlet di tengah banyaknya prestasi telah terukir.
Dari sekitar 40 nomor perlombaan di ajang daerah, nasional, dan internasional, Jambi memiliki puluhan atlet dayung unggulan. Sungai Batanghari dan Danau Sipin yang berada di jantung kota itu menempa warganya hidup mendayung sejak masih kecil, lalu bertumbuh lewat prestasi olahraga air.
Di tingkat nasional, Jambi pun selalu masuk tiga besar sebagai penyabet emas terbanyak cabang dayung. Yang terbaru, atlet dayung termuda Jambi, Mutiara, bahkan lolos kualifikasi Olimpiade lewat kejuaraan World Rowing Asia and Oceania Olympic and Paralympic Qualification Reggata meski kemudian gagal melaju ke semifinal.
Di tengah beragam prestasi, atlet-atlet belum diperlengkapi peralatan memadai. Sebagian nomor lomba unggulan malah belum ada perahunya. Hanya tersedia enam perahu kano dan rowing hingga menjelang 2016. Setelah tahun itu, ada bantuan dua perahu lagi.
Roinadi telah meminta perahu tambahan kepada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jambi sejak tahun lalu. Ia berharap persiapan menjelang PON 2021 dapat lebih memadai. Istilahnya, ”alat perang” agar lebih mumpuni.
”Kasihan kalau atlet harus mengantre terus untuk bisa berlatih,” ujarnya, Jumat (6/8/2021). Hingga kini, usulan tersebut masih belum dapat dipenuhi.
Kalau tetap berlatih di sini, perahunya kurang memadai lagi karena perahu tua.
Demi terus mempertahankan prestasi atletnya, ia pun menitipkan sebagian berlatih di luar daerah. Sebagian lagi tetap berlatih di Jambi dengan memakai perahu apa adanya. Mereka pun bergantian menggunakan perahu dengan atlet-atlet muda yang tengah menjalani Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP).
Selama pekan lalu, semua atlet kembali berkumpul. Salah satunya, Riska Andriyani.
Riska bercerita, persoalan keterbatasan alat telah lama mereka alami. Ia bersyukur mendapat kesempatan berlatih di luar daerah yang ketersediaan perahunya lebih memadai.
”Kalau tetap berlatih di sini, perahunya kurang memadai lagi karena perahu tua,” ujar Riska. Ia bertekad meraih emas dari nomor kano tunggal puteri 200 meter dan kano ganda 500 meter pada PON di Papua.
Pelatihan terpusat
Hal lain yang menjadi ganjalan para atlet di daerah adalah soal kepastian pelatihan terpusat di tengah pandemi Covid-19. Saat ini, pelatihan terpusat hanya terjadwal hingga akhir Agustus. ”Selanjutnya masih belum ada kepastian soal pelatihan tersentral diperpanjang,” kata Subhi, atlet dayung kayak.
Para atlet berharap pelatihan terpusat terus berlanjut hingga keberangkatan mereka ke Papua, Oktober mendatang. Pelatihan terpusat dinilai optimal mengakomodasikan kebutuhan atlet akan nutrisi dan fasilitas yang memadai.
Yang tak kalah pentingnya, pelatihan terpusat diyakini lebih melindungi mereka dari penyebaran Covid-19. Sebab, semua atlet dikarantina dalam satu kompleks. Terpisah dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Subhi menceritakan, jika butuh membeli sesuatu di luar kompleks, mereka harus meminta izin kepada pelatih. Keluar hanya untuk belanja keperluan penting. Selain itu, selama jadwal berlatih, mereka pun diminta untuk tetap saling menjaga jarak.
Kepala Dispora Provinsi Jambi Ronaldi mengatakan, pihaknya berupaya menjaga pelatihan terpusat aman dari paparan virus korona baru. Dalam upaya itu, pihaknya menggelar tes cepat antigen kepada semua 96 atlet Jambi peserta PON Papua.
Dari data KONI Jambi, hasil tes antigen menunjukkan total ada lima atlet reaktif positif Covid-19. Para atlet yang sempat dipulangkan ke rumah masing-masing tanpa diperlengkapi obat-obatan ataupun vitamin.
Belakangan mereka diminta kembali masuk ke hotel tempat latihan terpusat digelar. Namun, mereka kembali untuk menjalani isolasi mandiri di hotel itu.