Menuju Tuan Rumah Olimpiade 2032, RI Galang Dukungan Asia
Indonesia menggalang dukungan dari negara-negara Asia demi memuluskan langkah menjadi tuan rumah Olimpiade 2032. Menjadi tuan rumah Olimpiade dapat mengubah paradigma Indonesia dalam berprestasi di olah raga.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komite Olimpiade Indonesia menggalang dukungan dari negara-negara Asia demi memuluskan langkah menjadi tuan rumah Olimpiade 2032. Keberhasilan menjadi tuan rumah diyakini bakal mengubah paradigma olahraga Indonesia untuk naik kelas, dari hanya berprestasi di Asia Tenggara menjadi di dunia.
Persaingan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 masih berlangsung. Brisbane, Australia menjadi kandidat terkuat untuk menjadi tuan rumah. Indonesia menjadi pesaing terdekat Brisbane saat ini. Negara lain yang menyatakan niat mencalonkan diri menjadi tuan rumah di antaranya India, Korea Selatan-Korea Utara, dan Qatar.
Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari, Rabu (2/6/2021), mengatakan, penetapan pemenang tuan rumah Olimpiade 2032 baru dilakukan pada 2024. Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach mengonfirmasi bahwa belum ada negara yang dipilih sebagai tuan rumah Olimpiade musim panas ke-35 tersebut. Dengan begitu, selama tiga tahun ini, semua calon terutama Indonesia masih punya peluang walau Brisbane sudah melangkah lebih maju.
Untuk memperlapang jalan Indonesia menjadi tuan rumah, Okto telah menjalin komunikasi dan menggalang dukungan Komite Olahraga Nasional (NOC) negara-negara di Asia. Menurut dia, ada beberapa parameter yang membuat Indonesia lebih layak menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Ada sejumlah parameter penting yang menjadi dasar dalam proses pemilihan tuan rumah Olimpiade, yaitu keberlanjutan (sustainability), peninggalan (legacy), dan dukungan masyarakat. Dalam aspek keberlanjutan, komplek olahraga Gelora Bung Karno (GBK) adalah contoh sahih. Komplek GBK telah digunakan di ajang Asian Games keempat di Jakarta pada 1962 dan juga Asian Games 2018.
Dari aspek peninggalan, penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032 akan menjadi peninggalan dunia dan juga IOC. Itu karena untuk pertama kalinya Olimpiade dilaksanakan di kawasan Asia Tenggara.
Adapun dari aspek dukungan masyarakat juga mampu dipenuhi Indonesia. Bahkan, dukungan secara serius juga diberikan Presiden Joko Widodo. Bentuk dukungan itu terlihat dari momen ketika Presiden Jokowi menyerahkan surat resmi kepada Thomas Bach di Sekretariat IOC, Lausanne, Swiss melalui Dubes RI di Bern, Swiss, Muliaman D Hadad pada 11 Februari 2019.
Apalagi Presiden Jokowi telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Panitia Pencalonan Indonesia sebagai Tuan Rumah Olimpiade 2032 pada 13 April 2021. Keppres ini membuat adanya kepastian anggaran dan dasar koordinasi lintas sektor dengan kementerian dan lembaga terkait.
Upaya pecalonan membutuhkan pembiayaan besar dan koordinasi lintas sektor yang jelas. Sebelum terbit Keppres, selain masalah pembiayaan, KOI sulit bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait karena tiadanya garis koordinasi.
Sentimen-sentimen seperti itu yang kini tengah dibangun dan dipertunjukkan Okto di hadapan negara-negara Asia. Ia mengklaim negara-negara Asia solid dan mendukung pencalonan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.
“Asia Tenggara sudah pasti solid. Saya mengajak mereka semua bahwa ini menjadi legacy kita. Jadi semua support. Saya bilang ke Malaysia, juri-jurinya nanti juga dari tempat mereka,” ujar Okto, saat berkunjung ke kantor redaksi harian Kompas, Jakarta.
Indonesia juga mencari dukungan dari Jepang selaku tuan rumah Olimpiade 2020. Okto berkomunikasi dengan NOC Jepang dan memberikan dukungan pelaksanaan Olimpiade Tokyo di tengah desakan banyak pihak untuk membatalkan ajang itu. Langkah itu juga dilakukan Okto untuk menggalang dukungan demi kesuksesan Indonesia memenangi persaingan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Mengubah paradigma
Apabila berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade 2032, hal itu akan berdampak besar bagi dunia olahraga Indonesia. Itu termasuk dalam membangun paradigma besar Indonesia sadar Olimpiade. Menurut Okto, pergelaran multiajang seperti SEA Games tidak bisa lagi menjadi patokan (benchmark) karena dalam lingkup skala juga kalah jauh dari Olimpiade.
“Sekarang momentum yang paling pas untuk mendorong paradigma olahraga untuk sadar ke Olimpiade. Nanti, proses pembinaan dan segala macamnya bakal ke sana semua,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewabroto berpendapat, untuk mendukung pencalonan, Indonesia perlu lebih rutin menggelar kegiatan olahraga berskala internasional selain Piala Dunia Sepak Bola FIFA U-20 dan Piala Dunia Bola Basket FIBA pada 2023 (Kompas, 24/4/2021).
Dengan itu, masyarakat dalam dan luar negeri bisa melihat bagaimana Indonesia mampu menggelar ajang kelas dunia. Lalu, organisasi olahraga nasional patut lebih aktif berperan dalam organisasi olahraga internasional bersangkutan.
Tujuannya, agar referensi semakin bertambah sebagai nilai tambah untuk meyakinkan dunia bahwa Indonesia layak menjadi tuan rumah Olimpiade 2032. Selain itu, sebagaimana perintah Keppres, kegiatan promosi, kampanye, atau sosialisasi kepada masyarakat harus segera dimulai.