Indonesia menjaga asa meraih medali emas Olimpiade Tokyo berkat kedekatan batin pasangan ganda putri bulu tangkis Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Asa meraih medali juga dibawa Anthony Ginting pada semifinal tunggal putra.
Oleh
AGUNG SETYAHADI dari Tokyo, Jepang
·3 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Ganda putri bulu tangkis Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, menembus batasan dan sejarah dengan meraih tiket final Olimpiade Tokyo 2020. Pencapaian istimewa itu tercipta berkat ikatan batin yang kuat dan ketulusan mereka melebur ego pribadinya.
Greysia/Apriyani, yang awalnya tak diunggulkan, menyingkirkan ganda putri nomor empat dunia asal Korea Selatan, Lee So-hee/Shin Seung-chan, dengan skor meyakinkan, 21-19, 21-17, pada semifinal di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Sabtu (31/7/2021).
Capaian istimewa itu membuat Greysia/Apriyani menorehkan sejarah sebagai ganda putri pertama Indonesia yang bisa meraih medali, yaitu minimal perak, di Olimpiade. Mereka akan kembali berjuang untuk meraih emas di final, Senin (2/8/2021).
Kuatnya ikatan batin mereka, yang dipupuk ketulusan hati untuk saling memberi, mengesampingkan ego pribadi, serta rela berkorban, menjadi modal Greysia/Apriyani menatap laga puncak. ”Kami sudah saling tahu. Tanpa harus ngomong, dari gestur dan (tatapan) mata pun kami sudah tahu (apa yang harus dilakukan),” ujar Apriyani (23), yang lebih muda 10 tahun dari Greysia, saat diwawancarai seusai pertandingan, kemarin.
Laga babak semifinal kemarin mencerminkan kedekatan batin mereka. Greysia/Apriyani menjalani reli-reli panjang yang menguras tenaga dan mental dengan kesabaran, kedisiplinan, dan saling mendukung.
Tidak pelak, mereka mampu memenangi momen kunci, yaitu saat memenangi reli selama 116 detik dan 90 pukulan di gim kedua. Momen saat menyamakan kedudukan angka, 16-16 itu menandai kemenangan mental mereka dalam menuju final.
”Yang membuat ikatan kami lebih kuat adalah hati yang tulus. Kami mau berjuang bersama-sama, tidak mementingkan diri sendiri. Saya tidak merasa lebih senior, dia (Apriyani) juga tidak berpikir lebih bagus karena lebih muda. Ikatan batin itulah yang membentuk kami,” ungkap Greysia, atlet yang motivasinya diangkat Apriyani saat menghadapi tragedi meninggalnya sang kakak, akhir 2020.
”Saya merasa Apri (Apriyani) seperti adik saya sendiri. Saya ingin sekali membawa dia juara. Dia juga ingin ’kakaknya’ juara Olimpiade. Apa kami punya kelemahan? Tentu ada. Hal terpenting bagaimana menutupi satu sama lain. Aku menerima dia dengan segala kelemahan dan kekuatannya. Begitu pula sebaliknya,” tutur Greysia kemudian.
[embed]https://youtu.be/B04q1i3tGww[/embed]
Diakui Eng Hian, pelatih tim ganda putri Indonesia, Greysia dan Apriyani telah ”berevolusi”. Mereka saling melengkapi. Kedewasaan dan pengalaman Greysia dipadu kekuatan Apriyani mengatasi tekanan laga. ”Komunikasi dan pengertian emosional Greysia ke Apri itu sangat terlihat. Mereka berubah ke arah sangat baik,” ujar Eng.
Kombinasi keunggulan mereka itu sangat diperlukan saat menghadapi ganda China yang lincah dan eksplosif, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, di final. Diperlukan ketenangan bermain agar tidak terpancing permainan calon lawan yang enam kali mengalahkan Greysia/Apriyani dari sembilan kali pertemuan itu.
Saya merasa Apri (Apriyani) seperti adik saya sendiri. Saya ingin sekali membawa dia juara. Dia juga ingin ’kakaknya’ juara Olimpiade.
”Tipe bermain mereka gebak-gebuk. Kadang, (main) gebak-gebuk tak bisa mengontrol. Maka, kuncinya ketenangan saat memukul (kok),” ungkap Apriyani tentang pasangan China berperingkat ketiga dunia itu.
Menyadari tantangan berat Greysia/Apriyani di final, Eng berkata, publik sebaiknya tidak berekspektasi muluk. ”Banyak pemain unggulan di Olimpiade tumbang karena tidak bermain sesuai standarnya akibat beban terlalu berat. Jadi, mohon masyarakat jangan mengharapkan hal berlebihan. Kita doakan saja mereka. Greys/Apri pasti akan berjuang maksimal,” ujarnya.
Peluang Anhony
Selain Greysia/Apriyani, Indonesia masih berpeluang meraih medali setelah Anthony S Ginting meraih tiket semifinal tunggal putra seusai membekap Anders Antonsen (Denmark), 21-18, 15-21, 21-18, kemarin. Anthony adalah tunggal putra pertama Indonesia yang lolos semifinal Olimpiade dalam 17 tahun terakhir.
Dia akan melawan Chen Long (China) pada laga semifinal, Minggu. ”Saya sudah sampai babak ini (semifinal) dan tidak mau menyia-nyiakannya,” ujar Ginting.
Adapun ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan belum mau pensiun setelah gagal meraih perunggu akibat dikalahkan Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia), kemarin. ”Selama masih bisa main, ya, tetap main. Gak (ada target umur). Selama masih kuat, ya, main saja,” ujar Hendra, yang kini berusia 36 tahun, di mixed zone Musashino Forest Sport Plaza, kemarin malam.