Secercah Harapan bagi Zohri
Pelari Lalu Muhammad Zohri gagal memenuhi target menembus waktu di bawah 10 detik dan lolos ke semifinal Olimpiade Tokyo. Namun, dia menunjukkan perkembangan positif sebagai modal untuk menjadi lebih baik.
JAKARTA, KOMPAS — Pelari andalan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri berada di urutan kelima dengan waktu 10,26 detik dalam babak pertama heat empat nomor lari 100 meter Olimpiade Tokyo 2020 di Stadion Olimpiade, Tokyo, Jepang, Sabtu (31/7/2021). Zohri gagal memenuhi target menembus waktu di bawah 10 detik dan lolos ke semifinal, tetapi dia menunjukkan perkembangan bagus.
Catatan waktu itu adalah yang terbaik bagi Zohri dalam dua tahun terakhir di tengah banyak dinamika, mulai dari pandemi Covid-19, ketiadaan kejuaraan apa pun, hingga cedera lutut akhir tahun lalu.
”Zohri tampil maksimal. Catatan waktunya membaik dan mengatasi sejumlah hambatan, termasuk trauma cedera lutut. Mentalnya juga luar biasa karena tidak canggung bersaing dengan pelari top dunia,” ujar Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Tigor M Tanjung saat dihubungi dari Jakarta.
Saat lomba, Zohri berada di lintasan lima, bersebelahan dengan pelari top Asia asal China, Su Bingtian, di lintasan keempat; tak jauh dari pelari tuan rumah Yuki Koike di lintasan ketujuh dan pelari andalan Afrika Selatan, Gift Leotlela, di lintasan kedua. Pelari Indonesia kelahiran 1 Juli 2000 itu mengawali lomba tidak terlalu baik.
Zohri sedikit tertinggal selepas start block. Namun, akselerasinya membaik dan sempat bersaing ketat di empat besar sepanjang lintasan 30-70 meter. Memasuki 30 meter terakhir, dia melambat dan melorot ke urutan kelima saat finis. Leotlela finis pertama dengan waktu 10,04 detik, Bingtian di posisi kedua dengan 10,05 detik, dan pelari dari Saint Kitts-Nevis, Jason Rogers, menyusul di tempat ketiga dengan 10,21 detik.
Baca juga : Kacamata Kuda untuk Kuda
Hasil itu membuat Zohri tidak lolos ke semifinal karena hanya tiga besar heat empat yang lolos. ”Hasil lomba Zohri cukup baik. Namun, perlu dievaluasi apa yang membuatnya melorot mendekati finis. Penyebabnya bisa mungkin pengembangan kecepatan di 50 meter pertama kurang optimal atau upaya meminimalkan perlambatan di 30 meter terakhir yang kurang baik. Bisa jadi pula karena teknik dan kekuatan yang belum bagus,” kata Tigor.
Sinyal positif
Dari grafik, juara Kejuaraan Dunia U-20 2018 di Tampere, Finlandia, itu menunjukkan kemajuan menjanjikan. Seusai tiga kali berturut-turut mempertajam catatan waktu, yakni 10,15 detik pada semifinal dan 10,13 detik pada final Kejuaraan Asia 2019 di Doha, Qatar, serta 10,03 detik pada Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang, dia belum pernah lagi memperbaiki catatan waktunya.
Pada Kejuaraan Dunia 2019, catatan waktunya menjadi 10,36 detik. Kemudian, sepanjang 2020, dia tidak mengikuti kejuaraan level nasional ataupun internasional karena pandemi Covid-19.
Di pengujung 2020, Zohri mengalami cedera robek ACL dan meniskus di lutut kanan pada Oktober dan menjalani operasi pada November. Dia baru mulai latihan normal pada April atau sebelum turun dalam uji coba Olimpiade bertajuk Ready Steady Tokyo di Stadion Olimpiade, Tokyo, 9 Mei.
Ini tanda yang positif. Dengan usia yang masih muda, Zohri masih bisa berkembang ke depan, terutama berprestasi di Olimpiade Paris 2024 sesuai dengan target kami.
Dalam uji coba Olimpiade tersebut, Zohri mencatat waktu 10,34 detik. ”Waktu itu, persiapan Zohri sangat singkat. Dia baru pulih cedera dan baru berlatih normal selama lebih kurang sebulan,” kata Tigor.
Baca juga : Evolusi Makna Kata Olimpiade Zohri
Oleh karena itu, waktu 10,26 detik yang dicetak Zohri di Olimpiade ini merupakan kabar positif. Dia kembali bisa memperbaiki catatan waktunya. ”Ini tanda yang positif. Dengan usia yang masih muda, Zohri masih bisa berkembang ke depan, terutama berprestasi di Olimpiade Paris 2024 sesuai dengan target kami,” tutur Tigor.
Menyusun program
Agar bisa melihat Zohri berlari di bawah 10 detik dan berprestasi di Paris 2024, lanjut Tigor, pihaknya bersama konsultan pelatih atletik terbaik dunia 2016 asal Amerika Serikat (AS), Harry Marra, sedang menyiapkan program setidaknya untuk satu tahun ke depan. Hal paling mendasar adalah meningkatkan kapasitas kemampuan pelatih, terutama di pelatnas. Tujuannya, agar selepas kontrak Marra berakhir November ini, ilmu yang dibawanya tetap tertinggal atau diteruskan para pelatih nasional.
Adapun Zohri sangat cocok berlatih dengan Marra. Pelari bertinggi sekitar 170 sentimeter ini menilai pelatih berusia 74 tahun itu sangat cermat dan detail melihat setiap kekurangan atlet dan mampu memberikan masukan untuk memperbaikinya. Terbukti, dalam tempo kurang dari sebulan atau sejak mulai membantu pelatnas pada 20 Juni lalu sampai tim atletik bertolak ke Tokyo pada 24 Juli, sentuhan pelatih asal New York, AS, itu bisa memberikan perubahan besar untuk teknik start block dan lari Zohri.
Tahap selanjutnya, Zohri akan lebih sering dikirim mengikuti kejuaraan internasional agar mental berlombanya semakin kuat dan bisa menyerap banyak ilmu dari pelari-pelari dunia. Dia pun direncanakan untuk dikirim menimba ilmu serta mengikuti beberapa kejuaraan di AS pada Maret atau April 2022 sekitar sebulan. ”Kami juga mencari calon pelapis Zohri. Paling tidak, untuk rekan berlatih yang seimbang bagi Zohri di pelatnas,” ungkap Tigor.
Baca juga : Zohri dan Alvin Tiba di Tokyo
Sementara itu, Zohri mengaku belum puas dengan penampilannya di Tokyo ini. Peraih perak estafet 4 x 100 meter Asian Games 2018 Jakarta-Palembang ini tetap memiliki ambisi besar untuk menembus waktu di bawah 10 detik dalam kejuaraan-kejuaraan berikutnya. ”Saya memetik pengalaman berharga dari Olimpiade kali ini. Apalagi tadi bisa berlomba dengan pelari elite, seperti Leotlela dan Su Bingtian. Semoga saya bisa lolos ke Paris 2024 dan berprestasi di sana,” kata Zohri menunjukkan optimismenya.
Thompson-Herah pecahkan rekor
Dari nomor 100 meter putri, trio pelari Jamaika merebut semua medali. Pelari Elaine Thompson-Herah merebut emas dengan waktu 10,61 detik sekaligus memecahkan rekor Olimpiade yang dipegang pelari AS, Florence Griffith Joyner, dengan 10,62 detik di Olimpiade Seoul 1988. Dua rekannya, Shelly-Ann Fraser-Pryce, merebut perak dengan 10,74 detik dan Shericka Jackson meraih perunggu dengan 10,76 detik.
”Saya pikir saya bisa melaju lebih cepat jika saya tidak menunjuk dan merayakan kemenangan (menjelang finis). Namun, ini menunjukkan kepada semuanya bahwa saya bisa mencatat waktu lebih baik suatu hari kelak,” ujar Thompson-Herah.
Thompson-Herah mempertahankan medali emas yang diraihnya pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Saat itu, dia memenangi perlombaan dengan waktu 10,71 detik. Akan tetapi, capaiannya di Tokyo 2020 masih jauh di bawah rekor dunia milik Griffith Joyner dengan 10,49 detik yang diciptakan pada US Olympic Trials di Indianapolis, AS, 16 Juli 1988.
Secara keseluruhan, ini untuk pertama kali tim putri Jamaika menyapu medali di 100 meter sejak Olimpiade Beijing 2008. Oleh para pengamat, perlombaan 100 meter putri berpotensi menjadi lomba terbaik di Olimpiade ini. Apalagi di putra, belum ada lagi pelari sefenomenal pelari legendaris Jamaika, Usain Bolt. (AP)