Thompson-Herah Pecahkan Rekor 33 Tahun Lari 100 Meter
Pelari putri Jamaika, Elaine Thompson-Herah, merebut emas 100 meter sekaligus memecahkan rekor Olimpiade yang telah bertahan selama 33 tahun. Dia yakin masih bisa berlari lebih cepat suatu hari nanti.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
TOKYO, SABTU — Pelari putri Jamaika, Elaine Thompson-Herah, tampil luar biasa dalam final lari 100 meter putri Olimpiade Tokyo di Stadion Olimpiade, Tokyo, Sabtu (31/7/2021). Selain mempertahankan emas yang direbutnya dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016, sprinter berusia 29 tahun itu juga berhasil memecahkan rekor Olimpiade 100 meter putri yang telah bertahan selama 33 tahun terakhir.
Dalam perlombaan itu, Thompson-Herah finis pertama dengan waktu 10,61 detik. Catatan waktu itu lebih cepat 0,01 detik daripada rekor Olimpiade sebelumnya yang dipegang pelari putri legendaris Amerika Serikat, Florence Griffith Joyner, dengan catatan waktu 10,62 detik pada Olimpiade Seoul 1988 silam.
Hanya saja, capaian Thompson-Herah dalam Olimpiade ini masih jauh di bawah rekor dunia milik mendiang Griffith Joyner dengan waktu 10,49 detik dalam tes menjelang Olimpiade 1988 di Indianapolis, Amerika Serikat, 16 Juli 1988.
”Saya sangat bersemangat untuk kembali dan mempertahankan gelar saya di Olimpiade. Dada saya sakit. Namun, saya sangat senang,” ujar pelari asal kota Manchester, Jamaika, itu meluapkan kegembiraannya seusai perlombaan, seperti dilansir Supersport.com.
Thompson-Herah begitu emosional dengan gelar kali ini. Pelari kelahiran 28 Juni 1992 ini nyaris tidak bisa berpartisipasi dalam Olimpiade karena sempat mengalami cedera achilles yang amat mengganggu pada awal tahun ini. Bahkan, dua bulan sebelum Olimpiade, cedera itu belum benar-benar pulih.
Namun, Thompson-Herah terus berusaha memulihkan diri hingga akhirnya bisa tampil pada Olimpiade edisi ke-32 itu. ”Saya percaya dengan diri sendiri. Saya percaya pada Tuhan dan tim di sekitar saya yang selalu membantu,” kata pelari bertinggi 167 sentimeter tersebut.
Keberhasilan Thompson-Herah merengkuh emas melengkapi dominasi Jamaika dalam lari 100 meter putri di Olimpiade Tokyo. Dua medali lain juga diraih sprinter-sprinter Jamaika.
Motivasi besar Thompson-Herah pula yang membuatnya bisa mencatat waktu fenomenal dalam Olimpiade ini. ”Untuk mencapai waktu 10,61 detik ini butuh banyak perjuangan untuk dilalui. Tetapi, saya tahu saya bisa berlari seperti ini dan tahu momen ini akan segera tiba,” ujarnya.
Peraih emas 200 meter putri Olimpiade 2016 itu pun yakin bisa membuat waktu lebih baik suatu hari kelak. ”Saya pikir, saya bisa melaju lebih cepat jika saya tidak menunjuk dan merayakan kemenangan (sebelum finis). Tetapi, ini membuktikan bahwa saya bisa lebih cepat suatu hari nanti,” ujar Thompson-Herah yang turut mengincar emas 200 meter Olimpiade Tokyo, seperti dikutip Startribune.com.
Shelly-Ann Fraser-Pryce, pelari kawakan Jamaika yang finis kedua dengan 10,74 detik, turut memuji penampilan Thompson-Herah. ”Saya tahu ini bakal menjadi balapan yang cepat. Saya sangat senang bahwa lari cepat putri sudah mencapai level yang lebih tinggi. Itu benar-benar luar biasa. Ini menunjukkan kedalaman yang kita miliki sebagai perempuan,” ujarnya.
Dominasi Jamaika
Keberhasilan Thompson-Herah merengkuh emas melengkapi dominasi Jamaika dalam lari 100 meter putri Olimpiade Tokyo. Dua medali lain juga diambil oleh pelari negara di Laut Karibia, Amerika Tengah, tersebut. Medali perunggu juga diraih pelari Jamaika, Shericka Jackson, dengan waktu 10,76 detik.
Olimpiade Tokyo adalah momen kedua barisan pelari putri Jamaika menyapu bersih medali nomor 100 meter putri sejak Olimpiade Beijing 2008. Dalam Olimpiade 13 tahun silam itu, Fraser-Pryce meraih emas dengan 10,78 detik. Dua kompatriotnya sesama pelari Jamaika, Sherone Simpson serta Kerron Stewart, merebut perak bersama dengan waktu sama-sama 10,98 detik.
Adapun Fraser-Pryce digadang-gadang merengkuh emas Olimpiade Tokyo karena berhasil membukukan waktu tercepat dunia tahun ini dengan 10,63 detik dalam kejuaraan di Kingston, Jamaika, 5 Juni 2021. Kendati demikian, perak yang didapatnya telah cukup menahbiskan dirinya sebagai salah satu pelari tersukses di Olimpiade.
Secara keseluruhan, Fraser-Pryce mengoleksi dua emas 100 meter, satu perak 100 meter, satu perak 200 meter, dua perak 4 x 100 meter, dan satu perunggu 100 meter sepanjang mengikuti empat edisi Olimpiade mulai dari 2008 sampai 2020. Dengan usia yang sudah mencapai 34 tahun, medali perak Olimpiade Tokyo menjadikannya sebagai pelari tertua yang pernah memenangi medali pesta olahraga multicabang terbesar sejagat tersebut.
”Tentu saja saya kecewa gagal meraih emas. Sebab, tujuan setiap pelari adalah memenangi perlombaan. Itu tidak terjadi malam ini. Tetapi, saya tetap bersyukur karena bisa mencapai final dan berdiri di podium Olimpiade keempat saya. Harapan saya, ini bisa menjadi inspirasi untuk para ibu, atlet, ataupun perempuan, bahwa banyak yang bisa kita capai,” tuturnya, dikutip The Guardian.
Pengamat meyakini, lari 100 meter berpotensi menjadi balapan terbaik dalam Olimpiade Tokyo, apalagi di 100 meter putra belum ada pelari sehebat Usain Bolt (Jamaika). Pada babak pertama, sejumlah pelari gagal menunjukkan performa terbaiknya.
Pelari Amerika Serikat, Trayvon Bromell, tampil lesu dengan 10,5 detik dan puas berada di urutan keempat babak pertama heat dua Olimpiade ini. Padahal, dia sempat mencatatkan waktu tercepat di dunia tahun ini dengan 9,77 detik dalam tes menjelang Olimpiade Tokyo di Eugene, Oregon, Amerika Serikat, 5 Juni 2021.
Meskipun bisa lolos ke semifinal, hasil pelari berusia 26 tahun pada babak pertama itu jauh di bawah ekspektasi. Lebih-lebih, dia diharapkan bisa membuat kejutan kali ini. (AFP/AP)