Momen Kebangkitan Italia dan Spanyol
Pertemuan klasik antara Italia dan Spanyol di semi final Piala Eropa 2020 diprediksi berlangsung ketat. Sebab, keduanya tengah dalam kebangkitan dan punya pola permainan yang mirip, mengandalkan kolektivitas tim.
MUNCHEN, SABTU – Seperti senasib, usai final Piala Eropa 2012 Polandia-Ukraina, Italia dan Spanyol mengalami kemunduran dalam delapan tahun terakhir. Namun, bersama pelatih baru, keduanya perlahan bangkit.
Salah satu kuncinya, keharmonisan tim yang membuat pemain solid sebagai satu kesatuan. Inilah yang mengantarkan mereka bertemu di semifinal Piala Eropa 2020, laga semifinal pertama mereka di kejuaraan besar sejak 2012.
Seusai menang 2-1 atas Belgia dalam perempat final Piala Eropa di Munchen, Jerman, Sabtu (3/7/2021), akun Twitter Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) mengunggah video tim Italia sedang menyemangati bek sayap kiri Leonardo Spinazolla saat penerbangan pulang ke Florence, Italia.
Seisi pesawat bernyanyi ”Ole, Ole, Ole, Spina, Spina” untuk pemain AS Roma yang menderita cedera serius di tendon Achilles yang membuatnya tidak bisa bermain di laga sisa Piala Eropa kali ini. ”Kami minta maaf untuk Spinazzolla, dia tidak pantas mendapatkan cedera seperti itu, dia adalah salah satu pemain terbaik di ajang ini,” ujar pelatih Italia Roberto Mancini dilansir Football-Italia.
Itu menjadi momen emosional yang menunjukkan betapa eratnya hubungan para pemain Italia saat ini. Sejak menangani Gli Azzurri per 15 Mei 2018, Mancini telah menyulap Italia yang rapuh menjadi tim yang begitu kompak di dalam maupun luar lapangan.
Pelatih yang terkenal tegas dan keras itu paham betul menangani pemain sehingga bisa menjadi keluarga. Pasca mengalahkan Wales 1-0 dalam laga terakhir penyisihan grup di Roma, Italia, Minggu (20/6) misalnya, dia membebaskan tim dari latihan dan berkunjung bersama ke restoran pizza khas dari Napoli milik teman dekat penyerang Italia Lorenzo Insigne. Pesta pizza di tengah gempita Piala Eropa itu turut membuat psikologis skuad meningkat.
Penyerang Italia Andrea Belotti di Football-Italia, Selasa (15/6), mengungkapkan, Mancini membuat suasana tim begitu positif dan menjadikan semua pemain merasa penting. ”Bahkan, pemain yang tidak bermain secara reguler merasakan hal yang sama. Dia (Mancini) pelatih hebat yang memberikan kami identitas,” kata pemain Torino tersebut.
Baca Juga: Tawa Squadra Azzurra
Suasana harmonis itu menimbulkan persaingan positif di antara pemain yang sangat menguntungkan tim. ”Semua pemain berkompetisi dengan sehat, semuanya ingin bermain tetapi tujuan tim tetap yang utama. Menurut saya, ini hal fundamental yang memberikan capaian besar untuk Italia sejauh ini,” terang penyerang Italia Federico Bernardeschi di lama UEFA jelang laga menghadapi Austria di 16 besar.
Semua pemain berkompetisi dengan sehat, semuanya ingin bermain tetapi tujuan tim tetap yang utama. Menurut saya, ini hal fundamental yang memberikan capaian besar untuk Italia sejauh ini
Prestasi terbaik
Faktor itu yang kini mengantarkan Italia menembus semi final dan akan bertemu Spanyol di London, Inggris, Rabu (7/7). Ini prestasi terbaik mereka usai menembus final Piala Eropa 2012 yang berakhir tragis kalah 0-4 dari Spanyol. Sesudah itu, mereka berakhir di fase grup Piala Dunia 2014 Brasil, terhenti di perempat final Piala Eropa 2016 Perancis, dan gagal lolos ke Piala Dunia 2018 Rusia.
Italia pun mencatat rekor baru untuk kemenangan terpanjang dari kualifikasi hingga Piala Eropa berlangsung, yakni 15 kemenangan berturut melewati rekor Belgia (21/3/2019-27/6/2021) dan Jerman (3/9/2010-22/6/2012) yang sama-sama dengan 14 kemenangan beruntun. Tim negeri spaghetti ini juga memperpanjang rekor menjadi 32 laga tanpa kalah dengan 27 kemenangan dan lima imbang setelah terakhir kalah dari Portugal pada September 2018.
”Kami bekerja sebagai tim dan harus terus seperti ini, karena kami dapat mencapai hal-hal hebat dengan bersama. Ini yang membedakan kami dengan tim lain, kami siap mengorbankan diri untuk satu sama lain dalam tim,” tutur Insigne kepada Rai Sport.
Baca juga : Orkestra Indah Gli Azzuri Pulangkan Belgia
Maka itu, publik Italia yakin timnya pantas menembus semi final dan merebut trofi Piala Eropa untuk kedua kalinya sejak 1968 di rumahnya sendiri. ”Tidak ada yang sekonsisten Nazionale (julukan Italia). Mereka seolah tidak peduli siapa yang dihadapi karena mereka tampaknya tahu persis apa yang perlu dilakukan,” ujar analis sepak bola Italia Susy Campanale di Football-Italia.
Bagi Mancini, sangat penting tim memiliki identitas yang kuat dan konsisten walaupun ada perubahan tiga atau empat pemain dalam suatu laga. ”Semua pemain wajib membuktikan bahwa mereka pemain utama dan tahu apa yang perlu dilakukan. Dengan begitu, siapapun yang main maka hasil akhirnya tidak banyak berubah,” terang Mancini di laman UEFA.
Melepas ego pemain
Setali tiga uang, pelatih Spanyol Luis Enrique berhasil melepaskan ego individu para pemain demi kepentingan tim. Cara mantan pelatih Barcelona itu memahami sepak bola dan manajemen sudah mengarahkan semua pemain merasa penting dan siap menjadi starter kapan saja.
”Para veteran selalu memberi tahu kami bahwa turnamen besar dimenangkan oleh tim, bukan nama atau individu. Saya tidak tahu apakah ada ego di tim Spanyol sebelumnya, tetapi sekarang, tim sangat rendah hati, pekerja keras, dan sangat bersemangat untuk memenangkan turnamen ini,” ungkap kiper Spanyol Unai Simon.
Sentuhan Enrique membuat pemain yang memulai dari awal laga punya tekad kuat tetapi pemain yang muncul dari bangku cadangan memiliki motivasi yang sama besar. Kini, tim berjuluk La Furia Roja itu tidak mempermasalahkan siapa yang bermain di lapangan.
Situasi itu membuat senjata utama Spanyol yang didasarkan dari DNA bermain Barcelona bisa berjalan dengan sempurna. Sampai laga terakhir menang adu penalti 3-1 (1-1) atas Swiss dalam perempat final di Saint Petersburg, Rusia, Jumat (2/7), mereka menjadi tim yang paling menguasai laga dengan rata-rata di atas 60 persen dan persentase operan sukses tertinggi rata-rata 90 persen.
”Itu yang membuat Spanyol bermain dengan intensitas tinggi. Mereka agresif dengan ataupun tanpa bola. Ini sesuatu yang hanya bisa dicapai oleh beberapa tim saja (di Piala Eropa),” kata reporter sepak bola Spanyol Jos Felix Diaz di Marca, Sabtu.
Pengaruh Enrique berhasil mengangkat Spanyol dari keterpurukan. Sama dengan Italia, capaian semifinal ini menjadi prestasi terbaik pasca menjuarai Piala Eropa 2012. Sesudah itu, tim Matador terhenti di penyisihan grup Piala Dunia 2014 dan 16 besar di Piala Eropa 2016 maupun Piala Dunia 2018.
Tak dimiliki unggulan
Kesolidan Italia dan Spanyol itu yang tidak dimiliki oleh tim-tim unggulan Piala Eropa 2020, seperti tim peringkat satu dunia Belgia, juara dunia Perancis, juara bertahan Eropa Portugal, dan salah satu pengoleksi tiga trofi Piala Eropa atau terbanyak, Jerman. Itu yang turut membuat Belgia tersingkir di perempat final; Perancis, Portugal, dan Jerman tersingkir di 16 besar.
Baca Juga: Italia Bertekad Jaga Kesempurnaan Orkestra
Belgia contohnya, mereka sangat mengandalkan pemain bintangnya. Untuk itu, kendati mengalami cedera sobek ligamen yang didapat dalam laga jumpa Portugal pada 16 besar di Sevilla, Spanyol, Senin (28/6), gelandang Kevin De Bruyne tetap dimainkan melawan Italia dalam perempat final. Dampaknya, pemain Manchester City itu tidak bisa berkontribusi optimal.
Perancis lebih tragis. Usai tersingkir di 16 besar setelah kalah dari Swiss dalam drama adu penalti 4-5 (3-3) di Bucharest, Rumania, Selasa (29/6), terungkap bahwa suasana ruang ganti Perancis sangat dingin yang berdampak buruk terhadap performanya.
Media Perancis, L’Equpie melaporkan, penyerang muda Kylian Mbappe yang memicunya, membuat cemburu penyerang Antoine Griezmann yang tak lagi dipercaya sebagai eksekutor tendangan bebas, memancing keributan antara keluarga gelandang Adrien Rabiot dan keluarganya. Pemain berusia 22 tahun ini pun membuat kesal penyerang Oliver Giroud sebelum Piala Eropa dimulai.
Maka itu, pertemuan Italia dan Spanyol di semi final dianggap laga ideal. Dengan ciri khas permainan yang mirip, pertemuan klasik ini diyakini berlangsung ketat. Apalagi keduanya punya misi balas dendam. Dalam laga terakhir di 16 besar Piala Eropa 2016, Italia berhasil menaklukan Spanyol 2-0. Mereka membalas kekalahan memalukan 0-4 di final Piala Eropa 2012. (AFP/REUTERS)