Skuad generasi baru ”La Furia Roja” tidak takut tekanan. Keteguhan mental diperlihatkan Unai Simon dan rekan-rekan ketika menang adu penalti atas Swiss.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
ST PETERSEBURG, SABTU — Kegagalan tendangan penalti pertama sang kapten, Sergio Busquets, tidak menggoyahkan mental skuad Spanyol. Dipimpin kiper muda Unai Simon (24), ”La Furia Roja” bangkit dari situasi terdesak dan memenangi drama adu penalti atas tim penakluk raksasa, Swiss.
Spanyol menang dalam laga adu penalti, 3-1, setelah imbang selama 120 menit (1-1) dalam perempat final Piala Eropa 2020 di Stadion St Petersburg, Rusia, Jumat (2/7/2021). Kemenangan ini mengantarkan generasi baru skuad asuhan Pelatih Luis Enrique ke semifinal yang akan berlangsung di Stadion Wembley, Inggris.
”Mereka mengatakan penalti seperti lotre, tetapi itu adalah salah besar. Tadi merupakan pengalaman adu penalti paling tenang yang pernah saya rasakan. Sebab, kami telah melakukan semua tugas di latihan. Kami sangat bangga. Sekarang tujuannya adalah final dan menjadi juara,” kata Enrique.
Wajah Enrique sempat lesu ketika tendangan Busquets membentur tiang. Mereka justru tertinggal lebih dulu (0-1) setelah penyerang Swiss, Mario Gavranovic, sukses mengeksekusi penalti.
Tekanan besar berada di pundak skuad La Furia Roja. Kiper mereka, Simon, baru pertama merasakan adu penalti di ajang besar antarnegara. Di klubnya, Athletic Bilbao, rekor penyelamatan penalti Simon juga terbilang rendah, hanya sekitar 21 persen. Kepercayaan diri sang kiper juga diragukan karena baru saja mencetak gol bunuh diri pada 16 besar.
Keempat penendang Spanyol berikutnya pun baru pertama kali merasakan drama adu penalti bersama tim nasional. Dani Olmo (23), Gerard Moreno (29), Mikel Oryazabal (24), dan Rodri (25), yang masuk dari bangku cadangan, menjadi tulang punggung setelah kegagalan sang kapten.
Mereka mengatakan penalti seperti lotre, tetapi itu adalah salah besar. Tadi merupakan pengalaman adu penalti paling tenang yang pernah saya rasakan.
Para pemain generasi baru ini berhasil mengatasi tekanan itu. Simon mengganggalkan beruntun dua kali sepakan eksekutor lawan, Fabian Schaer dan Manuel Akanji. Simon juga membuat penendang keempat Swiss, Ruben Vargas, dihantui ketegangan. Tendangan Vargas melambung tinggi di atas mistar.
Saat bersamaan, hanya Rodri yang gagal memasukkan bola ke gawang kiper Swiss, Yann Sommer. Tiga pemain lain mengeksekusi bola dengan sempurna, termasuk tendangan terakhir Oyarzabal yang menentukan kemenangan.
”Inilah sepak bola (penuh drama). Kami memang pantas menang setelah berjuang selama 120 menit. Saya sudah melupakan kesalahan (bunuh diri) sebelumnya. Penampilan tadi juga tidak lepas dari dukungan seluruh tim kepada saya,” ucap Simon, yang memenangkan penghargaan Star of The Match.
Moreno mampu bangkit dari kegagalan penalti melawan Polandia pada babak grup. Dia membalas kepercayaan kedua yang diberikan Enrique. ”Kesalahan selalu bisa menguatkan mental Anda. Saya merasakan kemenangan lebih karena bisa melewati ujian itu. Jika tidak (bangkit), kesalahan itu akan terus menghantui pikiranku,” katanya.
Kemenangan penalti ini menandakan skuad minim pengalaman Spanyol sudah siap untuk panggung besar. Mereka melebihi prestasi tim veteran La Furia Roja, bersama kapten Sergio Ramos, yang kalah penalti dari Rusia pada 16 besar Piala Dunia 2018. Semifinal kali ini juga menjadi pertama kalinya untuk publik Spanyol, setelah terakhir pada Piala Eropa 2012.
Kebanggaan Swiss
Setelah penalti Oryazabal, semua pemain Spanyol langsung berlari ke sudut lapangan. Mereka berpesta dengan saling memeluk satu sama lain. Di sisi lain, Vargas tidak mampu menghentikan air matanya. Kapten Swiss Granit Xhaka, Pelatih Swiss Vladimir Petkovic, serta gelandang Spanyol Thiago Alcantara bergantian menyemangatinya.
Kata Petkovic, mereka memang kalah dalam laga ini. Namun, Xhaka dan kawan-kawan adalah pemenang untuk negaranya. Mereka sudah berbicara jauh dengan mencapai perempat final untuk pertama kali sepanjang sejarah. Lebih istimewanya lagi, mereka menumbangkan juara dunia Perancis pada babak sebelumnya.
”Rasanya campur aduk. Saya bangga, semua (tim) juga bisa berbangga diri. Kami meninggalkan kompetisi ini dengan kepala tegak. Di sisi lain, kami sangat dekat ke semifinal yang tidak terjadi,” ucapnya.
Tanpa sang kapten yang absen karena akumulasi kartu kuning, Swiss bertarung hebat sejak menit awal. Sempat tertinggal lewat gol bunuh diri Denis Zakaria pada awal laga, Swiss menyeimbangkan kedudukan pada babak kedua lewat Xherdan Shaqiri.
Momentum pertandingan sempat beralih ke tim asuhan Petkovic. Namun, momentum itu rusak akibat sang gelandang Remo Freuler diganjar kartu merah. Swiss terpaksa bertarung dengan 10 pemain sejak menit ke-77.
Sejak itu, mereka dikepung oleh Spanyol. La Furia Roja berkali-kali menghasilkan peluang di sisa waktu normal dan babak tambahan waktu, tetapi semua bisa digagalkan oleh Sommer. Total Sommer menciptakan tujuh penyelamatan, yang merupakan jumlah terbanyak sepanjang turnamen ini.
Aksi heroik Sommer sampai membuat Simon terkagum. Simon menilai kiper lawan lebih pantas dianggap sebagai pahlawan dalam laga ini. ”Sejujurnya? Saya ingin memberikan trofi Star of The Match ini kepada Sommer,” ucapnya.
Di semifinal, Spanyol akan menjalani duel klasik dengan tim raksasa Italia. Laga ini akan berlangsung di Wembley pada Rabu depan. Mereka terakhir kali bertemu pada 16 besar Piala Eropa 2016. Saat itu, Italia menang 2-0. (AP/AFP)