Insiden yang menimpa Christian Eriksen menyatukan semua warga Denmark. Tragedi di awal Piala Eropa ini pun berubah menjadi sukacita setelah tim ”Dinamit” mengalahkan perlawanan kuat Ceko dan lolos ke semifinal.
Oleh
ANTON SANJOYO, Penikmat Sepak Bola
·4 menit baca
Barang kali tidak ada negeri yang saat ini merayakan kebahagiaan semeriah Denmark. Lolos ke babak semifinal Euro 2020 setelah menumbangkan Ceko, 2-1, negeri Skandinavia ini bersukacita layaknya saat mereka menjadi kampiun Eropa pada 1992.
Setelah tragedi yang menumbangkan Christian Eriksen, Denmark dipersatukan oleh sebuah kekuatan tak kasatmata untuk mencapai prestasi fenomenal yang mereka raih hampir 30 tahun lalu di ajang Eropa. ”Tidak pernah saya merasa sebangga ini sebagai bangsa Denmark,” ujar Pernille Harder, kapten tim nasional sepak bola putri Denmark.
Melihat para pemain Denmark bertindak saat Eriksen kolaps, melihat bagaimana mereka bergandengan erat dalam satu tanggung jawab, dan melihat mereka saling peduli satu sama lain saat tragedi itu datang, sungguh hal yang sangat membanggakan, lanjut Harder, yang mencatat 167 penampilan dan mencetak 65 gol bagi Denmark.
Di Stadion Olimpiade Baku, semua pemain dan staf pelatih larut luluh dalam kegembiraan setelah perjuangan berat mengalahkan Ceko. Ceko tampil gagah berani, dengan gaya yang sangat mengandalkan fisik, cenderung keras, dan tentu motivasi tinggi setelah sukses membalikkan ramalan seusai menjungkalkan favorit Belanda pada babak 16 besar.
Kemenangan dan perayaan di kubu Denmark jelas dimotivasi oleh kolapsnya Eriksen pada laga pertama grup melawan Finlandia. Namun, mengabaikan faktor teknis terhadap kemenangan atas Ceko jelas pula akan mengerdilkan taktik jitu pasukan Kasper Hjulmand. Pelatih yang tidak akan pernah berada di dug-out Denmark seandainya turnamen berlangsung pada 2020 ini, harus diakui mampu membuat Simon Kjaer dan kawan-kawan sukses mengendalikan tekanan Ceko.
Formasi serang frontal 3-4-3 ala Hjulmand bukan tanpa kelemahan, tetapi pengendalian efektif di setiap sisi sayap dan kontrol poros oleh duet Thomas Delaney dan Pierre-Emile Hojbjerg membuat Denmark mampu meredam permainan keras para pemain tengah Ceko yang unggul postur tubuh.
Tidak pernah saya merasa sebangga ini sebagai bangsa Denmark.
Gol pertama Delaney membuktikan hasil latihan intensif pasukan Hujlmand dalam eksekusi bola-bola mati. Selama persiapan, pelatih berusia 49 tahun yang tidak pernah menangani tim besar tersebut meminta para pemainnya mencari posisi paling bebas saat latihan sepak sudut. Eksekutor tendangan penjuru pun selalu mengarahkan bola tidak terlalu dekat dengan para bek tengah lawan, yang biasanya tinggi besar, dan itu menjadi tugas kapten Kjaer untuk mengganggu mereka. Skenario ini berjalan mulus saat eksekusi Jens Stryger tepat mengarah kepada Delaney.
Gol kedua Denmark tak kalah berkelasnya. Menggiring bola dari sisi kanan pertahanan Ceko, Joakim Maehle mencetak umpan silang paling cantik sepanjang Euro 2020 untuk memberi asis kepada Kasper Dolberg. Alih-alih menggunakan kaki kirinya yang dominan, bek kiri klub Atalanta (Italia) itu justru memberi umpan dengan sisi luar kaki kanan yang sama sekali tidak terbaca oleh barisan belakang Ceko.
Dua momen yang menghasilkan gol bagi Denmark tersebut secara umum menggambarkan perencanaan strategi yang cemerlang dari Hjulmand. Penerjemahan yang jitu pula oleh Kjaer dan kawan-kawan membuat Denmark—tim yang praktis tidak punya pemain berlabel superstar, kecuali dua bintang mudanya, Dolberg dan Mikkel Damsgaard—benar-benar harus diwaspadai pasukan Gareth Southgate pada babak semifinal.
Seperti dikatakan Pernille Harder, bangsa Denmark seolah dibangkitkan dalam satu empati bangsa pascatragedi Eriksen. Sebagai negeri dengan status nomor dua ”Paling Bahagia” sedunia—setelah Finlandia—bangsa Denmark sudah sangat terbiasa berempati kepada siapa pun. Mengutarakan simpati dan kasih sayang secara terbuka dan menjadikannya kekuatan merupakan salah satu ciri kualitas kehidupan yang paripurna, menurut indeks kebahagiaan World Happiness Report yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dalam satu dekade terakhir, Denmark selalu berada di posisi tiga besar dalam peringkat ”Negara Paling Bahagia” berdasarkan riset PBB dengan sejumlah indikator, antara lain pendapatan domestik bruto (GDP) per kapita, tingkat harapan hidup, dukungan sosial, kebebasan dalam menentukan pilihan hidup, dan kemurahan hati warganya. Dalam konteks ini, Denmark sebagai negara ”surgawi” hanya kalah dari Finlandia.
Pada saat yang sama, pengalaman kolektif dalam peristiwa Eriksen—yang kini sudah pulih walaupun harus mengakhiri karier sepak bolanya—telah membuat bangsa Denmark bergerak maju untuk mendorong hasil positif di lapangan hijau.
”Tidak saja para pemain dan keluarga mereka menjadi semakin dekat secara emosional, tetapi juga semua bangsa menjadi terhubung dalam satu ikatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ucap Harder, yang percaya Denmark secara psikologis mampu menyamai prestasi Peter Schmeichel dan kawan-kawan pada 1992.