Seluruh atlet Paralimpiade Indonesia saat ini tengah menjalani pemusatan latihan di Solo, Jawa Tengah. Persiapan mengikuti Paralimpiade telah berjalan jauh-jauh hari dan sedang dalam tahap evaluasi jelang keberangkatan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
AFP/PHILIP FONG
Logo Olimpiade (atas) digulung di sebelah logo Paralimpiade yang telah terpasang di Stadion Olimpiade Tokyo, Jepang, 9 Agustus 2021, sehari setelah penutupan Olimpaide Tokyo 2020. Jepang bersiap menghadapi Paralimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 24 Agustus-5 September 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Atlet Paralimpiade Indonesia saat ini berkumpul di Solo, Jawa Tengah, untuk karantina terpusat sebelum bertolak ke Tokyo, Jepang, mulai 17 Agustus 2021. Persiapan atlet kini memasuki tahap akhir. Sambil menjalani karantina, sejumlah atlet tetap berlatih meski intensitasnya berkurang.
Paralimpiade melombakan 539 nomor dari 22 cabang olahraga yang diikuti sekitar 4.400 atlet pada 24 Agustus-5 September. Indonesia mengirimkan 23 atlet dari 7 cabang. Total jumlah kontingen Indonesia yang berangkat ke Tokyo 2020 sebanyak 60 orang, terdiri atas atlet, ofisial, tim pendukung, dan logistik. Mereka dijadwalkan bertolak ke Tokyo dalam lima kloter pada 17, 18, 19, 20, dan 23 Agustus.
”Persiapan sekitar 99 persen. Semua sudah siap dan tidak ada kendala, tinggal berangkat. Mudah-mudahan tidak ada yang positif Covid-19,” kata Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia Senny Marbun, yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/8/2021). Kontingen Indonesia akan menurunkan atlet di cabang atletik, angkat berat, menembak, bulu tangkis, tenis meja, sepeda, dan renang.
Senny berharap ke-23 atlet Paralimpiade Indonesia bisa tampil maksimal di Tokyo. Mereka dibebani target memperbaiki peringkat Indonesia. Pada Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 di Brasil, Indonesia berada di peringkat ke-76 dengan 1 medali perunggu dari cabang angkat berat. Di Tokyo, Indonesia menargetkan bisa meraih 1 medali emas dari bulu tangkis dan masing-masing 1 perunggu dari angkat berat, tenis meja, dan atletik.
KOMPAS/Adrian Fajriansyah
Ketua NPC Indonesia Senny Marbun (tengah), Ketua Kontingen Indonesia ke ASEAN Para Games 2020 Andi Herman (kanan), dan Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto (kedua dari kanan) dalam konferensi pers keberangkatan kotingen Indonesia di ASEAN Para Games 2020 di Kantor Kemenpora, Jakarta, 16 Desember 2019. Setelah ASEAN Para Games 2020 dibatalkan, fokus NPC Indonesia beralih ke Paralimpiade Tokyo 2020.
Atlet tenis meja paralimpiade Adyos Astan mengaku tidak terlalu terbebani dengan target perunggu. Ia hanya berupaya untuk tampil lepas saat berlaga. Saat ini Adyos bersama David Jacobs dan Komet Akbar masih berlatih setiap hari di Solo. Menurut Adyos, sisa waktu latihan mereka tinggal 1 hingga 2 hari lagi karena waktu keberangkatan sudah semakin dekat.
”Intensitas latihannya tidak tinggi lagi. Sekarang latihan hanya satu kali sehari, pagi sampai siang. Selebihnya kami jaga kondisi supaya fit dan tidak tertular Covid-19,” kata Adyos.
Menurut Adyos, ke-23 atlet Paralimpiade Indonesia dipusatkan di salah satu hotel di Solo untuk dikarantina. Selama tujuh hari berturut-turut, para atlet rutin menjalani tes Covid-19 sebagai persyaratan masuk ke Jepang.
Intensitas latihannya tidak tinggi lagi. Sekarang latihan hanya satu kali sehari, pagi sampai siang. Selebihnya kami jaga kondisi supaya fit dan tidak tertular Covid-19.
Masih dibahas
Kepastian kehadiran penonton pada Paralimpiade Tokyo masih dibahas Pemerintah Jepang. Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan, lima pihak, yakni Pemerintah Jepang, Pemerintah Kota Tokyo, panitia penyelenggara, Komite Olimpiade Internasional, dan Komite Paralimpiade Internasional akan segera bertemu untuk membuat keputusan.
AFP/PHILIP FONG
Seorang anggota panitia berjalan di bawah spanduk Paralimpiade yang terbentang di salah satu pintu masuk Stadion Olimpiade Tokyo, Jepang, 9 Agustus 2021, sehari setelah penutupan Olimpiade Tokyo 2020.
Paralimpiade kemungkinan besar digelar tanpa penonton sebagaimana Olimpiade. Beberapa hari setelah Olimpiade Tokyo berakhir pada 8 Agustus 2021, jumlah kasus Covid-19 di Tokyo meningkat hingga 5.000 kasus per hari dari sebelumnya 1.500-3.000 kasus per hari. Situasi itu membuat Pemerintah Jepang memperluas keadaan darurat di sejumlah kawasan jumlah kawasan yang memberlakukan keadaan darurat.
Namun, Suga menyampaikan, mobilitas penduduk tidak meningkat dibandingkan sebelum Olimpiade dimulai. ”Saya tidak berpandangan bahwa Olimpiade Tokyo menjadi penyebab penyebaran virus,” kata Suga.
Peningkatan kasus Covid-19 juga yang menyebabkan agenda kirab obor untuk Paralimpiade Tokyo dilarang dilakukan di jalan umum untuk menghindari kerumunan. Kirab obor dijadwalkan pada 20-24 Agustus. Relai untuk Paralimpiade di Tokyo direncanakan bakal diikuti 700 pelari yang menempuh jarak sekitar 35 kilometer.