Mental Riau Ega dan Diananda Choirunisa Diuji Raksasa Dunia
Kekuatan mental tim beregu campuran Indonesia Ega/Nisa diuji saat menghadapi tantangan raksasa dunia, AS, pada babak awal eliminasi, juga kondisi angin yang belum pernah dihadapi selama pemusatan latihan di dalam negeri.
Oleh
KELVIN HIANUSA/AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
TOKYO, KOMPAS – Tim beregu campuran Indonesia, Riau Ega Agatha Salsabila (29) dan Diananda Choirunisa (24), akan memulai perburuan medali Olimpiade di Yumenoshima Park Archery Field, pada Sabtu (24/7/2021). Mereka dinanti tim raksasa Amerika Serikat di babak16 besar dan kondisi angin tidak pasti. Jalan terjal ini menjadi ujian mental pasangan “Merah Putih”.
Indonesia bertemu AS pada babak awal eliminasi karena hanya menempati peringkat ke-15 dari 16 negara yang lolos kualifikasi, Jumat kemarin. Ega (666 poin) dan Nisa (631 poin) total mencatat 1.297 poin setelah masing-masing memanah 72 kali dalam nomor recurve.
Saat bersamaan, pasangan AS yang diwakili pemanah veteran Brady Ellison (32) dan Mackenzie Brown (26), menempati unggulan kedua dengan total 1.350 poin. Mereka tampil dominan di kategori gender masing-masing, Brady dengan 682 poin dan Brown dengan 668 poin.
Meski hasil kualifikasi sangat timpang, pelatih tim panahan Indonesia Permadi Sandra Wibowo menilai kans anak asuhnya masih terbuka untuk meraih medali. Hasil itu tidak bisa dijadikan patokan mutlak sebab tampil di kualifikasi sangat jauh berbeda dengan di babak eliminasi.
“Peringkat kualifikasi tidak masalah. Sering sekali pemanah unggul di kualifikasi tetapi kalah saat berduel langsung. Karena ketika berduel, semua itu berbicara tentang mental, bagaimana bisa mengatasi tekanan dari lawan juga batas waktu,” kata Permadi seusai laga.
Di babak eliminasi, atlet tidak perlu lagi memanah sebanyak 72 kali. Setiap laga beregu campuran akan berlangsung hanya dalam empat set. Setiap set, masing-masing tim akan diberi kesempatan empat kali memanah, dua kali per atlet. Empat anak panah dalam satu set itu harus dihabiskan dalam waktu 80 detik.
Tim yang unggul dalam set tersebut, akan mendapatkan dua poin. Jika hasil panahan set berakhir imbang, setiap tim meraih satu poin. Tim yang mencapai lima poin terlebih dulu akan menang.
Jika semua set berakhir imbang, atau skor menjadi 4-4, maka akan dilanjutkan dengan set penentuan. Setiap atlet akan melesakkan satu anak panah. Skor tim tertinggi akan jadi pemenang. Jika imbang lagi, pemenangnya ditentukan anak panah siapa yang lebih mendekati titik tengah.
Menurut Permadi, dia meyakini Ega/Nisa lebih unggul dalam pertarungan mental ini. “Anak-anak kita itu jago aduan semua, para petarung. Mereka semakin bagus ketika adrenalinnya lebih tinggi, pas eliminasi sampai final. Karena kan gregetnya beda. Kualifikasi lebih seperti latihan,” kata Permadi, kepada wartawan Kompas Agung Setyahadi di Tokyo.
Kekuatan mental Ega/Nisa pernah dibutkikan ketika meraih perunggu pada Kejuaraan Dunia Panahan 2018 di Shanghai, China. Mereka menumbangkan unggulan asal AS, Ellison/Kathuna Lorig (6-0). Kini, pasangan “Merah Putih” akan kembali melawan Ellison, sang peraih medali di dua Olimpiade terdahulu, hanya saja dengan pasangan berbeda.
Yang penting main bagus, lepas, dan semoga bisa memberikan yang terbaik.
Jika berhasil menang melawan AS, jalan pasangan Indonesia akan lebih mudah. Ega/Nisa tidak akan bertemu tim unggulan pertama, Korea Selatan, sampai setidaknya partai final. “Yang penting main bagus, lepas, dan semoga bisa memberikan yang terbaik,” ucap Ega.
Melawan angin
Lawan tim Indonesia selanjutnya adalah kondisi angin di area Yumenoshima Park yang tidak pasti. Kondisi angin tersebut bisa berubah seketika. Kendala itu dirasakan Ega/Nisa saat kualifikasi. Ketika mereka sudah yakin dan ingin melepaskan anak panah, angin berubah arah.
“Kadang dari kiri ke kanan, lalu dari kanan ke kiri kemudian berhenti. Saya harap di babak berikutnya Nisa lebih bisa membaca arah angin,” ucap pelatih tim panahan Indonesia, Lilies Handayani.
Pengalaman ini merupakan sebuah hal yang baru untuk pemanah nasional. Mereka tidak pernah berlatih di kondisi seperti ini. Keadaan pandemi Covid-19 membuat Ega dan rekan-rekan tidak bisa berlatih di Jepang, sebelum Olimpiade.
Kadang dari kiri ke kanan, lalu dari kanan ke kiri kemudian berhenti. Saya harap di babak berikutnya Nisa lebih bisa membaca arah angin.
Alhasil, Ega/Nisa tidak terlalu maksimal dalam kualifikasi. Nisa hanya menempati peringkat ke-40 dari 64 pemanah di nomor individu putri. Pemanah asal Jawa Timur ini tampil inkonsisten sejak awal hingga akhir, sempat hanya mendapatkan 47 poin dari maksimal 60 poin dalam satu set.
Menurut Nisa, pengalaman di babak kualifikasi akan dijadikan pelajaran untuk eliminasi nanti. “Ada satu – dua kesalahan tadi. Tadi juga sempat ada anak panah yang sobek. Semoga saya bisa tampil terbaik pada babak berikutnya,” ucapnya.
Ega tampil cukup baik dengan menempati peringkat ke-15. Meski begitu, pemanah yang pernah berlaga di Olimpiade Rio ini seharusnya bisa finis di posisi lebih tinggi. Dia sempat masuk 10 besar klasemen sementara ketika 3 set tersisa dari total 12 set.
Sayangnya, Ega hanya menghasilkan 52 poin pada dua set beruntun, set ke-10 dan ke-11. Padahal dia baru saja mencatatkan nilai sempurna, 60 poin, pada set ke-9. Menurut sang pelatih, Permadi, angin tiba-tiba kencang dan tidak terkendal pada set-set terakhir.
“Ini menjadi bekal strategi kami untuk besok. Pastinya kami akan menginstruksikan anak-anak agar lebih sabar sebelum melepaskan anak panah. Harus dipastikan dulu, anginnya benar-benar sesuai perhitungan,” ucap Permadi.
Sementara itu, dua pemanah putra Indonesia Alviyanto Prastyadi (19) dan Arif Dwi Pangestu (17) tampil cukup menjanjikan dalam aksi debut di Olimpiade. Alviyanto menempati peringkat ke-26 (658 poin) dan Arif ke-32 (655 poin).
Alhasil, tim beregu putra yang diwakili Ega-Alviyanto-Arif menempati peringkat ke-7 (1.979 poin). Mereka akan berhadapan dengan peringkat ke-10, Inggris, (1.959 poin) pada babak pertama eliminasi yang akan dimulai pada Senin.