Meskipun penonton dilarang hadir, atlet dan penggemarnya bisa lebih dekat dan akrab di Olimpiade Tokyo. Hal itu tercipta berkat peran media sosial, seperti TikTok, yang mempertontonkan aktivitas atlet di belakang layar.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Media sosial telah menjadi sarana interaksi atlet dan para penggemarnya di Olimpiade Tokyo 2020. Di antara berbagai media, TikTok menjadi pilihan favorit atlet-atlet Generasi Z itu.
Perenang Inggris Raya, Adam Peaty, termasuk salah satu atlet yang selalu menggunakan TikTok untuk memperlihatkan aktivitasnya di Tokyo 2020. Saat dia memamerkan medali emas nomor 100 meter gaya dada, misalnya, para penggemarnya menggila di kolom komentar.
”Kita hidup pada zaman para atlet Olimpiade terbiasa membuat video di TikTok untuk memperlihatkan medali emas mereka,” bunyi komentar salah seorang penggemarnya.
Atlet rugby Amerika Serikat, Cody Melphy, juga mengunggah belasan video setelah tiba di perkampungan atlet. Berkat aktivitasnya itu, Melphy pun mendapat ratusan ribu pengikut.
”Tampil di TikTok adalah cara saya mengekspresikan diri di luar rugby. Saya bisa berbicara dan melakukan apapun yang saya inginkan dan bersenang-senang,” ujar Melphy.
Berbagai aktivitas, mulai dari tur di perkampungan atlet hingga kegiatan sehari-hari, menjadi video yang ditonton hingga jutaan kali. Konten video itu pun beragam. Atlet atletik misalnya, memperlihatkan diri mencicipi makanan ringan Jepang. Ada pula atlet basket yang belajar mengenakan dasi menjelang upacara pembukaan. Lalu, atlet Australia memasang tanda untuk menyapa temannya, atlet AS, yang berada di gedung lain.
Salah satu video yang menjadi viral adalah ketika sembilan atlet Israel meloncat di atas tempat tidur di perkampungan atlet, yang terbuat dari kardus, untuk menguji kekokohannya.
Saat ini, penonton Olimpiade umumnya tidak loyal pada stasiun TV. Mereka loyal pada orang (atlet idola). Banyak cara untuk menjangkaunya dibandingkan harus menunggu saat yang tepat melihat mereka dari televisi.
Medsos bukan kali pertama hadir di Olimpiade. Promosi Olimpiade melalui medsos telah dimulai sejak Beijing 2008. Beragam media digunakan. Di Rio de Janeiro 2016, Twitter dan Facebook menjadi favorit, lalu diikuti Instagram. Lima tahun kemudian, di Tokyo 2020, TikTok menjadi bintang.
Video yang diunggah atlet di TikTok menyajikan suguhan lain dari materi yang diperlihatkan media pemegang hak siar. Jika biasanya penonton hanya bisa menyaksikan upacara pembukaan, pertandingan/perlombaan, dan upacara penutupan, di TikTok ada banyak cerita di balik layar yang menjadi tontonan menarik.
TikTok dipandang memiliki keunggulan dibandingkan kanal medsos lainnya. Instagram misalnya, diasosiasikan dengan konten berupa aspirasi atau konten-konten indah. Seperti Facebook, Instagram juga biasanya digunakan sebagai media untuk berterima kasih.
Adapun Twitter menjadi sarana untuk layanan rilis bagi media dan berita-berita terbaru, seperti ketika pesenam putri AS, Simone Biles, mengundurkan diri dari nomor beregu.
Sementara TikTok lebih bersifat bebas. Atlet bisa memperlihatan diri apa adanya, termasuk bertingkah konyol. Mereka tidak harus seperti ”dewa” yang diasosiasikan dengan statusnya sebagai olimpian.
”Anda bisa melihat sisi atlet sebagai manusia biasa, sosok yang telah melewati banyak hal dalam hidupnya, di TikTok. Mereka membawa penggemar ke dalam kehidupan mereka,” ujar Jonathan Hutchinson, ahli media sosial dari Universitas Sydney, dikutip BBC.
Berbagai komentar di dalam unggahan atlet di TikTok juga menggambarkan hal itu. ”Olimpian terlihat seperti orang biasa pada tahun ini,” bunyi salah satu komentar di TikTok.
Namun, ada kesamaan dari penggunaan media sosial itu. Atlet dilarang untuk memberi komentar bernada politis dan memperlihatkan aktivitas mereka ketika berlaga. Hak untuk menyiarkan tayangan di pertandingan menjadi milik lembaga penyiaran dengan kontrak senilai jutaan dollar AS.
Video saat menjuarai nomor 100 dan 200 m putri yang diunggah sang juaranya, Elaine Thompson-Herah (Jamaika), di Instagram, misalnya, diblok karena menyalahi peraturan hak siar.
”Video saya di Instagram diblok karena saya tak memiliki hak untuk mengunggahnya. Sampai bertemu dua hari lagi,” ujar Thompson-Herah mengacu pada penampilan ketiganya di Tokyo 2020. Dia akan tampil dalam penyisihan lari estafet 4x100 m, Kamis (5/8/2021).
Pergeseran kebiasaan
Munculnya TikTok sebagai media nonresmi favorit di Tokyo 2020 disebabkan terjadinya pergeseran kebiasaan penonton. Saat ini, seperti dikatakan praktisi pemasaran, Ali Fazal, banyak penggemar yang tidak ingin menanti terlalu lama momen yang mereka tunggu ditelevisi, apalagi dengan banyaknya iklan yang dianggap mengganggu kenikmatan menonton.
”Saat ini, penonton Olimpiade umumnya tidak loyal pada stasiun TV. Mereka loyal pada orang (atlet idola). Banyak cara untuk menjangkaunya dibandingkan harus menunggu saat yang tepat melihat mereka dari televisi,” ujar Fazal seperti dikutip Washington Post.
Berkat TikTok, ungkap Hutchinson, penggemar olahraga bisa melihat tontonan dengan lebih lengkap sekaligus dekat dengan atlet idolanya. ”Upacara pembukaan, lomba, pemberian medali, dan upacara penutupan, selama ini hanya jadi tontonan dari pemegang hak siar Olimpiade. Kini (lewat TikTok), itu dilengkapi tontonan di balik layar yang dibuat atlet,” ujarnya. (reuters)