Ganda Putri Indonesia Bangun dari ”Tidur” Panjang
Duet peraih emas Olimpiade, Greysia Polii dan Apriani Rahayu, membuktikan sektor ganda putri juga punya potensi besar di bulu tangkis Indonesia. Mereka membuka jalan prestasi yang tidak pernah dicapai para pendahulunya.
Ungkapan klasik ”selalu ada yang pertama” terbukti benar. Ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, telah mewujudkan iktibar itu. Setelah penantian panjang, yaitu 29 tahun, mereka memberikan medali emas pertama Olimpiade untuk Indonesia dari sektor ganda putri.
Medali yang telah dinanti-nanti sejak Olimpiade Barcelona 1992 itu akhirnya digapai, Senin (2/8/2021). Greysia/Apriyani merebut emas di Olimpiade Tokyo 2020 seusai menaklukkan ganda unggulan kedua asal China, Chen Qingchen/Jia Yifan, 21-19, 21-15, di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang.
Tak ada yang menyangka, sebagai non-unggulan, Greysia/Apriyani menjadi pelengkap emas Indonesia di semua nomor cabang bulu tangkis Olimpiade. Mereka melawan prediksi dengan mengalahkan ganda-ganda unggulan, seperti Chen/Jia, Lee So-hee/Shin Seung-chan (unggulan ke-4), dan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (unggulan pertama).
Kemenangan atas pasangan China itu di final melengkapi kisah manis Greysia/Apriyani. ”Negeri Tirai Bambu” punya tradisi kuat di nomor ganda putri. Dari tujuh edisi terakhir Olimpiade, mereka lima kali meraih emas ganda putri. Sulit menandingi mereka.
Baca juga : Kejutan Emas Greysia/Apriyani untuk ”Merah Putih”
Kejutan terbesar
Maka, emas dari Greysia/Apriyani disebut-sebut sebagai salah satu kejutan terbesar di cabang bulu tangkis Olimpiade. Mereka adalah ganda putri pertama sepanjang sejarah yang meraih emas Olimpiade dengan status non-unggulan.
”Olimpiade, kan, ajang paling tinggi. Sementara mereka (Greysia/Apriyani) datang sebagai ganda yang tidak pernah menang di ajang besar, juara dunia atau All England. Tiba-tiba, momennya tepat banget dan mereka bisa memanfaatkan ini,” kata mantan pemain ganda putri Indonesia era 1980-an, Imelda Wiguna, saat dihubungi, kemarin.
Sebelum Olimpiade Tokyo, ganda putri Indonesia seolah tertidur lama. Di turnamen bergengsi, All England, misalnya, terakhir kali ganda putri Indonesia juara pada 1979. Saat itu, gelar juara diraih Imelda yang berpasangan dengan Verawaty Fajrin.
Meskipun demikian, emas di Tokyo itu bukan ”jatuh dari langit”. Kesuksesan itu dicapai berkat usaha keras, ketenangan, kekompakan, dan persiapan yang matang.
”Sebetulnya, dari awal, saya lihat ada perubahan signifikan dari Apri. Dia jarang mati sendiri. Itu membuat Greysia bisa fokus pada permainan sendiri. Mereka selalu konsisten dan percaya diri sejak laga pertama. Hal itu membuat mereka unggul teknik dan mental,” tambah Imelda kemudian.
Greysia/Apriyani memberikan lompatan besar untuk nomor ganda putri. Sejumlah pasangan putri terbaik Tanah Air sudah mencoba berprestasi sejak 1992 bersama Rosiana Tendean/Erma Sulistianingsih dan Lili Tampi/Finarsih. Akan tetapi, mereka gagal.
Greysia pun pernah gagal. Pada Olimpiade London 2012, ia didiskualifikasi ketika berpasangan dengan Meiliana Jauhari. Empat tahun berselang, Greysia hanya menembus perempat final ganda putri di Rio de Janeiro bersama Nitya K Maheswari. Seolah ”berjodoh”, ia langsung meraih emas di Tokyo seusai dipasangkan dengan Apriyani.
Pasangan ganda putri pelatnas perlu diberikan lebih banyak kesempatan untuk berlaga di turnamen bergengsi. Mereka butuh kesempatan yang sama dengan para pemain di sektor lain.
Apriyani masuk dalam karier profesional Greysia saat dia mempertimbangkan pensiun menyusul cedera Nitya seusai Olimpiade Rio 2016. Dia memang sudah mengamati Apriyani saat masih di klub Jaya Raya. Tetapi, tak pernah terbayangkan dirinya akan berpasangan dengan Apriyani.
”Saya sudah mau memutuskan berhenti bermain bulu tangkis setelah partner saya cedera seusai Olimpiade 2016. Saya tidak ada partner waktu itu. Sementara itu, ada yunior-yunior saya yang mau dipersiapkan untuk ke depannya. Nah, tiba-tiba Apri datang pada 2017. Tetapi, waktu itu, pelatih saya hanya bilang, ’Kamu stay dulu untuk bantu yunior kamu’,” ungkap Greysia, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Agung Setyahadi, dari Tokyo, Jepang.
Greysia pun menyanggupi permintaan pelatihnya, Eng Hiang, untuk bertahan sambil membimbing para yuniornya. Tak heran, Greysia menangis penuh haru bersama Apriyani ketika menjuarai ganda putri dan jelang seremoni pengalungan medali di Tokyo. Awalnya hanya ingin membimbing yuniornya dan nyaris tidak diharapkan juara, Greysia bersama Apriyani justru menjadi juara di Olimpiade Tokyo.
”Itulah Olimpiade, memang selalu penuh dengan misteri. Hebatnya, kali ini banyak ranking teratas dunia juga kalah. Di semua nomor sama. Tekanan bermain di sana sangat besar. Tekanan itulah yang sukses dikalahkan Greysia dan Apriyani,” kata Rosiana yang terhenti pada babak pertama di Barcelona 1992.
Baca juga : Greysia/Apriyani Memukul Dominasi Bulu Tangkis China di Olimpiade
Titik balik
Medali emas Greysia/Apriyani di Tokyo diharapkan bukanlah hanya kejayaan semalam. Prestasi itu bisa menjadi titik balik kebangkitan prestasi bulu tangkis Indonesia, khususnya ganda putri. Sektor yang sering kali kurang dianggap penting itu telah menjadi oase di tengah paceklik medali dari sektor andalan, ganda putra dan ganda campuran, di Olimpiade Tokyo.
”Hasil ini (di Tokyo) membuktikan bahwa ganda putri juga bisa, lho, bahkan merebut medali emas Olimpiade. Saya bangga sekali dan rasanya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Seharusnya ini menjadi dorongan dan motivasi pemain ganda putri ke depan,” ucap Nitya, mantan pasangan Greysia, yang meraih emas di Asian Games Incheon 2014.
[embed]https://youtu.be/3JKH8gxt_5E[/embed]
Imelda sependapat, prestasi Greysia/Apriyani seharusnya menjadi momen emas agar perhatian terhadap sektor ganda putri bisa lebih besar ke depan. Setidaknya, para pemain berbakat di ganda putri jangan dialihkan semuanya ke ganda campuran ketika masuk pemusatan latihan nasional.
Setidaknya, Greysia/Apriyani kini telah membuka jalan prestasi bagi sektor ganda putri. Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah sektor itu dipegang Eng, pelatih berbakat dan mantan pebulu tangkis yang memiliki karakter juara.
Sudah sepantasnya ia didukung calon-calon berbakat penerus Greysia.
”Sering terjadi atlet berbakat di ganda putri dilempar ke mixed (ganda campuran). Sektor campuran wajar diprioritaskan karena sudah punya tradisi juara. Tetapi, agak sedihnya, mencari atlet berbakat di ganda putri, kan, juga tak gampang,” ucap Imelda yang juga Ketua Harian PB Jaya Raya, klub asal Greysia/Apriyani.
Sambil menanti regenerasi di ganda putri, Imelda berharap Greysia mengurungkan dulu niatnya pensiun. ”Karena sekarang ini, kan, momentum lagi bagus untuk ganda putri kita. Kalau pensiun, nanti langsung hilang. Ia (Greysia) perlu menunggu dulu hingga penggantinya siap,” ucapnya.
Rosiana menambahkan, pasangan ganda putri pelatnas perlu diberi lebih banyak kesempatan untuk berlaga di turnamen bergengsi. Mereka butuh kesempatan yang sama dengan para pemain di sektor lain. Menurut dia, jam terbang untuk bertanding adalah kunci lahirnya prestasi.
”Sedikit banyak ada perbedaan antara ganda putri dan ganda putra, misalnya. Kalau (sektor) ganda putra mengirim empat pemain, ganda putri lebih sedikit karena susah juara. Itu memang realistis. Tetapi, para pemain ganda putri, kan, juga butuh jam terbang. Harusnya prestasi ini (Greysia/Apriyani) bisa membuka mata semua untuk lebih melihat potensi ganda putri,” tuturnya.
Rosiana menambahkan, para yunior di pelatnas ganda putri juga perlu bekerja lebih keras. Mereka harus bisa menyusul level Apriyani. Jika Greysia pensiun, para yunior itu bisa menjadi tulang punggung baru.
Greysia dan Apriyani telah membangunkan sektor ganda putri dari tidur amat panjang. Sekarang tinggal bagaimana momentum prestasi ini bisa terus dijaga agar kejutan di Tokyo menjadi kewajaran ke depan.