Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo Tidak Dapat Ditunda-tunda lagi
Perdana Menteri Yoshihide Suga disebut memiliki keinginan menggelar pemilihan umum segera setelah Olimpiade dan Paralimpiade. Hal itu menunjukkan tekadnya untuk terus maju dengan dua gelaran tersebut.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, KAMIS — Ketua panitia pelaksana Olimpiade Tokyo, Seiko Hashimoto, menegaskan, Olimpiade Tokyo 2020 tidak akan ditunda lagi dan atau dibatalkan meski ada kekhawatiran soal penularan wabah Covid-19 di Jepang. Sejauh ini, direncanakan gelaran olahraga akbar empat tahunan itu akan diselenggarakan tanpa kehadiran penonton, baik dari dalam maupun luar Jepang.
Sebelumnya, Olimpiade Tokyo sudah ditunda penyelenggaraannya selama setahun dari jadwal sebelumnya, yakni pertengahan 2020. Alasan penundaan itu adalah pandemi Covid-19. Setelah dijadwal ulang, kegiatan tersebut akan dimulai pada 23 Juli mendatang. ”Kami tidak dapat menunda lagi,” kata Hashimoto, mantan atlet Jepang yang beralih menjadi politisi dan bertindak sebagai Presiden Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo, dalam wawancaranya dengan surat kabar Nikkan Sports.
Perdana Menteri Yoshihide Suga, sebagaimana diwartakan Asahi, memiliki keinginan menggelar pemilihan umum segera setelah Olimpiade dan Paralimpiade selesai digelar. Hal itu menunjukkan tekadnya untuk terus maju dengan dua gelaran global tersebut. Namun, menjelang pelaksanaan kegiatan itu, keraguan tetap tumbuh di antara pejabat pemerintah kota dan pakar medis, terutama apakah acara tersebut dapat diadakan dengan aman di tengah pandemi.
Jajak pendapat publik secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas warga Jepang ingin Olimpiade dibatalkan atau ditunda lagi. Surat kabar Tokyo Shimbun pada edisi Kamis (3/6/2021) menyebutkan, mayoritas anggota Majelis Metropolitan Tokyo juga memiliki keinginan pembatalan atau penundaan itu. Namun, Hashimoto bergeming dengan pernyataannya.
Jajak pendapat publik secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas warga Jepang ingin Olimpiade dibatalkan atau ditunda lagi.
Penonton asing telah dilarang untuk hadir ke Jepang dan melihat langsung Olimpiade. Sementara otoritas Jepang belum final pada putusan untuk mengizinkan atau menolak kehadiran warga Jepang ke lapangan-lapangan pertandingan. Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan, penggemar yang bersemangat, berteriak dan berpelukan, dapat menimbulkan risiko penularan Covid-19.
Dengan hanya kurang dari 50 hari Olimpiade digelar, Jepang terus berjuang melawan gelombang keempat Covid-19. Jumlah kasus terkonfirmasi ataupun korban jiwa akibat penyakit itu terus bertambah. Hingga tengah pekan ini, jumlah kasus Covid-19 di Jepang hampir menembus 750.000 kasus dengan 13.000 kematian. Program vaksinasinya pun tergolong lambat.
Karena kelindan kondisi itu, Tokyo termasuk di antara 10 wilayah yang masuk dalam wilayah darurat Covid-19. Status itu diberlakukan sementara hingga 20 Juni mendatang. Penasihat medis terkemuka negara itu, Shigeru Omi, terus menyuarakan kekhawatirannya atas akibat yang mungkin terjadi terkait pandemi Covid-19 selama atau pasca-Olimpiade. Kepada komite parlemen, Rabu (2/6/2021), Omi mengatakan, tidak ”pas” Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade di tengah serentetan infeksi saat-saat ini.
Menurut Omi, pihak penyelenggara memiliki tanggung jawab untuk mengurangi acara jika situasinya memburuk. Ia mengeluhkan bahwa petunjuk terkait pelaksanaan yang diusulkan dan disusun timnya tidak sampai ke pihak Komite Olimpiade Internasional (IOC), otoritas yang bertanggung jawab secara langsung dengan gelaran akbar itu kelak. ”Kami tengah mencari cara bagaimana kami harus memberikan saran,” katanya. ”Jika mereka ingin menggelar (Olimpiade), tugas kita adalah memberi tahu mereka apa risikonya.”
Keluhan warga
Kota-kota yang akan menjadi tuan rumah untuk pemanasan dan lomba peserta Olimpiade terus menyatakan kekhawatiran mereka. Mereka takut para pengunjung, termasuk para atlet dan tim ofisial, dapat menyebarkan virus korona. Jika terjadi lonjakan jumlah kasus, dikhawatirkan sumber daya medis akan semakin tertekan dan kewalahan.
Warga kota Ota, misalnya, telah membanjiri pemerintahnya dengan keluhan atas keputusan untuk memberikan vaksinasi preferensial kepada staf kota dan hotel yang menjadi tempat atlet-atlet Australia. Kota itu terletak sekitar 80 kilometer di barat laut Tokyo. Ota menjadi tempat kamp pelatihan tim sofbol Australia, yang pekan ini menjadi tim nasional pertama yang tiba di Jepang.
Kota Kurume, di selatan Fukuoka, bahkan menarik diri dari kesediaan menjadi kamp pelatihan tim pra-Olimpiade asal Kenya. Hal itu dinyatakan komite Olimpiade Kenya pada tengah pekan ini.
Sementara itu, Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) mengungkapkan, seorang pemain di tim U-24 Ghana dinyatakan positif terpapar Covid-19 setelah tiba untuk pertandingan persahabatan di Jepang. Dalam sebuah pernyataan, JFA mengatakan, pemain tersebut telah diisolasi dari anggota skuad dan staf lainnya, yang juga diisolasi di fasilitas yang ditunjuk.
Tim Ghana tiba pada Rabu malam untuk pertandingan persahabatan melawan tim U-24 Jepang di kota Fukuoka. JFA menyatakan, tim Ghana membutuhkan izin kesehatan baru sebelum pertandingan dapat digelar akhir pekan ini. Berita itu muncul hanya dua hari setelah JFA membatalkan pertandingan persahabatan melawan Jamaika karena 10 pemain Jamaika tidak dapat terbang ke Jepang karena tidak lulus uji usap.
Masih terkait Olimpiade Tokyo, dari Taiwan dilaporkan, Asosiasi Bisbol Taipei menarik diri dari pertandingan kualifikasi Olimpiade yang digelar di Puebla, Meksiko. Langkah itu diambil setelah Taipei menilai situasi pandemi di Meksiko dinilai mengkhawatirkan bagi tim. Meski begitu, Taiwan masih berharap para atletnya akan memiliki kesempatan untuk bertanding dalam Olimpiade. Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu menambahkan bahwa upaya Jepang dan IOC untuk menggelar acara tersebut ”sangat dihargai”. (AFP/REUTERS)