Dialah Sang Raja
Lewat sepak bola, Goran Pandev mempersatukan negeri dan bangsanya, yang rentan pecah karena masalah etnis. Bagi Makedonia Utara, Goran Pandev adalah pahlawan.
Aleksander Agung (356-323) adalah Makedonia. Maka itu, ia juga dikenal dengan nama Aleksander Makedonia. Dialah penguasa Makedonia kuno dan Persia. Makedonia adalah wilayah di Yunani bagian utara. Wilayah kekuasaannya membentang dari Mesir hingga India.
Aleksander adalah putra Raja Philip II dan Ratu Olympias. Meski, legenda mengisahkan, ayah Aleksander adalah Dewa Zeus—dalam cerita pewayangan adalah Betara Guru—penguasa para dewa Yunani.
Aleksander dikenal sebagai salah seorang pemikir militer terbesar dalam sejarah. Dia raja yang kharismatik, brilian, diplomatis, sekaligus kejam, dan haus kekuasaan. Itu sebabnya tentaranya sangat setia. Mereka rela mengikuti kehendak rajanya, ke mana pun pergi, kalau perlu mati demi sang raja.
Itu cerita masa lalu yang membanggakan rakyat Yunani juga Makedonia. Seperti Aleksander Agung itulah, rakyat Republik Makedonia Utara memandang Goran Pandev, kapten kesebelasan negerinya. Pandev adalah komandan perang kesebelasan Makedonia Utara.
Adalah Rinus Michels, yang juga dikenal sebagai ”Jenderal”, pelatih tim Belanda dengan total football-nya yang menyebut sepak bola adalah perang. Pada Piala Dunia 1974, pasukan Rinus Michels—antara lain Johan Cruijff, Johan Neeskens, dan Rob Resenbrink—menggilas Argentina (4-0), Jerman Timur (2-0), dan Brasil (2-0). Tetapi, dihentikan Jerman Barat (1-2).
Ketika Belanda membalas dendam tahun 1988 dan mengalahkan Jerman untuk menjadi juara Eropa, lebih banyak orang menari di jalanan di Belanda daripada saat Perang Dunia II berakhir pada Mei 1945.
I
Republik Makedonia Utara, memang, dalam Piala Eropa 2020 tidak menang. Bahkan, menjadi tim pertama yang harus pulang; setelah tiga kali kalah (1-3 lawan Austria, 1-2 lawan Ukraina, dan 0-3 lawan Belanda). Tetapi rakyat Makedonia tetap sangat berterima kasih pada Goran Pandev yang telah membawa Makedonia satu panggung dengan negara-negara Eropa lainnya; setelah golnya menyingkirkan Georgia, 1-0 pada playoff kualifikasi. ”Kemenangan besar bagi rakyat kita,” kata Pandev.
Benar kata Ricardo dos Santos dan Francisco Texiera, dua cendekiawan asal Brasil, sepak bola lebih dari sekadar olahraga. Sepak bola adalah ”agama sekuler di era ini dengan segala mitos, aturan, serta pahlawan,” bagi negaranya atau klubnya masing-masing.
Baca juga: Dilema Belanda Menghadapi Makedonia Utara
Dan, Pandev adalah pahlawan. ”Pandev seperti raja karena apa yang dia lakukan,” kata bek tengah Makedonia Utara Kire Ristevski, yang bermain untuk AEL Limassol, kepada BBC Sport. Bahkan, harian The New York Times membuat judul ”In Pandev They Trust,” untuk menggambarkan betapa besar peran Pandev bagi negerinya.
Apa yang dikatakan Ristevski dan ditulis The New York Times, tidak berlebihan. Ketika pada menit ke-69, Pandev meninggalkan lapangan pada laga terakhir Makedonia Utara melawan Belanda, teman-temannya memberikan penghormatan luar biasa. Mereka membentuk guard of honour dan bertepuk tangan untuk Pandev. Wesley Sneijder, pemain Belanda yang bersama Pandev membawa Inter Milan juara Liga Champions 2010, berdiri dan bertepuk tangan di tribune.
Hari itu, Johan Cruyff Arena, Amsterdam, Belanda, menjadi panggung terakhir Pandev di laga internasional, dengan 122 caps selama 20 tahun membela tim nasional dan bergabung dengan sejumlah tim di Italia—Lazio, Inter, Napoli, dan Genoa. Kiprahnya di dunia sepak bola Makedonia lebih tua daripada usia negaranya.
Kata Ristevski, ”Saya pikir tidak ada orang seperti dia di Makedonia Utara, sebagai pemain, dan juga secara pribadi. Dia adalah orang yang komunikatif dan ingin berbicara dengan semua orang.”
Baca juga: Kepindahan Depay Menginspirasi Belanda Melawan Makedonia
Selama lebih dari satu dekade, Pandev mendanai akademi sepak bola di Strumica, kota kelahirannya di sudut Makedonia Utara. Letak kota ini tidak jauh dari perbatasan dengan Yunani dan Bulgaria. Wajah Pandev menghiasi berbagai sudut kota dalam spanduk atau billboard; juga di stadion, ruang ganti, televisi, dan juga kafe. ”Dia adalah idola semua anak,” kata Jugoslav Trenchovski, direktur Akademija Pandev (The New York Times, 17 Juni), nama akademi sepak bola itu.
Kisah Pandev di negerinya bagaikan dongeng, yang diceritakan para ibu pada anak-anaknya menjelang tidur malam: bagaimana perjalanan hidupnya dari Strumica melanglang ke Italia, pulang membangun sepak bola di negerinya, membangun semangat baru.
II
Kata Thomas B Stevenson antropolog dari Universitas Ohio, Amerika Serikat, dan sosiolog Universias Sana’a, Yaman, Abdul Karim Alaug (2008), sepak bola lebih dari olah raga lainnya. Sepak bola efektif dalam mempromosikan integrasi nasional. Kemampuannya menyatukan antagonis politik, terutama dalam masyarakat yang terbagi secara budaya atau politik, sangat signifikan.
Hal itu berlaku bagi Republik Makedonia Utara. Persoalan berat yang dihadapi sejak merdeka selain kemiskinan adalah ketegangan etnis antara mayoritas Makedonia dan minoritas Albania. Jumlah penduduk (2021) sekitara 2,1 juta (etnik Makedona 64,2 persen, Albania 25,1 persen). Inilah sebabnya, klub sepak bola pun dibentuk berdasarkan garis etnis.
Saat masih berlaku sistem komunis Yugoslavia, nasionalisme Albania ditekan di Republik Makedonia. Setelah merdeka 1991, dalam konstitusi, negara diformulasikan sebagai negara rakyat Makedonia. Dengan sebutan itu, etnis Albania merasa disisihkan. Padahal dalam Konstitusi 1974 dinyatakan Republik Sosialis Makedonia adalah negara rakyat Makedonia dan Albania.
Saya pikir tidak ada orang seperti dia di Makedonia Utara, sebagai pemain, dan juga secara pribadi. Dia adalah orang yang komunikatif dan ingin berbicara dengan semua orang.
Masalah tersebut bisa diselesaikan—meski belum tuntas—pada tahun 2001, dengan mengubah konstitusi. Selain masalah integrasi nasional, ada persoalah lain dengan Yunani. Kedua negara saling mengklaim sebagai yang berhak menggunakan nama ”Makedonia”.
Yunani curiga Republik Makedonia memiliki ambisi mencaplok Makedonia (Yunani). Maka, Yunani selalu menyebut Republik Makedonia sebagai Bekas Republik Makedonia Yugoslavia. Karena konflik itu, Yunani memveto usaha Makedonia bergabung dengan NATO. Konflik berakhir saat Republik Makedonia menjadi Republik Makedonia Utara pada 2008.
Nama Republik Makedonia Utara menjadi perbincangan ketika Maret lalu, kesebelasan negeri itu mempermalukan juara dunia empat kali, Jerman. Pada kualifikasi Piala Dunia 2022, tim underdog Makedonia mengalahkan Jerman, 2-1.
Selama tiga dekade, Makedonia Utara hanya bermimpi bisa terlibat dalam Piala Eropa. Apalagi, Piala Dunia. Tetapi, kemenangan terhadap Jerman telah mewujudkan mimpi itu.
”Kemenangan tim sepak bola harus menjadi penunjuk bahwa seluruh negara dapat bergerak maju dan mengejar Eropa di segala bidang,” kata Nikola Gjurovski, pemimpin redaksi situs sepak bola Makfudbal.
Kini lewat sepak bola, ”seluruh dunia akan mengetahui di mana negara kami berada,” kata Muamed Sejdini, presiden Federasi Sepak Bola Makedonia. Dan, Pandev memainkan peran sangat penting.
Baca juga: Kemenangan Bersejarah Austria
Kekalahan 0-3 saat melawan Belanda adalah juga bencana bagi Republik Makedonia Utara. Tetapi, bencana itu diyakini oleh rakyat Makedonia akan membangkitkan semangat baru. Sebab, bukan hanya kemenangan tetapi juga kekalahan yang memromosikan nasionalisme. Tolstoy, dalam novelnya ”War and Peace”, mengisahkan bagaimana perang melawan Napoleon membantu membentuk identitas Rusia. Itu yang dialami Makedonia saat ini.
Lewat sepak bola, Pandev mempersatukan negeri dan bangsanya, yang rentan pecah karena masalah etnis. ”Pandev, idola semua anak. Dia tidak hanya pemimpin di tim nasional, tetapi juga pemimpin bangsa,” kata Trenchovski.
(Trias Kuncahyono, penonton sepak bola)