Olimpiade Tokyo terancam ditunda, bahkan dibatalkan, jika kasus Covid-19 di Jepang terus meningkat jelang pembukaan, tiga bulan mendatang. Absennya seluruh penonton jadi pilihan pahit jika Olimpiade itu tetap digelar.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT - Olimpiade Tokyo sebaiknya ditunda jika penyebaran Covid-19 di Jepang masih tinggi dalam waktu kurang 100 hari jelang pembukaan pada 23 Juli mendatang. Jika tetap dipaksakan berlangsung sesuai jadwal, Olimpiade itu sebaiknya digelar tanpa penonton, termasuk warga lokal.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Liberal (LDP) Toshihiro Nikai dalam wawancara dengan stasiun televisi Jepang, TBS TV, Kamis (15/4/2021). LDP merupakan partai berkuasa di Jepang. ”Jika tampaknya mustahil digelar, kita harus menghentikannya (Olimpiade) dengan tegas,” ungkapnya dikutip sejumlah media, kemarin.
Sebagai pemimpin partai kuat dan berperan memenangkan Yoshihide Suga sebagai Perdana Menteri Jepang pada tahun lalu, Nikai berkepentingan mengingatkan para pemimpin Jepang. Bagi politikus berusia 82 tahun itu, pembatalan Olimpiade tetap menjadi pilihan.
”Jika kasus (Covid-19) nanti malah meningkat akibat Olimpiade, maka tidak ada artinya kita menggelarnya,” ujar Nikai dengan nada meninggi.
Masukan dari Nikai itu sejalan opini warga Jepang yang mayoritas menentang penyelenggaraan Olimpiade Tokyo sesuai jadwal, yaitu 23 Juli-8 Agustus 2021. Hasil jajak pendapat kantor berita Jepang, Kyodo News, Senin (12/4), menunjukkan, 39,2 persen warga mendukung pembatalan Olimpiade Tokyo. Adapun 32,8 persen lainnya menilai, Olimpiade itu sebaiknya ditunda lagi.
Jajak pendapat yang diikuti 1.000 dokter di Jepang, bulan lalu, juga menunjukkan hasil serupa. Sebanyak 75 persen di antara mereka berpandangan, Olimpiade 2020 sebaiknya ditunda hingga situasi kondusif.
Mengadakan Olimpiade saat ini bakal mengabaikan kepentingan ilmiah dan moral. Itu bertentangan dengan komitmen Jepang terhadap kesehatan global dan keamanan manusia.
Olimpiade Tokyo sebelumnya telah ditunda setahun, yaitu semula akan digelar pada musim panas 2020. Penundaan itu tidak terlepas dari pandemi Covid-19. Setahun berlalu, pandemi belum menunjukkan tanda akan berakhir.
Kasus-kasus baru Covid-19, yang didorong varian baru asal Inggris (B117), meningkat tajam di Jepang, dalam beberapa pekan terakhir. Di Tokyo misalnya, tercatat 729 kasus harian baru per Kamis lalu. Angka itu adalah yang tertinggi sejak awal Februari lalu, yaitu ketika Jepang memberlakukan status tanggap darurat.
Masih tingginya angka kasus Covid-19 memaksa panitia penyelenggara menutup peluang kehadiran penonton asing. Bulan lalu diputuskan, Olimpiade Tokyo hanya bisa dihadiri penonton lokal. Namun, masalah minimnya laju vaksinasi di Jepang menjadi kendala terbaru mewujudkan rencana itu.
Saat ini, baru 0,9 persen penduduk Jepang yang telah menerima suntikan pertama vaksin Covid-19. Angka itu jauh lebih rendah ketimbang negara-negara maju lainnya, seperti Inggris (48 persen) dan Korea Selatan (2,5 persen).
”Mengadakan Olimpiade saat ini bakal mengabaikan kepentingan ilmiah dan moral. Itu bertentangan dengan komitmen Jepang terhadap kesehatan global dan keamanan manusia. Untuk itu, kita perlu mempertimbangkan kembali Olimpiade musim panas ini,” bunyi keterangan bersama tiga ahli kesehatan Jepang, Kazuki Shimizu, Devi Sridhar, Kiyosu Taniguchi, dan Kenji Shibuya, dalam editorial The BMJ.
Dukungan ditunda atau dibatalkannya Olimpiade Tokyo juga datang dari parlemen Jepang. Akira Koike, anggota parlemen dari Partai Komunis Jepang, berkata, Olimpiade Tokyo tidak mungkin bisa digelar saat ini. ”Maka itu, keputusan pembatalannya wajib dibuat secepat mungkin,” tuturnya dikutip The Guardian.
Tetap sesuai jadwal
Namun, pemerintah dan panitia pelaksana lokal bersikukuh tetap akan menggelar Olimpiade Tokyo. Mereka telah memulai rangkaian Olimpiade itu, salah satunya lewat kirab obor, sejak Maret lalu.
Namun, mereka terbuka dengan opsi meniadakan seluruh penonton, termasuk warga lokal, dari arena-arena Olimpiade Tokyo. Padahal, absennya penonton akan menimbulkan kerugian besar bagi Jepang dan penyelenggara. Mereka tidak bisa mendapatkan pemasukan dari tiket penonton.
”Kami akan mengadakan Olimpiade dengan cara yang paling memungkinkan, walaupun itu tanpa penonton,” ujar Taro Kono, Menteri Reformasi Administrasi dan Regulasi Jepang sekaligus penanggung-jawab program vaksinasi di negara tersebut.
Perdana Menteri Suga juga telah memastikan, Olimpiade Tokyo tetap digelar sesuai jadwal. ”Pemerintah Jepang berusaha melakukan segala cara agar bisa mencapai target, yaitu menggelar Olimpiade aman dan terjamin sesuai jadwal (23 Juli-8 Agustus),” katanya.
Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo Seiko Hashimoto, dalam konferensi pers, Jumat (16/4), ikut angkat bicara mengenai desakan penundaan ajang olahraga akbar itu. Dia memastikan Olimpiade 2020 tidak akan dibatalkan.
”Ada berbagai kekhawatiran terkait penyelenggaraan Olimpiade. Tetapi, sebagai panitia penyelenggara, kami tidak berpikir untuk membatalkan pertandingan,” ungkap Hashimoto tegas. (AP/REUTERS)