Kewajiban melakukan tes PCR tujuh hari beruntun sebelum berangkat ke Olimpiade Tokyo 2020 cukup mengganggu persiapan dua pedayung Indonesia. Tes harus dilakukan di Purwakarta, dua jam dari tempat latihan di Pangalengan.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·3 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Persiapan dua atlet dayung disiplin rowing, Melani Putri dan Mutiara Rahma Putri, sempat terusik oleh prasyarat tes PCR tujuh hari beruntun sebelum berangkat ke Olimpiade Tokyo di Jepang. Dua atlet kelas lightweight women double sculls itu harus bolak-balik dari lokasi latihan di Situ Cileunca, Pangalengan, ke Purwakarta untuk menjalani tes PCR Covid-19. Kondisi ini mengusik persiapan mereka sejak memasuki tahap akhir persiapan berlomba di Olimpiade Tokyo.
”Persiapan mereka sempat terganggu oleh tes PCR syarat menuju Tokyo. Di Pangalengan, lokasi latihan mereka, tidak ada rumah sakit yang bisa melakukan tes PCR. Rumah sakit terdekat ada di Purwakarta. Jadi, mereka bolak-balik tes, sering mereka kecapekan dan tidak bisa pulang ke Pangalengan, menginap di Jatiluhur, dan beberapa kali latihan di sana,” ujar Budiman Setiawan, Wakil Ketua PB Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia, di Tokyo, Jepang, Rabu (21/7/2021).
Meski persiapan terganggu, Budiman berharap hal itu tidak banyak memengaruhi performa kedua pedayung tersebut.
Salah satu syarat masuk ke Jepang selama masa pandemi ini adalah wajib menjalani tes Covid-19 selama tujuh hari beruntun menjelang keberangkatan. Hal ini karena Indonesia masuk Grup 1, negara yang berisiko sangat tinggi, menyusul ledakan kasus Covid-19 sejak awal Juli.
Tes PCR juga tidak bisa dilakukan di sembarang rumah sakit karena panitia Tokyo 2020 mengeluarkan daftar rumah sakit yang direkomendasikan sebagai lokasi tes. Oleh karena itu, Melani, Mutiara, dan Pelatih Muhammad Hadris harus menjalani tes di Purwakarta, sekitar dua jam perjalanan dari Pangalengan.
”Tes PCR ini memang bisa mengganggu mental atlet karena bisa resah. Apalagi ini tujuh kali tes. Sebelum kualifikasi Olimpiade di Tokyo, Mei 2021, satu kali tes saja sudah khawatir. Saya akui, kekhawatiran saya bukan pada hasil tes diri sendiri, tetapi hasil tes para atlet. Takut kalau mereka tidak bisa berangkat,” ungkap Budiman yang ikut mendampingi Melani dan Mutiara berlatih di Sea Forest Waterway, arena dayung Olimpiade Tokyo 2020, Rabu sore.
Di Pangalengan, lokasi latihan mereka, tidak ada rumah sakit yang bisa melakukan tes PCR. Rumah sakit terdekat ada di Purwakarta. Jadi mereka bolak-balik tes, sering mereka kecapekan dan tidak bisa pulang ke Pangalengan, menginap di Jatiluhur, dan beberapa kali latihan di sana.
Setelah mendarat di Bandara Narita, Tokyo, pada Rabu pagi, Budiman bersama Melani, Mutiara, dan Hadris langsung menuju Perkampungan Atlet. Mereka lalu memanfaatkan waktu latihan yang disediakan panitia pada pukul 06.15-19.00 WIB. Melani/Mutiara baru bisa berlatih sebentar karena waktu sudah habis. Namun, mereka sudah menyiapkan perahu untuk bisa dipakai latihan penuh pada Kamis (22/7/2021) pagi.
Melani/Mutiara lolos ke Olimpiade Tokyo melalui ajang kualifikasi saat mereka menempati posisi keempat LW2X dengan catatan waktu 07 menit 35,71 detik. Mereka ditargetkan bisa memperbaiki waktu menjadi 07 menit 20 detik. Mereka tidak ditargetkan meraih medali karena belum setingkat dengan atlet rowing dunia.
”Fokus saat ini menjurus latihan kompetisi, ada lomba setiap Minggu untuk mengambil catatan waktu, melihat kecepatan perahu Melani/Mutiara paling tidak sama dengan kecepatan perahu waktu kualifikasi Olimpiade,” ujar Hadris menjelang keberangkatan tim ke Tokyo.
”Catatan 07 menit 35,71 detik itu dengan sedikit angin belakang, nomor ini sangat terpengaruh kondisi air dan angin, didorong angin atau melawan angin. Target kita di flat water Melani/Mutiara minimal 07 menit 20 detik agar bisa bersaing di Olimpiade,” katanya.
Saat ini, kemampuan pasangan Indonesia mencapai 96-98 persen dari target tersebut. Hadris berharap target itu bisa dicapai dengan dukungan angin belakang. ”Area lomba luas sepanjang 2 kilometer, ada delapan jalur selebar 13 meter, kalau ada angin yang menahan perahu, akan sulit mencapai target itu. Paling tidak, mereka harus menyamai catatan waktu saat kualifikasi,” ujarnya.
Hadris mengatakan, nomor ini dikuasai oleh para pedayung Eropa. ”Kita hanya berusaha memberikan yang terbaik, membangun dayung Indonesia bisa berkembang dan bersaing, seperti Memo masuk 16 besar Olimpiade Rio 2016. Mudah-mudahan hasil itu memacu dua atlet yang baru pertama tampil di Olimpiade ini,” pungkas Hadris. (Agung Setyahadi, dari Tokyo, Jepang)