Arena atletik, untuk kali pertama sejak 2008, mencari ikon baru pengganti sprinter Usain Bolt di Olimpiade. Pencarian calon megabintang baru di cabang atletik dimulai di Stadion Olimpiade Tokyo, Jepang, Jumat ini.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Sebanyak 2.038 atlet dari 196 negara, termasuk Indonesia, akan tampil pada cabang atletik Olimpiade Tokyo yang digelar di Stadion Olimpiade Tokyo, Jepang, mulai hari ini. Digelar tanpa penonton, salah satu cabang olahraga paling dinanti-nantikan di Olimpiade itu akan berlangsung hingga hari penutupan, 8 Agustus 2021.
Total 48 medali emas akan diperebutkan, termasuk lari 100 meter putri dan putra. Babak final kedua nomor paling prestisius di atletik itu akan digelar pada Sabtu dan Minggu. Tidak kalah bergengsi dari kedua nomor itu adalah nomor-nomor lari lainnya, seperti 200 meter, estafet, dan lari gawang.
”Selama ini, kita pernah melihat penampilan luar biasa para atlet (di Olimpiade). Kali ini, (di Tokyo) bisa menjadi ajang persaingan terkuat,” ujar Presiden World Athletics Sebastian Coe.
Peraih medali emas lari 1.500 meter Olimpiade Moskwa 1980 dan Los Angeles 1984 itu juga berharap persaingan di Tokyo tidak hanya dikenang melalui catatan waktu, jarak, dan ketinggian, yang menjadi ukuran keberhasilan atlet atletik selama ini. ”Saya ingin ada memori yang sulit dilupakan,” katanya.
Setidaknya dalam tiga Olimpiade terakhir, penggemar atletik mendapat memori yang sulit dilupakan itu berkat penampilan menghibur dari Bolt. Pelari berjuluk ”Lightning Bolt” yang pertama kali muncul di Olimpiade Beijing 2008 itu telah mengumpulkan delapan medali emas dari nomor 100, 200, dan estafet 4x100 meter.
Bolt tercatat meraih sembilan medali emas. Namun, emas dari nomor 4x100 meter di Beijing 2008 dicabut akibat doping rekan setimnya, Nesa Carter.
Tak hanya kecepatan larinya yang memukau, pemegang rekor dunia 100 meter (9,58 detik) dan 200 meter (19,19 detik) itu juga terkenal dengan gaya memanah ke angkasa setelah memenangi lomba. Gaya yang oleh Bolt disebut ”To Di World” (To The World) itu terinspirasi dari tarian reggae yang terkenal di Jamaika, negara asalnya.
Sejak Bolt pensiun sebagai atlet pada 2017, dunia atletik pun kehilangan ikon. Aura dan warisan Bolt sulit tergantikan karena itu bergantung pada sisi personal setiap orang. Akan tetapi, seperti dikatakan Coe, arena atletik akan terus melahirkan bintang-bintang baru.
Untuk nomor 100 meter putra, yang akan melahirkan manusia tercepat di dunia, Bolt mengakui, Jamaika akan sulit mempertahankan prestasi juara di semua nomor sprint (100, 200, dan estafet 4x100 meter) seperti yang dilakukan dalam tiga edisi Olimpiade terakhir.
”Sebenarnya, Jamaika punya banyak talenta pelari putra yang bisa dilatih dengan serius. Tetapi, saat ini, faktanya, putra Jamaika tertinggal dari banyak negara lainnya,” ujar Bolt.
Yohan Blake adalah sprinter putra Jamaika terbaik saat ini. Namun, dia harus bekerja keras untuk melampaui waktu terbaiknya musim ini, 9,95 detik, untuk meraih medali di Tokyo.
Coe menyebut persaingan nomor lari gawang harus menjadi pusat perhatian dengan terciptanya rekor dunia pada tahun ini. Pada kategori putri ada pelari berusia 21 tahun, Sydney McLaughlin (AS), pemilik rekor dunia 400 m.
Ato Boldon, sprinter yang mempersembahkan empat medali bagi Trinidad dan Tobago dalam dua edisi Olimpiade, juga memprediksi atlet-atlet putra Jamaika akan sulit mengulang prestasi gemilang di Tokyo.
”Saya tahu, Blake pasti tidak ingin meninggalkan Tokyo tanpa medali. Namun, tampaknya, akan sulit bagi dia untuk mendapatkannya. Mereka mungkin memiliki prospek, tetapi tidak untuk (meraih) medali di Tokyo,” kata Boldon.
Peluang emas pelari AS
Peluang besar pun ada pada barisan pelari Amerika Serikat, negara yang terakhir kali mendapatkan emas lari 100 dan 200 meter putra di Athena 2004. Tanpa juara dunia 100 m 2019, Christian Coleman, yang menjalani skors hingga 2022 karena melewatkan tes antidoping, AS akan mengandalkan juara nasional, Trayvon Bromell.
Dengan catatan waktu 9,77 detik, Bromell menjadi pelari tercepat dunia pada tahun ini. ”Saya pikir, AS bisa meraih dua dari tiga emas (tersedia) di lari cepat putra di Tokyo,” ungkap Bolton mencoba memprediksi.
Berbeda dengan putra, dalam persaingan lari cepat di Tokyo, skuad putri Jamaika masih bisa mengandalkan para peraih medali emas Olimpiade, yaitu Shelly-Ann Fraser-Pryce dan Elaine Thompson. Selain mereka, masih ada peraih perunggu 400 m di Olimpiade 2016, Shericka Jackson. Mereka akan bersaing dengan Allyson Felix dan rekan-rekannya di tim AS.
Sementara itu, Coe menyebut persaingan nomor lari gawang harus menjadi pusat perhatian dengan terciptanya rekor dunia pada tahun ini. Pada kategori putri ada pelari berusia 21 tahun, Sydney McLaughlin (AS), pemilik rekor dunia 400 m lari gawang yang mengungguli rekan senegaranya, Dalilah Muhammad, sebagai peraih emas di Rio de Janeiro 2016.
Pada nomor yang sama di kategori putra, rekor dunia baru juga diciptakan pada tahun ini oleh Karsten Warholm (Norwegia). ”Saya tidak tahu, apakah akan tercipta rekor dunia lagi atau tidak di Tokyo. Akan tetapi, bisa saya katakan, akan terjadi rivalitas menarik, terutama pada 400 meter gawang, nomor yang sudah lama tidak dibicarakan,” komentar Coe.
Dengan 99 negara yang telah memenangi medali di Olimpiade sejauh ini, Coe yakin akan ada negara ke-100 yang mendapatkannya di Tokyo. ”Negara mana pun bisa mendapatkannya. Setelah melewati masa sulit selama 18 bulan, target kami adalah membawa para atlet bisa berlatih dan berkompetisi,” ujar mantan atlet Inggris Raya itu. (REUTERS)